Friday, November 23, 2007

Komentar Sarmedi Purba Tentang Pendirian PD Agromadear

Kritik terhadap pendirian PD Agromadear – Pemkab Simalungun:

1. secara prinsip (baca: ideologis) pendirian perusahaan negara atau perusahaan pemerintah daerah tidak lagi relevan dan ketinggalan zaman. Mengapa? Karena cara ini sudah lama ditinggalkan dan diganti dengan pemberian kesempatan kepada investor swasta untuk menjalankan usaha yang bersifat komersial. Hal ini karena asumsi tentang sifat universal manusia, bahwa hanya kalau orang memiliki sendiri perusahaan itu, maka perusahaan itu bisa berjalan baik, tidak kalau dimiliki negara atau komunitas yang bersifat publik. Manusia itu akan mengatakan mengapa saya harus kerja keras membangun perusahaan ini kalau saya hanya menerima gaji dan bonus tahunan saja?

Ini dibuktikan dengan sistim sosialis komunis yang dipraktekkan di Eropah Timur (termasuk Uni Sovyet) dan Cina sebelum tahun 1990. Semua perusahaan yang dikelola pemerintah itu bangkrut dan karena semua perusahaan bangkrut maka nagaranya pun bangkrut (yang paling cocok sebagai contoh adalah DDR/Jerman Timur dulu).

Karena pengetahuan tentang sifat hakiki manusia itulah, sejak dini di Eropa dilakukan privatisasi perusahaan negara. Tahun 70-an sudah dilakukan oleh Margret Thatcher di Inggeris yang kemudian diikuti oleh Uni Eropa. Perusahaan kereta api, Penerbangan, Listrik, Kantor Pos dikelola oleh pihak swasta dalam arti kata sahamnya dijual kepada pemodal/investor. Dengan demikian perusahaan-perusahaan itu bekerja lebih efisien dan tidak melakukan kebijakan perusahaan yang bertentangan dengan prinsip ekonomi perusahaan yang sehat. Pemerintah hanya menentukan aturan main mewakili rakyat dan untuk melindungi rakyat.

Di Indonesia privatisasi juga sudah dimulai dan sudah menjadi kebijakan umum pemerintah R.I. sejak zaman Orde Baru. Cuma lebih gencar sesudah era reformasi pasca Orba. Karena itulah saham Indosat dan Telkom ditawarkan kepada investor, termasuk investor asing. Perusahaan Perkebunan (PTPN) sudah lama mau dijual kepada swasta tapi masih tertunda-tunda karena katanya belum siap, takut harganya terlalu murah. Tiap tahun rombongan petinggi negara mengadakan road show ke luar negeri untuk mengundang investor datang ke Indonesia. Ini karena pemerintah mengetahui, hanya dengan investasi saja produk bruto sosial (yang merupakan parameter perkembangan ekonomi dan kemakmuran rakyat) bisa ditingkatkan.
2. Sejauh yang dapat kita tangkap dari pemberitaan media, PT Agromadear didirikan Pemkab Simalungun untuk mengontrol harga hasil pertanian di Simalungun. Sedang menurut kenyataannya daya saing petani rendah karena infrastruktur yang belum memadai di Simalungun, yaitu jalan yang rusak, jalan yang belum tembus ke banyak daerah terpencil di berbagai kecamatan. Belum ada jalan dari P. Siantar ke ibukota Kecamatan Rayakahean dan Daologsilau, belum ada jalan ke 6 desa di Kecamatan Raya (hasil bumi diangkat di atas kepada atau dengan kereta gojos/ditarik kerbau tanpa perangkat roda) merupakan contoh nyata untuk ini.

Dan yang kita ketahui, masalah pengendalian harga bukanlah masalah lokal di kabupaten Simalungun tetapi masalah regional provinsi Sumatera Utara atau Sumatera Bagian Utara. Bagaimana misalnya PD Agromadear bisa mengontrol harga di Simalungun kalau dia tidak mempunyai wewenang mengontrol harga produk hasil bumi di Kabupaten Karo dan Dairi?

Kontrol harga yang efektif dan realistis hanya masuk akal kalau pemerintah daerah menjamin harga dasar (floor price) hasil bumi, misalnya kalau harga dasar sayur kol dari Saribudolok Rp 10 ribu per kilogram, maka kalau harga jatuh menjadi Rp 7ribu, pemerintah tetap membayar kepada petani sebesar Rp 10 ribu dan menjualnya ke daerah lain (atau membuangnya ke laut sesudah dibeli dari petani – ini pernah dilakukan di Eropa). Nah, ini bisa dilakukan dinas pertanian tanpa membentuk PD, misalnya dengan memberikan subsidi harga kepada petani. Sebagai catatan, Bulog sebenarnya mempunyai konsep yang sama untuk mengendalikan harga. Tapi nyatanya tidak pernah berhasil karena selain sumber korupsi dan keberpihakan Bulog pada konsumen beras di kota (bukan pada petani), maka petani padi tetap miskin. Kritik kita apakah Pemkab atau Bupati Simalungun mengasumsikan bahwa pengelola PD Agromadear lebih piawai dari BULOG? Apakah sudah ada Perusahaan Daerah (PD) yang bisa diambil sebagai panutan keberhasilan di daerah ini, sehingga kelayakan pendirian PD Agromadear ada pembenarannya. Setahu masyarakat PDAM (Air Minum) di Siantar dan Simalungun sejak berpuluh tahun menjadi beban pemerintah daerah (baca: rakyat).

3. Keterlibatan lembaga pendidikan USU Medan dalam menentukan kebijakan ekonomi Pemkab Simalungun nampaknya kurang pas. Karena USU tidak mempunyai pengalaman menjalankan perusahaan, yang dikelola lembaga ini hanya penelitian ilmiah dan hanya merupakan teori belaka. Nasehat yang lebih baik adalah dari lembaga manajemen yang sudah terbukti memberikan konsep penataan perusahaan swasta yang memberikan profit dan keberhasilan pengembangan yang berkesinambungan.
4. Karena PD Agromadear sudah disahkan dan dilantik pengurusnya, yang bisa kita harapkan evaluasi kinerja perusahaan ini. Kalau dalam tempo 1-2 tahun tidak mengahsilkan apa-apa untuk kepentingan rakyat dan perusahaan daerah sendiri, harus cepat-cepat dibubarkan agar tidak menjadi beban anggaran Kabupaten Simalungun di masa depan. Sebab yang dipakai mereka sebagai modal adalah uang rakyat lho...


Ketinggalan Zaman, Pendirian PD Agromader Simalungun Dikritik
SIB Nop 28
Tokoh masyarakat Simalungun yang juga Dewan pakar Partai Demokrat Simalungun Dr Sarmedi Purba mengkritik pendirian PD (Perusahaan Daerah) Agromadear oleh Pemkab Simalungun. Menurutnya, Pendirian PD itu sesuatu yang sudah ketinggalan jaman dan akan menjadi beban anggaran dalam APBD Simalungun nantinya. Secara prinsip, pendirian perusahaan negara atau daerah tidak lagi relevan, karena cara ini sudah lama ditinggalkan dan diganti dengan pemberian kesempatan pada investor swasta untuk menjalankan usaha yang bersifat komersial, karena asumsi tentang sifat universal manusia.
Karena itu, sejak dini di Eropa dilakukan privatisasi perusahaan negara. Tahun 70-an sudah dilakukan oleh Margaret Thatcher di Inggris yang kemudian diikuti oleh Uni Eropa. Perusahaan kereta api, penerbangan, listrik dan kantor pos dikelola oleh pihak swasta dalam arti kata sahamnya dijual kepada pemodal, dengan demikian perusahaan itu bekerja lebih baik, efisian dan tidak melakukan kebijakan perusahaan yang bertentangan dengan prinsip ekonomi perusahaan sehat, sedang pemerintah hanya menentukan aturan main mewakili rakyat dan untuk melindungi rakyat.
Bahkan pemerintah RI sendiri sejak orde baru sudah memulai privatisasi, cuma lebih gencar sesudah era reformasi. Karena itulah saham Telkom ditawarkan kepada investor, termasuk investor asing. PTPN sudah lama mau dijual kepada swasta, tapi masih tertunda-tunda karena katanya belum siap, takut harganya terlalu murah. Tiap tahun rombongan petinggi negara mengadakan “road show” ke luar negeri untuk mengundang investor datang ke Indonesia. Ini karena pemerintah RI mengetahui hanya dengan investasi saja produk bruto sosial bisa ditingkatkan, kata Sarmedi Purba kepada SIB, Sabtu (24/11) sore.
“Justru, kini Pemkab Simalungun mendirikan PD Agromadear yang tujuannya (kita baca di media) untuk mengontrol harga hasil pertanian di Simalungun. Sedangkan menurut kenyataannya daya saing petani rendah karena infrastruktur yang belum memadai di Simalungun, yakni jalan yang rusak, belum tembus ke banyak daerah terpencil diberbagai kecamatan. Belum ada jalan dari P Siantar ke ibukota Kecamatan Rayakahean dan Dolok Silau. Belum ada jalan ke 6 desa di Raya sehingga hasil bumi diangkut dengan kereta gojos kerbau,” kata Purba.
Menurut Purba, pengendalian harga bukanlah masalah lokal di Simalungun, tapi masalah regional propinsi Sumut. Bagaimana, misalnya PD Agromadear bisa mengontrol harga di Simalungun kalau dia tidak mempunyai wewenang mengontrol harga produk hasil bumi di Kabupaten Karo dan Dairi? Kontrol harga yang efektif dan realistis, kalau pemerintah daerah menjamin harga dasar (floor price) hasil bumi, misalnya kalau harga dasar sayur kol dari Saribudolok Rp 10 ribu/kg, maka kalau harga jatuh menjadi Rp 7 ribu/kg, pemerintah tetap membayar kepada petani Rp 10 ribu/kg dan menjualnya ke daerah lain. Ini bisa dilakukan dinas terkait, tanpa membentuk PD.
Pendirian PD juga belum mempunyai referensi yang kuat, sebab belum ada perusahaan daerah yang bisa diambil sebagai panutan keberhasilan. PDAM Tirtalihou sendiri sejak berpuluh tahun menjadi beban Pemkab (rakyat). Keterlibatan USU Medan dalam menentukan kebijakan ekonomi Pemkab Simalungun juga kurang pas, karena USU pun belum mempunyai pengalaman menjalankan perusahaan, sebab yang dikelola lembaga ini hanya penelitian ilmiah dan teori. Nasehat yang lebih baik adalah dari lembaga manajemen yang sudah terbukti memberikan konsep penataan perusahaan swasta yang memberikan profit pengembangan yang berkesinambungan.
“Karena PD Agromadear sudah disahkan dan dilantik direksinya, maka yang bisa kita harapkan evaluasi kinerja perusahaan ini. Kalau dalam tempo 1-2 tahun tidak menghasilkan apa-apa untuk kepentingan rakyat, maka harus cepat-cepat dibubarkan agar tidak menjadi beban anggaran di masa depan. Sebab yang dipakai mereka sebagai modal adalah uang rakyat, lho,” kata Sarmedi Purba. (S3/l)