Thursday, December 30, 2004

Autobiografi: Sebastian Dibaptis

SEBASTIAN DIBAPTIS

28 Desember 2004

Kami menunggu di Bandara Cengkareng sesudah tiba dari Denpasar pukul 11.45. Pesawat Star Air yang akan membawa kami ke Medan delay 2 jam 45 menit, dari jam 14.00 menjadi 16.45, dan saya boleh menulis semua kejadian menggembirakan di Bali dari 23 sampai 28 Desember 2004.

Saya gembira sekali dapat merayakan Natal dengan semua anak cucu saya pada tanggal 24 Desember 2004. Semua hadir: Christina dan Gidion bersama cucu saya Joel Sebastian Adinugraha, Tatiana dan Martua Tambunan bersama anak mereka Lehetta Rosa dan John Sardi. Tentu saja isteri saya Gertrud yang datang bersama saya dari Siantar. Kami dapat mengabadikan perayaan Natal kami di rumah Christina di Jalan Danau Tamblingan II/14 di Taman Griya, Nusa Dua Bali. Kami dapat menambah kegembiraan kami dengan berbagi kado yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Sungguh indah bersama anak dan cucu di malam Natal yang kudus ini. Tradisi keluarga yang kami usahakan menyelenggarakannya tiap tahun mudah-mudahan menjadi tradisi keluarga anak cucu kami.


Bersama anak cucu 24 Desember 2004 di Bali

Ucapan Selamat Hari Natal tahun ini saya sampaikan melalui sms kepada seluruh famili dan teman berbunyi:
Banyak berkat dan sukacita yang diberikan Tuhan kepada keluarga kita, pekerjaan kita, bangsa dan negara kita pada tahun ini yang menambah kabar gembira merayakan kelahiran Juru Selamat kita. Selamat Hari Natal.
Sekarang tidak banyak lagi orang menyampaikan pesan Natal dengan kartu natal tetapi dengan sms dengan kata-kata mutiara yang sebagian dihiasi dengan gambar pohon terang dan gambar Yesus yang sudah dewasa. Jaman sudah berubah, semuanya serba elektronik, baik mobil, internet, sms, air condition, alat USG, computer di rumah sakit, dan seterusnya. Saya bersyukur bahwa sebagian besar proses ini dapat saya nikmati (kebanyakan sebaya saya tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi masa kini, khususnya computer dan internet). Pada pertemuan untuk promosi Herbalife di Gedung FKKPI Jalan Diponegoro Pematangsiantar pada 19 Desember 2004 yang lalu saya mendapat informasi bahwa orang-orang yang berumur 65 tahun hanya 3 % saja yang masih bekerja dan saya bersyukur bahwa saya termasuk yang 3 % itu.

Pada 25 Desember kami tidak ke gereja tetapi berenang dengan cucu saya yang pertama Lehetta Rosa boru Tambunan di kolam renang Hotel Bali Gardenia Resort di Nusa Dua. Sungguh menyenangkan karena Rosa menikmati permainan dalam air itu. Saya juga senang karena saya belajar kenal dengan cucu saya dan sesudah bersama selama 4 hari saya tidak lagi dianggapnya orang asing. Dia sangat cantik dan manis dan menurut saya yang paling cantik dari seluruh anak-anak yang ada di kolam renang itu (kebetulan kebanyakan orang Korea dan Jepang).


Foto anak cucu: Berdiri dari kiri ke kanan: Christina, Gidion, Martua dan Tatiana. Digendong: Sebastian dan Rosa

Sore harinya kami menikmati suasana pantai Kuta di Mal Centro. Sungguh banyak yang sudah dibangun di pulau Bali ini. Pertama saya berkunjung ke Bali pada tahun 1963 dengan Christian Tarigan, seorang mahasiswa STT Jakarta, dalam perjalanan pulang dari Kamp Kerja Oikumene Internasional di Tangmentoe Tana Toraja. Melalui laut kami sampai di Surabaya dan dengan kenderaan bus kami ke Denpasar sesudah singgah pada Kamp Kerja Pemuda di Bali Barat. Di Bali bagian Barat ini ada perkampungan Kristen dengan gerejeanya yang sudah tua. Mereka menurut sejarahnya adalah orang-orang Bali yang diusir dari perkampungan Hindu karena mereka memeluk agama Kristen. Mereka membangun perkampungan mereka sendiri di daerah yang jauh dari peradaban Hindu Bali di ujung barat pulau dewata ini. Saya teringat pada julukan Bali sebagai Pulau Dewata, The Island of Gods, Die Insel der Goetter. Saya bertanya kepada diri sendiri apakah Bali ini adalah juga Pulau Tuhan yang kita kenal melalui Yesus itu?

Pada tahun 1963 itu di Denpasar penuh dengan pengungsi akibat meletusnya Gunung Agung Bali. Banyak orang meinta sedekah di jalanan. Semuanya pengungsi dari desa-desa sekitar Gunung Agung di bagian Timur pulau itu. Kami menginap di Kantor Pusat Gereja Kristen Bali di Denpasar, di mana juga disediakan kamar-kamar pemondokan tamu-tamu gereja.

Pada tanggal 26 Desember 2004 Sebastian dibaptis di gereja GPIB Bandara Ngurah Rai di Tuban Bali. Sungguh suatu kegembiraan bagi kami dapat berada pada peristiwa yang sangat berarti itu bagi hidup cucu saya yang kedua ini. Eyangnya dari Semarang, Pak Sugito Martoatmojo, dan saya boleh berdiri di depan mimbar menyaksikan cucu kami dibaptis.

Selesai kebaktian kami merayakan kegembiraan kami atas baptisan Sebastian di Pantai Jimbaran, di Cafe Gloria, yang pemiliknya adalah teman seiman di GPIB Ngurah Rai. Suatu kegembiraan yang luar biasa karena selain teman-teman Christina seperti Kathrin Nainggolan, Rodney Nainggolan dan isterinya Jenny, hadir banyak keluarga kami Purba Sigumonrong: abang saya Mansen dan isterinya Tuti dari Medan, Yuyu, isterinya Sendi (anak Mansen) beserta semua anak-anaknya dari Bogor, Jordi (anak abang saya Jawasman) beserta isterinya Titi dan anaknya dari Jakarta, Niko, anaknya Mansen, dan isterinya Gloria beserta kedua anaknya, tinggal di Denpasar, Haris, anaknya abang saya Sudiman Purba almarhum beserta isterinya yang tinggal di Bali, Yanti Sipayung anak keponakan saya Surenny, beserta suaminya yang tinggal di Denpasar, Erik Panggabean, anak keponakan saya Rospita, beserta isterinya Sandra Sipayung (adik Yanti) dari Bandung.

Dalam kata-kata ucapan syukur saya mengingat kembali bahwa saya oppungnya Sebastian juga dibaptiskan tepat 65 tahun yang lalu, yaitu pada 26 Desember 1939 di Gereja Pematang Raya, di mana umur saya juga sama pada pembaptisan dengan cucunya saya ini karena hari lahir kami hanya beda 2 hari (Sebastian lahir 15 Agustus 2004 dan saya Sarmedi lahir 13 Agustus 1939). Ada juga angka-angka ajaib lain dari isteri saya Gertrud: Mulai dari ibu mertua saya yang namanya Rosa (Brueckl geb. Schweigert) selalu lahir anak pertama mereka tiap 30 tahun, yaitu: Rosa B. Tahun 1912, Gertrud 1942, Christina 1972 dan Sebastian 2004 (terlambat 2 tahun; mungkin yang dimaksud Rosa Tambunan lahir 2003-terlampat 1 tahun dari 2002). Ada lagi keajaiban lain: dari 3 generasi mulai dari saya neneknya selalu lahir pada hari Minggu, yaitu Sebastian, ibunya Christina dan neneknya Sarmedi. Kata orang Jerman: ”Wir sind Sonntagskinder”, anak-anak yang beruntung (Glueckskinder).

Pak Sugito, besan saya dari Semarang, mengatakan kepada saya sesudah baptisan, bahwa pada masa baptisan begini rasanya masih baru saja merayakan baptisan anak-anak kami yang sedang melakukan baptisan anak mereka. Pada musin panas tahun 1972 saya masih ingat Christina dibaptis di Gereja di Wermelskirchen oleh pendeta jemaat kami di kota tersebut. Pada perayaan yang kami selenggarakan di rumah kami di Kompleks RS Kota Wermelskirchen datang adik saya Ned Riahman, isterinya Edeltraud dan anaknya Kartika. Hadir juga Hannelore, adik isteri saya, bersama suaminya Antero Pilke dari Basel besrta anaknya Eeva, Sonja dan Rika. Juga datang Peter, juga adik isteri saya Gertrud, bersama isterinya Heidi, dari Muenchen. Keluarga Brueckl dan Pilke menajadi Patenonkel dan Patentanten dari Christina. Demikian juga masih segar dalam ingatan saya baptisan anak kami yang kedua Regina Tatiana, yang dibaptis waktu merumur 2 minggu pada pertengahan Oktober 1975. Baptisan ini dipercepat karena saya akan berangkat duluan ke Indonesia pada akhir Oktober tahun itu untuk mulai bekerja di RS Bethesda GKPS Saribudolok. Baptisan dilakukan di satu gereja di Remscheid oleh Pendeta Dietrich Tappenbeck, pendeta yang fasih berbahasa Simalungun, bahasa ibu saya. Pdt. Tappenbeck pernah bekerja lama di Gereja Kristen Protesan Simalungun (GKPS), gereja yang mengirim saya sekolah di Jerman pada tahun 1964. Saya teringat bahwa Tati waktu dibaptis terus menangis dan sesudahnya masih terus protes dengan berteriak kuat-kuat.

Belakangan aku menyesali keberangkatanku yang terburu-buru itu. Aku harus berpisah dengan keluarga selama 6 bulan karena Tatiana sakit dan berbaring di rumah sakit anak (Kinderklinik der Univrsitaet Munchen). Kata orang-tua di Saribudolok dulu, anakku sakit (demam) karena rindu sama bapaknya. Perpisahan selama 6 bulan ini adalah masa-masa sulit dalam kehidupan keluarga kami. Christina bertanya mengapa kami pindah ke negeri di mana anak-anak pakaiannya compang camping dan kotor. Tatiana mejadi baby yang pemarah, kepalanya botak di bagian belakang karena terlalu lama tidur terlentang di rumah sakit dengan memakai gips di lengan kanan. Saya takut bahwa anak saya akan mendapat cacat akibat Osteomyelitis acuta yang dideritanya. Belakangan aku tahu bahwa Tatiana adalah anak yang sehat dan kuat. Dia memiliki hobby mendaki gunung pada usia remaja. Dia telah mendaki gunung Kerinci di Sumatera Barat dan gunung di Pulau Lombok. Juga dia telah mendaki beberapa gunung di Pulaui Jawa yang nama-namnya tidak saya ingat lagi.

Gelombang Tsunami melanda Sumatera

Pada hari baptisan Sebastian tanggal 26 Desember 2004 jam 7 pagi terjadi gempa bumi sebelah barat pulau Sumatera bagian utara. Sebagai akibatnya seluruh pantai Sumatera bagian utara (Provinsi Sumatera Utara dan Nanggru Aceh Darussalam) dilanda gelombang laut setinggi 5 sampai 10 meter, memporakporandakan seluruh infrastrukur dikota-kota pantai seperti Meulaboh, Banda Aceh, Lhok Seumawe dan Pantai Cermain dan Nias. Dari berita TV hari ini sudah lk. 5000 orang meninggal dan menurut Deutsche Welle, merupakan bencana alam terbesar pada beberapa dekade terakhir, karena bencana alam ini sampai ke Thailand, Bangladesh, India dan Sri Langka, dimana diperkirakan 15.000 orang mati dan berjuta-juta manusia kehilangan tempat tinggal dan mata pencahariannya. Seemua badan-bdan dunia internasional dikerahkan untuk membantu, dimana Jerman memberikan 5 juta Euro. Kemarin PMI Cabang Kota Pematangsiantar/Kabupaten Simalungun, dimana saya menjabat Ketua sejak tahun 1985, mengirimkan 14 orang relawan untuk menolong korban bencana alam di Nias, atas perintah Ketua Umum PMI Mar’ie Muhammad. Memang PMI di Pematangsiantar adalah salah satu yang telah dipersiapkan untuk menghadapi bencana alam di Sumatera Utara. Tadi pagi saya menerima laporan dari Irwansyah Damanik, Sekretaris PMI, yang memimpin rombongan ini ke Nias, bahwa mereka sudah tiba di Gunung Sitoli subuh tadi pagi dan pada Posko PMI Cabang Pematangiantar telah tersedia sumbangan berupa 10 kardus Indomie, 1 selimut dan 2 kotak pakaian. Mereka akan membangun dapur umum di Kecamatan Sirombu. Sudah tercatat 64 orang meninggal akibat musibah ini.

Sungguh suatu musibah besar yang tidak bisa dibandingkan dengan musibah sebelumnya. Banyak upaya mengumpulkan sumbangan di Indonesia. Selain bantuan pemerintah semua siaran TV dan surat kabar harian mengumpulkan sumbangan dari pemirsa atau pembacanya untuk disumbangkan ke daerah-daerah yang ditimpa musibah. Di dalam pesawat Lion Air yang kami tumpangi dari Denpasar ke Jakarta tadi pagi juga dibagikan amplop sumbangan musibah di Sumatera bagian Utara. Ini memang ujian besar bagi solidaritas bangsa Indonesia, apakah bangsa ini mampu mengatasi musibah bencana alam yang menimpa saudara-saudaranya yang lain. Satu hal yang dikatakan oleh ahli meteorologi dari TV Deutsche Welle menarik perhatian saya: Kalau desa pantai yang dilanda gelombang Tsunami itu tidak mempunyai sarana yang memadai, baik sarana fisik bangunan, telekomunikasi dll., maka kerusakan dan angka kematian manusia akan lebih tinggi dari desa yang mempunyai bangunan permanen, yang memiliki jaringan telepon, radio dan TV sehingga evakuasi penduduk dapat dilakukan lebih dini dan terorganisir. Jadi kerusakan akan jauh lebih banyak di India daripada kalau terjadi di Jepang. Oleh karena itu amatlah pentingnya untuk lebih cepat membangun desa tertinggal di Indonesia karena mereka akan rentan akan bencana alam dan wabah penyakit.

Kesiapan organisasi penolong bencana di negara Indonesia perlu mendapat perhatian, semisal PMI. Saya merasa beruntung dan berbahagia bahwa pembenahan PMI di Cabang Kota Pematangsiantar/Kabupaten Simalungun ini bukan saja pada sarana transfusi darah, tetapi pada kesiapan regu penoloong bencana pada Korps Suka Rela (KSR), dapat berguna pada peristiwa besar seperti pada gelombang Tsunami yang terjadi di negeri ini. Karena itu amatlah pentingnya pembenahan cabang-cabang PMI yang belum aktif, khusunya dalam kesiapan menghadapi bencana. Dari laporan pada Munas PMI ke 18 pada tanggal 7-9 Desember yang lalu, dari tiga ratusan cabang PMI yang ada di Indonesia, hanya kira-kira 100 cabang saja yang sudah terbenahi dengan kesiapan menghadapi bencana.

Pekan Baru, mendarat darurat 28 Desember 2004

Sekarang sudah jam 21.10 WIB dan kami mendarat di sini di luar rencana semula. Sesuai pengumuman di pesawat kami akan singgah selama 2 jam sesudah mendarat jam 20.00. Alasan: Bandara Polonia Medan terlalu sibuk untuk didarati karena semua pesawat datang untuk membawa bantuan ke Nias dan Aceh. Di Jakarta pesawat kami ditunda dari jam 14.00 menjadi jam 18.00 WIB. Nampaknya memang kacau sekali, tapi saya berdoa agar kami selamat tiba di Medan malam ini.

Dari Nias saya menerima berita bahwa Satgana PMI Cabang Kota Pematangsiantar/Simalungun telah membuka 2 Posko di Kecamatan Sirombu, yaitu di desa Mandrehe dan Tetusa. Saya mengucapkan selamat bertugas dan doa saya mengiringi mereka semua 15 orang dan mohon disampaikan salam Ketua PMI Cabang Pematangsiantar/Simalungun. Memang bencana alam di Sumatera bagian Utara kali ini akan mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara dan Aceh. Betapa tidak, karena pesawat dari Jakarta pun terpakasa ditunda. Semua perhatian pemerintah dan aparatnya, termasuk masyarakat umum tertumpu pada daerah bencana. Pembangunan akan tertunda. Pertumbuhan ekonomi akan terganggu. Politik akan berubah araah dari saling sikut menjadi politik solidaritas terhadap sesama yang tertimpa bencana. Mungkin juga ”Perang Aceh” yang sedang berkecamuk akan terhenti dengan sendirinya karena dahsyatnya kekuatan alam yang tidak bisa diatur otak dan rencana manusia. Akankah Aceh akan memasuki masa damai pada masa pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI sejak 20 Oktober 2004)? Inikah pesan Natal yang ingin disampaikan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia atau bangsa-bangsa di Asia Selatan dan AsiaTenggara? Apa makna pesan ini untuk manusia di kawasan ini dan penduduk muka bumi? Ini harus kita jawab dengan akal budi dan iman kita. Mungkin kita baru tahu apa maknanya ini semua sesudah ada episode kedua pasca gempa bumi dan gelombang Tsunami ini. Mungkin kita harus memikir ulang arah politik pembangunan kita dari penekanan kuantitas ke pementingan kualitas pembangunan. Pembangunan daerah tertinggal harus dipercepat agar mereka mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap bencana dan gejolak ekonomi.

Wednesday, December 15, 2004

Autobiografi: GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia)

GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia)

Jumat, 10 Desember 2004

Kongres GMKI berlangsung dari 8 sampai 15 Desember 2004 di Pematangsiantar. Hari ini saya pulang ke Pematangsiantar dengan pesawat Mandala jam 17.00 dan sekarang sedang menunggu di Bandara Cengkareng. Besok jam 9 pagi ada pertemuan senior GMKI di Siantar Hotel dan malamnya perjamuan kasih senior GMKI di rumah dinas Walikota Siantar.

Nampaknya penyelenggaraan Kongres ini kurang matang sehingga terpaksa diundur dari bulan Nopember ke bulan Desember 2004. Maka terjadilah tabrakan waktu dengan kegiatan Natal. Tadi pada pertemuan keluarga mempersiapkan pesta adat Tati (akan dilaksanakan 7 Januari 2004 di Wisma Mangaraja Jalan Perintis Kemerdekaan di Jakarta) Marim (Walikota Siantar) mengatakan bahwa Wapres Jusuf Kalla tidak jadi datang pada acara pembukaan Kongres GMKI 8 Desember 2004 kemarin dulu. Persiapan dan pembentukan Panitia Kongres GMKI ini juga dari mulanya salah langkah. Tokoh-tokoh setempat tidak diajak berunding untuk menentukan Panitia, termasuk Marim Purba, mantan Ketua Umum GMKI 1982-84. Saya tidak habis pikir kalau kawan-kawan dari HKBP tidak memikirkan temannya dari gereja lain kalau dia sedang di atas angin. Di negara yang serba bhineka ini sebenarnya orang harus membuat komposisi Panitia Kongres dengan memperhatikan kawsan-kawan dari gereja lain, apalagi gereja lokal di Pematangsiantar. Bagi saya adalah tidak masuk akal kalau petinggi HKBP dari Pearaja Tarutung harus diangkat menjadi Ketua Umum Panitia Kongres yang berlangsung di Pematangsiantar, pada hal ada petinggi pemerintahan di Siantar yang mantan Ketua Umum GMKI. Saya tidak habis pikir kalau Badan Pengurus Cabang (BPC) GMKI berpikir harus memilih tokoh HKBP memimpin Kongres ini hanya karena anggota HKBP mendominasi kepengurusan BPC sekarang. Sedang untuk menyusun BPC sendiri orang seharusnya mengupayakan keikutsertakan anggota pengurus dari berbagai denominasi gereja agar fungsi mensosialisasikan oikumene, yang merupakan ciri khas gerakan mahasiswa Kristen, dapat diwujudkan.

Saya menjadi noviat GMKI sejak menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran tahun 1959. Aku diajak oleh Sahat Pasaribu, sekretaris BPC GMKI waktu itu. Pada masa perkenalan kami diberikan bimbingan bagaimana seharusnya kita menjadi kader GMKI. Maka pada tahun 1960 saya sudah diikut sertakan menjadi Ketua bidang kerohanian pada kepengurusan waktu itu. Saya memimpin kebaktian-kebaktian yang dilaksanakan pada tiap hari Jumat siang, sering dilakukan di Gereja HKBP Simalungun Jalan hang Tuah. Sahat Simanjuntak, Ketua BPC waktu itu dengan sabar hati membimbing saya. Saya juga mengikuti beberapa Leadership Training Course (LTC). Yang saya tidak lupa adalah nasehat senior saya Daulat Sitorus waktu itu yang mengajarkan kepada kami: seorang kader harus mampu dengan cepat menganalisa situasi, mampu mengambil kesimpulan dan mampu mengintervensi pada waktu yang cepat dan tepat.

Saya ikut terlibat dalam penyusunan BPC GMKI Cabang Medan pada tahun 1963 (?), di mana kelompok kami berupaya mengorbitkan Daulat Sitorus menjadi Ketua BPC. Setelah bergumul dalam beberapa hari sebagai anggota formateur dan mengalami intrik-intrik bagaimana menjegal saingan, kami akhirnya mengambil keputusan untuk memilih Sahat Pasaribu menjadi ketua BPC

11 Desember 2004
Sesudah makan siang jam 13.00 saya mengikuti pertemuan seniorfriends GMKI di Siantar Hotel yang dihadiri lebih kurang 60 orang. Beberapa yang saya kenal hadir selain Marim Purba adalah Martin Hutabarat, Paul Nainggolan, Firman Daeli (anggota DPR RI Fraksi PDIP), Sahata B. Sitompul (saya bersamanya di PDKB yang kemudian terbagi dua menjadi Partai PDKB pimpinan Seto Harianto dan PDKB pimpinan Manase Malo, dimana kami berseberangan karena saya memilih partai yang pertama), Horas Rajagukguk, Nelson Parapat, Rekson Silaban (menjadi Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia/SBSI), Yussac Atamay (sekarang anggota DPRD Propinsi Papua dari PBSD), Tulus Siambaton, dll. Rupanya saya adalah senior friend yang tertua.

Pada pertemuan tersebut dideklarasikan lahirnya Forum Senior Friends GMKI yang menjadi wadah komunikasi antar senior friends di cabang-cabang dan antar cabang. Saya utarakan pendapat saya bahwa PIKI dulu dimaksud juga sebagai wadah senior friends GMKI, namun dalam perjalanannya menjadi kepentingan politik praktis dari beberapa anggotanya saja dan tidak banyak berguna untuk GMKI. Kalau forum ini dibentuk perlu jelas visinya, cara kerjanya dan programnya. Tanpa visi forum ini akan ngawur seperti selama ini. Misalnya saya heran kalau GMKI pada masa yang lalu ragu-ragu mendukung Marim Purba menjadi Walikota tahun 2000 yang lalu. Saya usulkan bahwa visi forum ini adalah mengupayakan kader GMKI mendapat posisi penentu dalam bidang politik, ekonomi dan keagamaan. Kita harus membuat strategi bersama untuk menggolkan senior GMKI di pemerintahan, legislatif, di corporate, gereja dan lain-lain. Jadi jelas visi forum ini mau jadi apa dia. Untuk memaksimalkan tingkat komunikasi antar senior friends perlu ada website, mailinglist sendiri, dimana semua alamat anggota diketahui, apa posisinya, apa pendapatnya, keunggulannya dan bantuan apa yang dapat diharapkan dari yang bersangkutan untuk mendukung sesamanya. Satu yang tidak kurang pentingnya, harus ada yang mencatat tiap pertemuan atau diskusi interaktif melaui internet, membuat rangkuman/inti pembicaraan, apa usul langkah selanjutnya, ke mana fokus kegiatan, yang mana prioritas, dan seterusnya. Tanpa adanya perumusan demikian, pembicaraan akan berputar-putas sekitar masalah yang sama seperti sejak 40 tahun yang lalu dan tidak ada akhirnya dan tidak pula ada hasilnya.

Malamnya, sesudah kebaktian Natal RS Vita Insani, saya masih sempat mengikuti malam keakraban GMKI di rumah dinas walikota di tengah hujan yang kadang-kadang lebat dan kadang gerimis. Namun demikian saya masih sempat ikut tari poco-poco dan sempat kehujanan. Saya diskusi dengan Rospita Sitorus, senior GMKI yang mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Simalungun (USI), tentang kemelut yang terus menerus terjadi pada institusi pendidikan tinggi yang dipimpin oleh Dr. Polentyno Girsang itu (Dr. P. Girsang adalah Ketua Yayasan). Pada hal jumlah mahasiswa yang mendaftar dari tahun ke tahun terus menurun. Saya berpendapat bahwa perguruan tinggi tidak bisa maju kalau pemilihan fungsionaris universitas hanya bertujuan untuk mengakomodasi orang atau kelompok tertentu. Universitas berbeda dengan politik karena dia harus mengedepankan yang paling mampu dalam ilmunya.

Atas pertanyaan kawan-kawan senior GMKI saya menceritakan bahwa waktu kami jadi pengurus GMKI Cabang Medan, Ketua Umum GMKI adalah Peter Sumbung dan Sekjen Kilian Sihotang. Sesudah saya ke Jerman tahun 1964, Kilian Sihotang menyusul tahun 1968 dan pernah kami angkat menjadi pelayan mahasiswa Kristen di Eropah, di mana saya menjadi ketua PERKI menggantikan Pdt. A.A.Sitompul sejak tahun 1968. Pengurus Pusat GMKI berikutnya dipimpin oleh Binsar Sianipar dan Supardan, masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekjen. Pada World Congress of World Student Christian Federation di Helsinki tahun 1967 saya hadir sebagai peninjau mewakili mahasiswa Kristen Indonesia di Eropa, dimana Binsar dan Supardan juga hadir. Di situlah pertama kali saya ke Finlandia yang kemudian menjadi tempat tinggal adik isteri saya, Hannelore, yang kami kunjungi tahun 1975, 1990 dan 2004. Yang paling saya ingat pada kongres seduania itu adalah sandiwara selingan dimana anak-anak ramai-ramai membawa bendera dan spanduk bertuliskan: ”Do not trust people over 30” Dalam pengalaman hidup saya memang benar, bahwa idealisme aktivis menurun kalau sudah tambah tua, dia akan memikirkan masa depannya, anak-anaknya dan masa tuanya. Karena itu organisasi pemuda dan mahasiswa sebaiknya dipimpin oleh pemuda di bawah 30 tahun, sebab pada masa inilah pemuda mampu menjadi pejuang cita-citanya dan berani menempuh risiko.

Waktu saya berkunjung ke Jakarta tahun 1963 saya dibawa PP GMKI (Peter Sumbung, Kilian Sihotang) menghadap Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP), dimana kami sempat berfoto di ruang tunggu dengan Prof Dr. Mustopo yang terkenal sebagai penganut agama Pancasila itu. Saya pernah juga menginap juga di Kantor Pengurus Pusat GMKI di Salemba 10 Jakarta.

Teman-teman GMKI yang lain di Medan yang masih saya ingat adalah Todotua Simanjuntak, yang kemudian menjadi penjabat Biro Personalia di Depkes RI, Rudolf Parhusip, kemudian menjadi dokter spesialis paru, Porman Tobing, yang kemudian menjadi isteri Menteri Lingkungan Hidup M. Siregar, Marion Aritonang, dokter di Jakrta dan isteri Naek Tobing, konsultan sexologi di Jakarta (juga senior GMKI), Abdallah Lengkong (kemudian menjadi dokter di Tomohon, berbakat menyanyi dan dia pernah cerita bahwa program KB, Gizi, dll. diajarkannya kepada masyarakat dengan menyanyi). Senior kami waktu itu adalah Dumasi Nababan (kemudian jadi Hakim Tinggi), Pandapotan Simanjuntak (kemudian Profesor Obsteri-Ginekologi dan anggota DPR RI), Mangasa Tobing (kemudian bersama saya di Jerman, dia menjadi spesialis penyakit dalam). Yang menarik bagi saya dalah senior GMKI Tiurniari Sitompul, yang tiba-tiba memanggil saya dan mengangkat saya menjadi salah satu asisten Bagian Fisika sesudah saya lulus CI (Candidat I) di Fakultas Kedokteran USU. Orangnya sering eksentrik dan lucu. Dia objektif dalam menilai ilmu dan mahasiswa. Dia juga guru Fisika saya waktu di SMA (Sekolah Menenagah Atas) Teladan I di Jalan Seram Medan. Kalau mengajar dia selalu melihat ke atas tidak kepada kami murid-muridnya. Di Bagian Fisika FK USU saya menjadi pegawai negerri dengan tunjangan beras tiap bulan, bersama Marion Aritonang, Rudolf Parhusip, Fahmi Tanjung (abang dari Jenderal Faisal Tanjung, dulu kami selalu bilang, kalau orang macam-macam dia bisa mengadukannya kepada adiknya yang AKMIL itu).

Sesudah saya pulang dari Jerman, saya ketemu Fahmi Tanjung di Depkes, yang menawarkan saya program INPRES Spesialis dengan menjanjikan paket 1 rumah, 1 mobil dan sejumlah alat operasi dan ditempatkan di propinsi yang membutuhkan. Atas pertanyaan aku akan diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) Golongan IIIA. Berseloroh saya jawab, kalian sudah jadi jenderal dan aku diberi pangkat kopral, mana aku mau? Karena saya memang mempunyai kontrak beasiswa dengan GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) untuk kelak bekerja di RS Bethesda GKPS Saribudolok sesudah selesai belajar di Jerman, saya menolak untuk menjadi pegawai negeri. Dengan Todotua Simanjuntak kami juga sering ketemu di Depkes. Dia cerita tentang kunjungannya ke Jerman membawa makalah tentang obat kanker yang dihasilkan dari bahan baku singkong. Dengan Tiurniari Sitompul kami jumpa di Wisma Bukit Barisan bersama Robencius Saragih, juga senior GMKI, untuk membicarakan rencana pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Kedokteran yang digagasi oleh Aminuddin Lubis (juga senior GMKI). Tiur bilang kepada saya, dia tidak habis pikir mengapa orang Batak masih makan daging babi. Itu membuat orang menjadi kurang pintar. Mengapa orang Tionghoa juga pintar walaupun makan daging babi, katanya bahwa kalangan atas di Tiongkok juga tidak makan daging babi. Dia mejakini teori ini. Dengan Muara Marbun, salah satu senior GMKI Medan, kami juga jumpa kembali di Medan pada lomba catur. Dia bercerita pernah jatuh cinta dengan orang Inggeris pada masa training di London, tapi tidak jodoh kawin dengan wanita tersebut. Muara Marbun di Fakultas Kedokteran dulu adalah killer ujian anaatomi. Saya ingat bahwa lichting FK USU 1959 semuanya gugur di tangan Muara Marbun pada mata pelajaran Anatomi dan mengulang 6 bulan kemudian, kecuali Tan Bwee Eng (sekarang Sutanto) dan Justin Simatupang. Belakangan aku tahu bahwa dokter spesialis Radiologi ini menjadi paman dari isteri keponakan saya Jordi Purba.

Muara Marbun adalah Ketua Umum Panita Kongres GMKI 1963 yang diselenggarakan di Pematangisantar. Dia memimpin panitia ini sangat ketat, disiplin dan sering tidak toleran. Banyak kawan-kawan mengeluh dengan caranya yang super teliti. Saya diangkat menjadi wakil sekretaris panitia dan bertugas membuat risalah notulen rapat. Namun saya diberangkatkan oleh NKPS (Naposo Kristen Protestan Simalungun, naposo=pemuda) mengikuti Kamp Kerja Oikumene Internasional di Tangmentoe, Tana Toraja, sebelum kongres itu berlangsung.

Perjalanan ke Tana Toraja ini memakan waktu ayng lama. Dari Jakarta kami diberangkatkan oleh Komisi Pemuda DGI (Dewan Gereja di Indonesia) dengan Christian Tarigan, yang ikut memimpin kamp kerja tersebut. Kami naik kapal laut dari Tanjung Priok ke Makassar, di mana banyak mahasiswa asal Ambon sedang pulang kampung. Di Makassar kami menginap di rumah keluarga Hutabarat, di mana salah satu anaknya juga anggota GMKI. Kami berkenalan dengan Wim Poli, salah satu pengurus GMKI. Mereka semua menyambut kami dengan akrab. Dengan naik bus selama 8 jam kami sampai di Tangmentoe, sebuah pusat pelatihan petugas gereja Toraja. Kami bekerja memperbaiki jalan dari jalan utama beraspal ke pusat latihan tersebut, sepanjang lebih kurang 800 m. Ada peserta dari Jepang, India, Thailand. Dan dari beberapa gereja di Indonesia, khususnya yang di Sulawesi. Saya berkenalan dengan Maria Linting, anak Ketua Synode Gereja Toraja dan pernah diundang makan di rumah mereka di Makale. Dengan Maria kami kemudian sering saling berkirim surat. Kami mengikuti Jubileum 25 tahun Gereja Toraja yang dipusatkan di Rantepao. Berkesan adalah pesta penguburan yang berlangsung meriah dengan menyembelih sebanyak mungkin ternak agar roh yang mati tidak kembali mengganggu manusia yang ditinggalkannya. Kami mengunjungi gua di mana jasad orang Toraja ditaruh sesudah meninggal. Di situ banyak dijumpai tulang dan tengkorak manusia. Saya tergiur untuk membawa satu tengkorak manusia untuk pelajaran anatomi, tapi niat itu saya urungkan. Kami mendengar cerita tentang pembantaian orang Kristen oleh gerombolan Kahar Muzakar di Mamasa, yang pada waktu itu baru saja terjadi. Masalah kemitraan antara pemeluk agama monoteis Kristen dan monoteis Islam waktu itu juga merupakan pergumulan yang tak kunjung selesai.

Memang sekarang aku mulai sadar bahwa kelemahan agama monoteis itu adalah kurangnya toleransi terhadap agama lain. Kebenaran mutlak dari agama yang mereka peluk merupakan ciri khas kedua agama itu sehingga cenderung berebut lahan di antara manusia yang tinggal di daerah kerja mereka. Pada hal Tuhan kedua agama itu dan juga agama Jahudi adalah Tuhan yang disembah oleh Abraham, Bapak orang percaya, orang Jahudi yang pertama. Jadi yang berkelahi adalah keturunan Abraham ini. Kesan saya agama polyteis lebih toleran, misalnya Hindu Bali. Agama polytheis tidak perlu memutlakkan satu Tuhan, ada beberapa dewa yang harus disembah dan kalau satu dewa murka maka masih ada dewa yang lain sebagai alternatif sehingga tidak mudah terjebak pada jalan buntu. Apakah pandangan begitu keliru?

Thursday, December 09, 2004

Autobiografi: PMI (Palang Merah Indonesia)

PMI

Rabu, 8 Desember 2004
PMI (Palang Merah Indonesia) memasuki hari ketiga Munas ke-18 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Munas ini dibuka oleh Preisden Susilo Bambang Yudhoyono pada 6 Desember yang lalu. Kesan saya SBY memiliki komitmen yang tinggi pada kegiatan PMI, seperti ditekankannya dalam pidatonya yang menekankan penghargaan kepada kegiatan PMI dalam bidang kemanusiaan dan perlunya bangsa Indonesia memperbaiki kesejahteraan rakyatnya, khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan.

Kemarin Ketua Umum PMI, Ma’ri Muhamad menekankan kembali pentingnya membenahi PMI dngan kegiatan-kegiatannya yang terukur dan mengintensifkan kegiatan-kegiatan di tingkat daerah dan cabang dengan standard pelayanan yang sama. Yang perlu dicananagkan diseluruh jajaran PMI adalah bahwa PMI partner Pemerintah RI dalam menjalankan tugasnya dalam pelaksanaan upaya kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam bidang yang menyangkut kemanusiaan.

Hari ini, pada perdebatan di Komsi A yang membahas laporan pertanggungjawaban Ketua Umum PMI, saya memberikan pendapat bahwa perlu dirinci lebih jelas, sejauh mana PMI di seluruh Indonesia telah memenuhi tugasnya dalam bidang kepalangmerahan, misalnya dalam kegiatan yang ada, berapa persen PMI yang memenuhi syarat sebagai cabang dan berapa cabang yang menjalankan tugasnya menyelenggarakan Unit Transfusi Darah. Semuanya ini belum jelas dan ini penting agar target yang ditentukan dalam Rencana Strategis 2005-2009 terukur kemajuannya pada akhir periode kepengurusan yang akan datang.

Khusus mengenai RS PMI Bogor saya melihat laporannya kurang transparan sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Rumah sakit dengan 258 tempat tidur yang hanya mengelola Rp. 44 Milyar per tahun nampaknya kurang masuk akal. Harus dicaritahu dari pos apa saja uang masuk ini dan untuk apa saja uang tersebut dibelanjakan, baru kita tahu apakah manajemennya benar atau tidak. Karena rumah sakit ini sudah menjadi profit center walaupun masih mengutamakan fungsi sosialnya, semua kegiatannya harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada masyarakat, khususnya kepada warga PMI.

Salah satu yang saya tidak setuju adalah rekomendasi Komis A ini untuk membangun rumah sakit di seluruh cabang-cabang di Indonesia. Bagaimana kita dapat menerima usul agar pemerintah daerah membantu pembangunan RS PMI kalau RS yang dikelola pemerintah daerah sendiri (RSUD) tidak berjalan dengan baik alias sakit. Saya kira yang mengusulkan ini tidak mengerti tentang perumahsakitan di Indonesia. Mereka hanya ingin mempunyai proyek bergengsi di daerahnya masing-masing tanpa mempunyai kemampuan mengelolanya secara berkesinambungan. Saya kira tugas yang dibebankan ke pundak PMI sudah terlalu banyak sedang kegiatan menghadapi tugas utamanya saja belum mampu. Penambahan kegiatan membangun RS di tingkat cabang akan mengganggu fokus kegiatan PMI sehari-hari.

Memang sudah banyak suka duka selama menjadi Ketua PMI sejak 1985. Awalnya aku ditelepon Bapak Arnold Simanjuntak, Ketua Pengurus Daerah PMI Sumatera Utara, untuk memimpin PMI di Cabang Kota Pematangsiantar/Kabupaten Simalungun, karena Ketua PMI yang lama, Dr. A. Langkat Munthe, pindah tugas ke Medan. Pak Arnold yang sudah saya kenal sejak mahasiswa di Medan dan anaknya Tarubar Simanjuntak pernah bersama saya di GMKI Medan dan memimpin Panita Paskah Oikumene di Medan tahun 1963, berpendapat bahwa saya cocok memimpin PMI karena isteri saya orang Jerman dan tentu banyak bisa diadakan inovasi di dalam tubuh PMI.

Memang sebelumnya saya sudah pernah diangkat Dr. Langkat Munthe menjadi Kepala Dinas Transfusi Darah (kemudian menjadi Unit Transfusi Darah) PMI di Siantar tahun 1981-1982, tapi saya mengundurkan diri karena tidak adanya kejelasan wewenang saya sebagai Kepala DTD. Dr. Langkat waktu itu agak marah atas keputusan saya dan terjadi perang kertas yang keluar kepada pejabat pemerintah dan pengurus daerah PMI.

Pada awal kepengurusan kami di PMI saya memberanikan diri mengundang Ketua Umum PMI, Ibnu Sutowo, meresmikan kepengurusan kami yang baru. Kegiatan dipusatkan di rumah dinas Walikota Siantar, yang waktu itu dijabat oleh Drs Djabanten Damanik. Event itu menjadi kebanggaan kami orang Siantar, khususnya warga PMI, bahwa Ibnu Sutowo yang terkenal sebagai dokter yang turut membangun perusahaan minyak PERTAMINA di Indonesia dan tidak kurang terkenalnya juga pada masalah bangkrutnya perusahaan milik negara tersebut pada tahun tujuhpuluhan, bisa dihadirkan di kota Pematangsiantar, khusus untuk kegiatan PMI.

Hal yang sama kami lakukan untuk mengundang Ibu Hardianti Rukmana (Mbak Tutut) sebagai Ketua PMI pada tahun 90-an tidak berhasil, malah surat permohonan kami tidak mendapat jawaban. Karena itu juga saya mengambil inisiatif untuk memilih Mar’ie Muhamad menjadi penggantinya pada tahun 1999, sesudah tumbangnya Suharto pada tahun 1998. Saya tidak mengerti waktu itu mengapa Mbak Tutut tidak mau memanfaatkan berkunjung ke Siantar, karena waktu itu dia berupaya memoles imagenya agar pantas menjadi menteri pada kabinet berikutnya. Memang belakangan dia diangkat Soeharta menjadi Menteri Sosial, tapi tidak berlangsung lama karena kabinet hasil Pemilu 1997 itu sudah bubar tahun 1998 dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden dan ditunjuknya Habibie sebagai Presiden baru.

Kemajuan yang saya ingat pada PMI di daerah ini adalah dengan terlaksananya kegiatan Unit Transfsi Darah dari semula hanya 200 kantong menjadi 450 kantong per bulan. Setiap musibah bencana alam kami bantu sesuai rencana dengan memberikan 1 karung beras kepada setiap keluarga korban, yang kebanyakan adalah bencana kebakaran. Kami telah membentuk PMR pada banyak sekolah di Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar. Mereka juga dilatih dalam kegiatan P3K, penaggulangan bencana alam dan tentu pengenai pendidikan kepalangmerahan. Korps Sukarela (KSR) selalu aktif di cabang ini. Juga Satgana (Satuan Siaga Bencana) PMI telah dilatih pada cabang ini. Pemberian bantuan kepada keluarga miskin juga telah pernah dilakukan. Sejak pertengahan tahun 2004 PMI Cabang Pematangsiantar mendapat anggaran untuk menyelenggarakan Program Penyuluhan HIV/AIDS dengan kegiatan survey, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat untuk sosialisasi progrtam ini, melatih fasilitator yang terdiri dari guru pembimbing PMR, pengurus organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), yang kemudian mengadakan pelatihan kepada murid atau anggota OKP. Pada tanggal 16 Desember yad. PMI menyelenggarakan AIDS Day di Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar dengan menggelar pawai kepedulian AIDS dari Kantor Bupati ke Kantor Walikota, diikuti oleh 1000 orang. Kegiatan serupa juga telah dilakukan 2 tahun yang lalu.

Sekarang kegiatan PMI Kabupaten Simalungun/Kota Pematangsiantar sudah sudah lebih rapi dan dapat dibanggakan karena termasuk PMI terbaik di Provinsi Sumut. Administrasi sudah computerised. Malah kita sudah mempunya computer dan soft ware yang baru, kita sudah bisa mengakses internet, mempunyai mesin facsimili dan staf PMI sudah terlatih memgoperasikan computer, termasuk menguasai pembuatan slides dengan program Power Point.

Pada kepengurusan cabang pertama masih ada H. Musa Sinaga, Lodewyk Poerba, Loksa Napitupulu. Mereka adalah sukarelawan pertama yang mengurus PMI di daerah ini dan mengembangkannya sedikit demi sedikit. Sekretaris adalah Sopar Lumbangaol, pensiunan PNS Kota Siantar. Beliau ini selalu bekerja rapi dan mengelola administrasi PMI dengan cermat. Setelah beliau meninggal jabatan Sekretaris dan Kepala Markas, Kepala Kantor dijabat oleh Irwansyah Damanik.

9 Desember 2004
Tadi malam Munas PMI ditutup dengan pukulan gong oleh Menko Kesra Alwi Sihab mewakili Wapres M. Jusuf Kalla yang berhalangan hadir. Salah satu yang ditekankan Mar’ie Muhammad yang terpilih kembali menajadi Ketua Umum PMI periode 2004-2009, dalam pidatonya adalah ajakan Presiden SBY kepada semua lapisan masyarakat, khususnya sukarelawan PMI untuk menjadi mitra Pemerintah mengurangi penderitaan sesama dan meningkatkan kwalitas kehidupan manusia, sesuai dengan tema Munas: MELINDUNGI MARTABAT MANUSIA.

Dari keputusan-keputusan Munas saya mengambil kesimpulan bahwa banyak sekali kemajuan yang dicapai PMI selama kepemimpinan Mar’ie Muhammad, antara lain organisasi PMI sudah lebih rapi, RS PMI Bogor sudah bisa menjadi profit center, membelanjakan Rp 100 Milyar untuk program kesejahteraan rakyat melalui PMI, quick respons PMI terlah teruji dengan baik dalam pemberian bantuan bencana misalnya di Aceh, Nabire dan Alor pada beberapa waktu yang lalu.

Renstra PMI yang telah diputuskan Munas nampaknya sudah tersusun dengan rapi dan rinci. Saya gembira dengan terpilihnya Mar’ie Muhammad kembali menjadi Ketua Umum sehingga progam-program PMI dapat dilaksanakan sesuai Renstra yang disusun itu. Cuma harus dibuktikan bahwa beliau mampu melaksanakan progam yang telah diputuskan itu.Salah satu yang sangat penting pada masa 5 tahun ke depan adalah tersusunnya prosedur tetap dan standard pelayanan PMI sehingga dicapai keseragaman pelayanan. Hal ini sudah sesuai dengan panggilan jaman sekarang dimana PMI hanya bisa berhasil mencapai tujuannya dengan merangkul semua lapisan masyarakat agar mendukung kegiatan PMI.



Berpose dengan Ketua Umum PMI Mar'ie Muhammad

20 Desember 2004
Kampanye Hari AIDS Sedunia

Hari ini PMI Cabang Kabupaten Simalungun/Kotas Pematangsiantar mengadakan kampanye besar-besaran memperingati Hari AIDS sedunia di Gedung Olah Raga (GOR) Pematangsiantar. Bekerja sama dengan DPD KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar, kegiatan ini dihadiri oleh 1500 pemuda remaja yang kebanyakan adalah pelajar SLTA.

Acara yang terganggu karena turunnya hujan sejak pagi sampai jam 10 tidak mengurangi semangat peserta kampanye pencegahan penyakit AIDS yang mematikan ini. Juga sangat disayangkan karena Walikota Marim Purba tidak dapat hadir karena sakit dan Bupati juga berhalangan karena pesta rondang bintang di Parapat.

Saya melakukan orasi singkat menekankan bagaimana mengerikan AIDS ini. Kalau orang dinyatakan terinfeksi HIV maka kita bisa count down kapan orang itu akan meninggal. Ada yang 3 tahun, 5 tahun, paling lama 8 tahun. Karena itu terasa pentingnya arti pencegahan karena tidak ada peluang untuk pengobatan.

Perilaku yang kurang menyadari penyebaran AIDS dibuktikan dengan meningkatnya penderita AIDS dari tahun ke tahun. Sekarang diperkirakan 42 juta penduduk dunia HIV positif. Di Indonesia 90 – 130 ribu orang tertular HIV. Kalau dihitung 120 ribu HIV positif maka dari 240 juta penduduk 0,5 permil penduduk mengidap virus HIV. Kalau 0,5 Permil dihitung dari lk. 1,1 juta penduduk, Siantar Simalungun sudah memiliki 550 orang HIV positif. Angka-angka yang mengerikan ini akan menyentakkan kita betapa besarnya tanggung jawab kita pada generasi yang akan datang..

Karena itu PMI sebagai mitra Pemerintah untuk meringankan penderitaan yang tertimpa musibah dengan tidak membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa dan agama, bertekad untuk melaksanakan program pencegahan HIV/AIDS dari Palang Merah Internasional, yakni melalui 3 pendekatan secara terpadu: PENCEGAHAN, PERAWATAN DAN DUKUNGAN, SERTA ANTI STIGMA

Upaya PMI di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun:
1. pencegahan penyebaran HIV melalui uji saring darah sebelum diberikan kepada penderita di rumah sakit – sejak 1992. Kita beruntung darah yang dikelola oleh PMI di daerah ini aman dari HIV.
2. promosi dan kampanye HIV/AIDS, khususnya program anti stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Kita harus mempersiapkan masyarakat mulai sekarang –sebelum terjadi wabah- bagaimana mereka sebagai keluarga, kenalan dan tetangga menghadapi penderita AIDS.
3. Pada tahun 2004 PMI Cabang P.Siantar/Simalungun mengadakan program kampanye besar-besaran mencegah penyebaran HIV/AIDS, yaitu:
- SURVEY DAN WAWANCARA DENGAN KELOMPOK SASARAN (PKS, ORANG TUA, KARYAWAN DAN PEKERJA RISIKO TINGGI
- MENDIDIK PELATIH INTI, FASILITATOR DAN PARA PENDIDIK
REMAJA SEBAYA (sampai sekarang sudah ada Pelatih Pendidik
Remaja Sebaya sebanyak 310 orang).

Semua upaya ini hanya dapat berjalan kalau didukung oleh lapisan masyarakat, seperti sekarang oleh KNPI Kabupaten Simalungun dan KNPI Kota Pematangsiantar. Seperti yang telah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kata sambutannya pada pembukaan MUNAS PMI pada 6 Desember yl di Jakarta: PMI adalah mitra Pemerintah untuk meringankan penderitaan sesama manusia yang ditimpa musibah.

Penyebaran HIV/AID disebabkan oleh kuangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat pada masalah ini. Karena itu kami menyerukan: “KATAKAN YANG BENAR TENTANG HIV/AIDS, HINDARI AIDS BUKAN ORANGNYA, UTAMAKAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KELUARGA ANDA”. (akhir orasi).

Acara semacam ini telah dilaksanakan juga tahun yang lalu di kota Pematangsiantar. Acara tersebut dilakukan pada malam hari di depan Kantor Walikota dengan orasi oleh Walikota dan Ketua PMI, sajak dibacakan oleh PMR dan diakhiri dengan pawai peduli AIDS dengan membawa lilin keliling kota Pematangsiantar. Acara hari ini dilakukan pada pagi hari dengan pawai keliling kota Siantar, dimeriahkan oleh marching band SMU Negeri 4 Pematangsiantar.

Seusai acara di GOR, wawancara live dilakukan di kantor KNPI oleh Radio CAS FM dngan peserta selain Ketua PMI hadir Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Lingga Napitupulu, Asisten Sekwilda Pemko Sura Ukur mewakili Walikota, Ketua Knpi Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar. Saya terkesan pada statement Ketua DPRD Siantar bahwa dia menyambut kegiatan ini dengan menawarkan anggaran kelanjutan acara ini. Untuk itu dibutuhkan usulan dari PMI dan KNPI agar dapat ditetapkan dalam APBD Kota Pematangsiantar tahun 2005.

Saturday, December 04, 2004

Peraturan Internal RS VITA INSANI

PERATURAN INTERNAL
RUMAH SAKIT VITA INSANI
( RSVI )
PEMATANGSIANTAR



P E M B U K A A N

Bahwa dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan rakyat, diperlukan adanya Rumah Sakit untuk menyelenggarakan upaya kesehatan paripurna meliputi pencegahan, pengobatan, pemulihan dan peningkatan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu.
Bahwa selain mengikuti standard baku pelayanan rumah sakit yang ditetapkan oleh pemerintah, Rumah Sakit hendaklah merupakan pusat pelayanan medik yang solid, berkelas (bergengsi), memiliki standard baku pelayanan medik, mampu berkembang sesuai dengan perkembangan kondisi dan tuntutan zaman, turut menciptakan atau menjaga kelestarian lingkungan, untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat.
Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Pengasih, pada tanggal 4 Juli 1983, Rumah Sakit Vita Insani didirikan di Pematangsiantar, oleh para pendirinya, yaitu antara lain: Tuan Dokter SARMEDI PURBA, Tuan Insinyur MARASI SIBARANI, Tuan Insinyur FRANK DJINGGA, dan Tuan Dokter POLTAK NAIBORHU, semula berada dibawah, dan dikelola oleh badan hukum yayasan, yaitu YAYASAN VITA INSANI, yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman, badan hukum yayasan tersebut diubah menjadi badan hukum perseroan terbatas dengan nama P.T. VITA INSANI SENTRA MEDIKA, berkedudukan di Pematangsiantar, dengan para pemegang saham yang terdiri dari Tuan Dokter SARMEDI PURBA, SpOG, Tuan Doktor Insinyur MARASI SIBARANI, MSc, Tuan Dokter SOEDIRMAN, SpB, Tuan Dokter MANAHAN HOT PANDAPOTAN SILITONGA, SpOG, Tuan Dokter TUMPAK H. SIMATUPANG, SpB, Tuan Dokter ALPIN HOZA, Tuan Dokter POLTAK NAIBORHU, SpRad., Tuan BAMBANG WIDJANARKO, SE., Tuan MUHAMMAD YODI ERDIANTO, SE, Nyonya HORMAINTA PURBA SUMBAYAK, Tuan Dokter NAMSO SARAGIH, SpPD dan Tuan RABENLY SARAGIH, SE.
Bahwa sebagai Rumah Sakit yang sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat, dan untuk lebih memantapkan gerak langkah seluruh komponen pendukung dan penyelenggara Rumah Sakit Vita Insani agar seirama, selaras, serasi dan terpadu, serta berusaha setiap waktu meningkatkan dan menyempurnakan pelayanannya kepada masyarakat sebagai wujud pencapaian visi dan misinya, maka dengan nama PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT VITA INSANI, yang berisi ketentuan-ketentuan dasar atau ketentuan-ketentuan pokok sebagai pedoman yang berlaku di lingkungan Rumah Sakit Vita Insani, dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB I
NAMA DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
(1) Rumah Sakit ini bernama RUMAH SAKIT VITA INSANI, disingkat RSVI.
(2) RSVI didirikan pada tanggal tanggal 4 Juli 1983 di Pematangsiantar, Sumatera Utara, untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
(3) RSVI berkedudukan di Jalan Merdeka Nomor 329, Pematangsiantar, Kode Pos 21132, Sumatera Utara, Indonesia.

Pasal 2
Pemilik dan penyelenggara RSVI adalah P.T. VITA INSANI SENTRA MEDIKA, yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, berkedudukan di Pematangsiantar, Sumatera Utara.
Pasal 3
RSVI adalah Rumah Sakit dengan klasifikasi type Madya atau Kelas C, diselenggarakan RSVI berdasarkan izin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

BAB II
VISI, MISI, TUGAS DAN FUNGSI RSVI
Pasal 4
Visi RSVI adalah “MENJADI RUMAH SAKIT RUJUKAN”.
Pasal 5
Misi RSVI adalah “MENYEDIAKAN PELAYANAN MEDIK YANG UP TO DATE, NAMUN TERJANGKAU OLEH MASYARAKAT“.
Pasal 6
Tugas RSVI adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Pasal 7
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Rumah Sakit Vita Insani mempunyai fungsi:
a. Menyelenggarakan pelayanan medik.
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan non medik.
c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
d. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

BAB III
LOGO / LAMBANG RUMAH SAKIT VITA INSANI
Pasal 8
Logo atau lambang RSVI adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
Pasal 9
Logo atau lambang sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 mengandung pengertian:
a. Tanda cross dengan warna hijau mengandung arti bahwa RSVI adalah pusat pelayanan medik yang mengikuti standard baku pelayanan rumah sakit yang ditetapkan oleh pemerintah.
b. Lingkaran dengan warna biru, berarti bahwa RSVI turut menciptakan atau menjaga kelestarian lingkungan.
c. Lingkaran biru dengan bentuk yang simetris mengandung arti bahwa RSVI merupakan pusat pelayanan medik yang solid.
d. Huruf “V” adalah singkatan dari VITA yang berarti HIDUP.
e. Lingkaran kecil kuning di atas tanda cross hijau mengandung arti pelaksanaan visi RSVI.
f. Huruf “ Rumah Sakit “ dengan warna merah dipilih untuk lebih menarik titik pandang (point of view) sehingga memudahkan masyarakat untuk mencari lokasi RSVI.
g. Huruf “VITA INSANI“ dengan huruf balok, mengandung arti bahwa RSVI memiliki standard baku pelayanan medik untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan medis di Rumah Sakit Vita Insani.
h. Huruf “VITA INSANI“ dengan warna hijau mengandung arti bahwa kualitas pelayanan RSVI berbasis pada kelestarian lingkungan hidup (green ecology).


BAB IV
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 10
Organisasi RSVI terdiri dari:
a. Direktur RSVI.
b. Wakil Direktur
c. Komite Medik dan Staf Medik Fungsional RSVI
d. Koordinator Marketing

e. Bagian Perawatan RSVI
f. Bagian Umum RSVI
g. Bagian Keuangan dan Program RSVI
h. Instalasi RSVI.
Pasal 11
Direktur RSVI dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang Wakil Direktur, dengan ketentuan jumlah Wakil Direktur ditetapkan oleh Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 12
(1) Marketing Managers RSVI dipimpin oleh seorang Koordinator.
(2) Bagian Perawatan RSVI dipimpin oleh seorang Kepala.
(3) Bagian Umum RSVI dipimpin oleh seorang Kepala.
(4) Bagian Keuangan dan Program RSVI dipimpin oleh seorang Kepala.
(5) Instalasi RSVI dipimpin oleh seorang kepala dalam jabatan non structural.

BAB V
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 13
(1) Direktur dan Wakil Direktur RSVI diangkat dan diberhentikan oleh Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun lamanya dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi hak Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA untuk memberhentikan sewaktu-waktu, atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 14
Untuk dapat diangkat sebagai Direktur dan Wakil Direktur Rumah Sakit Vita Insani adalah dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh tahun)
b. sehat jasmani dan rohani.
c. memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang perumah-sakitan.
d. memenuhi persyaratan lain sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan persyaratan yang ditentukan oleh PT.
Pasal 15
Direktur dan Wakil Direktur RSVI berhenti dari jabatannya karena:
a. masa jabatannya berakhir
b. mengundurkan diri
c. meninggal dunia
d. diberhentikan oleh Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

Pasal 16
(1) Kordinator Marketing dan para Kepala Bagian/Instalasi diangkat oleh Direktur RSVI untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun lamanya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi hak Direktur RSVI untuk memberhentikan sewaktu-waktu.
Pasal 17
Mekanisme pengangkatan dan pemberhentian, demikian juga perincian tugas, tanggung jawab dan laporan serta penggajian Kordinator/Kepala dan Staf Marketing Managers/Bagian di RSVI ditetapkan oleh Direktur RSVI.

BAB V
TATA KERJA
Pasal 18
Direktur RSVI mempunyai tugas pokok :
a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan di RSVI.
b. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen RSVI secara terpadu, efisien, efektif dan kreatif.
c. Mengelola RSVI dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 19
Direktur RSVI mempunyai fungsi:
a. Menyusun kebijaksanaan pelaksanaan kegiatan di RSVI.
b. Membina pelaksanaan kegiatan di RSVI.
c. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas RSVI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Menyusun rencana kerja dan rencana anggaran tahunan untuk dibahas dan ditetapkan Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
e. Mengusulkan kepada Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA rencana pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana RSVI.
f. Bersama-sama dengan Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA merumuskan strategi dan rencana induk pengembangan RSVI.
g. Melaporkan kegiatan penyelenggaraan RSVI meliputi laporan pelayanan, ketenagaan kepada anggota Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan
h. Menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba kepada semua pemegang saham PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
i. Memelihara hubungan baik dengan pemerintah, organisasi perumahsakitan, organisasi profesi dan masyarakat.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pasal Pasal 17, Direktur RSVI mempunyai wewenang:
a. Mengeluarkan dana untuk membayar biaya-biaya kegiatan rutin RSVI seperti gaji, dapur, obat-obatan dan lain-lain.
b. Mengeluarkan dana untuk membayar biaya-biaya di luar kegiatan rutin RSVI seperti reparasi alat-alat kecil medik dan non medik guna memperlancar kegiatan RSVI yang jumlahnya maksimum sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) setiap bulannya.
c. Mengeluarkan dana di atas Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk membayar biaya-biaya di luar kegiatan rutin dengan persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA.



d. Mengeluarkan dana untuk pembelian alat-alat medik dan non medik RSVI yang jumlahnya maksimum sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per kwartal.
e. Mengeluarkan dana di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk pembelian alat-alat medik dan non medik RSVI dengan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA.
Mengeluarkan dana melebihi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Umum Pemegang Saham PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA.
f. Menetapkan kenaikan gaji pegawai/karyawan/staf RSVI dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atau perangkat PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham.
g. Menetapkan pengangkatan pegawai/karyawan/staf, akuntan publik, konsultan pajak, dan konsultan hukum RSVI dengan persetujuan Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA
h. Menetapkan kenaikan gaji karyawan RSVI di luar kenaikan gaji rutin dengan persetujuan Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA.
i. Menetapkan kenaikan tarif pelayanan dan honor dokter RSVI dengan persetujuan Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA.
j. Mengikut-sertakan Direksi dan Komisaris PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA, dalam kegiatan seleksi dan wawancara dalam rangka pengangkatan pegawai/karyawan/staf dan dokter RSVI.
Pasal 21
Wakil Direktur RSVI mempunyai tugas:
a. Membantu Direktur RSVI dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang Direktur RSVI.
b. Mewakili Direktur RSVI jika berhalangan.
c. Melaksanakan tugas (job discription) dan pekerjaan lainnya yang ditentukan oleh Direktur RSVI.
Pasal 22
Wakil Direktur RSVI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur RSVI
Pasal 23
Koordinator Marketing RSVI mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pemasaran dan hubungan masyarakat, dan jika diperlukan memfasilitasi penagihan piutang RSVI.
Pasal 24
Bagian Perawatan RSVI mempunyai tugas melaksanakan bimbingan pelaksanaan asuhan dan pelayanan keperawatan, etika dan mutu keperawatan, yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, unit gawat darurat dan ICU.
Pasal 25
Bagian Umum RSVI mempunyai tugas melaksanakan kegiatan ketata-usahaan, kepegawaian, teknik, sanitasi, perlengkapan, rekam medik, laporan, hukum, perpustakaan, supir dan kerumah-tanggaan, yaitu dapur, satuan pengamanan (satpam), kebersihan, dan wasri.
Pasal 26
Bagian Keuangan dan Program RSVI mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyusunan anggaran, pengawasan internal, kebendaharaan, akuntansi, penyusunan program dan penagihan.
Pasal 27
Instalasi RSVI terdiri dari Instalasi UGD, ICU, Kamar Bedah, Radiologi, Farmasi, Gizi, Fisioterapi, Laboratorium, Pemeliharaan dan IPAL.
Pasal 28
Kordinator Makerting dan para Kepala Bagian/Instalasi bertanggungjawab kepada Direktur RSVI.




Pasal 29
(1) Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan RSVI wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan masing-masing maupun dengan instansi lain di luar RSVI.
(2) Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan RSVI wajib mengawasi bawahannya masing-masing dan bila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(3) Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan RSVI bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
(4) Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan RSVI wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.
(5) Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.
(6) Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

BAB VI
KOMITE MEDIK DAN STAF MEDIK FUNGSIONAL RSVI
Bagian Pertama
KOMITE MEDIK RSVI
Pasal 30
(1) Komite Medik RSVI adalah Kelompok Tenaga Medik yang diangkat serta diberhentikan oleh Direktur RSVI untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun lamanya, dengan susunan terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan beberapa orang anggota yang terdiri dari para Ketua Staf Medik Fungsional RSVI secara ex-officio, dengan ketentuan, dalam hal tidak ada Ketua Staf Medik Fungsional, Komite Medik RSVI beranggotakan Staf Medik Fungsional RSVI sesuai dengan keahliannya.
(2) Komite Medik Rumah Sakit Vita Insani berada di bawah, bertanggung jawab kepada Direktur RSVI.
Pasal 31
(1) Ketua dan Wakil Ketua Komite Medik RSVI diangkat dan ditetapkan oleh Direktur RSVI dari dokter tetap, dokter organik, dokter paruh waktu atau dokter tamu yang menjadi anggota Staf Medik Fungsional RSVI.
(2) Sekretaris Komite Medik RSVI dipilih dan ditetapkan oleh Ketua Komite Medik RSVI dari dokter tetap, dokter organik, dokter paruh waktu atau dokter tamu yang menjadi anggota Staf Medik Fungsional RSVI, atau dari staf RSVI yang bukan dokter, sesudah mendapat persetujuan dari Direktur RSVI.
(3) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komite Medik RSVI merangkap sebagai Anggota Komite Medik RSVI, dengan pengecualian, Sekretaris tidak merangkap sebagai Anggota Komite Medik RSVI jika berasal dari staf yang bukan dokter.
Pasal 32
Komite Medik RSVI mempunyai tugas:
a. Membantu Direktur RSVI menyusun standard pelayanan medik di RSVI dan memantau pelaksanaannya.
b. Memantau dan membina pelaksanaan tugas tenaga medik di RSVI.
c. Meningkatkan program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dalam bidang medik di RSVI.
Pasal 33
Fungsi Komite Medik RSVI adalah:
a. Memberikan saran dalam bidang medik kepada Direktur RSVI.
b. Mengkoordinasikan kegiatan pelayanan medik di RSVI.
c. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan etik kedokteran.
d. Menyusun kebijakan / ketentuan / prosedur pelayanan medik sebagai Prosedur Tetap (PROTAP) untuk ditetapkan oleh Direktur dan harus dilaksanakan oleh semua staf medik di RSVI.
Pasal 34
Wewenang Komite Medik RSVI adalah:
a. Mengusulkan rencana kebutuhan tenaga medik kepada Direktur RSVI.
b. Memberikan pertimbangan tentang rencana pemeliharaan / pengadaan peralatan dan penggunaan alat kesehatan serta pengembangan pelayanan medik di RSVI kepada Direktur RSVI
c. Memantau dan mengevaluasi penggunaan obat di RSVI.
d. Memantau dan mengevaluasi efisiensi dan efektivitas penggunaan alat kedokteran di RSVI
e. Melaksanakan pembinaan etika profesi serta mengatur kewenangan profesi anggota Staf Medik Fungsional di RSVI.
f. Memberikan rekomendasi kepada Direktur RSVI tentang kerjasama antara RSVI dan fakultas kedokteran / kedokteran gigi / institusi pendidikan lain.
Pasal 35
(1) Untuk membantu pelaksanaan tugasnya Komite Medik RSVI dapat membentuk Sub Komite / Panitia sesuai dengan kebutuhan.
(2) Sub Komite / Panitia ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Vita Insani atas usul dari Ketua Komite Medik RSVI
Bagian Kedua
STAF MEDIK FUNGSIONAL RSVI
Pasal 36
Staf Medik Fungsional adalah kelompok-kelompok yang beranggotakan para tenaga profesional medik yang memberikan pelayanan langsung secara mandiri dalam jabatan fungsional, seperti Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi, Apoteker dan Psikolog Klinis.
Pasal 37
Staf Medik Fungsional RSVI terdiri dari:
a. Staf Medik Fungsional Kebidanan dan Penyakit Kandungan;
b. Staf Medik Fungsional Bedah Umum;
c. Staf Medik Fungsional Gigi dan Mulut;
d. Staf Medik Fungsional Penyakit Dalam;
e. Staf Medik Fungsional Penyakit Jantung;
f. Staf Medik Fungsional Penyakit Anak;
g. Staf Medik Fungsional Penyakit THT;
h. Staf Medik Fungsional Penyakit Mata;
i. Staf Medik Fungsional Penyakit Syaraf;
j. Staf Medik Fungsional Penyakit Jiwa;
k. Staf Medik Fungsional Penyakit Paru;
l. Staf Medik Fungsional Radiologi;
m. Staf Medik Fungsional Penyakit Kulit dan Kelamin.
Pasal 38
(1) Semua dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis dan Apoteker yang memiliki izin praktek dan bekerja di RSVI dalam jabatan fungsional, baik sebagai dokter tetap atau dokter organik, dokter tamu maupun dokter paruh waktu, wajib menjadi anggota Staf Medik Fungsional RSVI.
(2) Staf Medik Fungsional RSVI beranggotakan lebih dari 1 (satu) orang dokter.


(3) Dalam hal hanya ada satu dokter dalam Staf Medik Fungsional, maka yang bersangkutan bergabung dengan kelompok Staf Medik Fungsional RSVI yang terkait.
(4) Penempatan dokter ke dalam Staf Medik Fungsional RSVI, termasuk dokter tamu maupun dokter paruh waktu, ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RSVI, dengan ketentuan, untuk dokter tamu dan dokter paruh waktu, penempatannya ke dalam Staf Medik Fungsional RSVI harus dilengkapi dengan perjanjian kerja.


Pasal 39
(1) Staf Medik Fungsional RSVI diangkat oleh Direktur RSVI untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun lamanya.
(2) Staf Medik Fungsional RSVI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada oleh Direktur RSVI
Pasal 40
Tugas Staf Medik Fungsional RSVI adalah:
a. Melaksanakan diagnosis, pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
b. Menyusun Prosedur Tetap (PROTAP) pelayanan medik bidang administrasi / manajerial, meliputi antara lain pengaturan tugas rawat jalan, pengaturan tugas rawat inap, pengaturan visite, pertemuan klinik, presentasi kasus, kasus kematian, prosedur konsultasi, dan lain-lain.
c. Menyusun Prosedur Tetap (PROTAP) pelayanan medik bidang keilmuan / keprofesian.

BAB VII
PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN
Pasal 41
(1) Pengelolaan RSVI dilaksanakan berpedoman kepada rencana kerja dan rencana anggaran tahunan RSVI yang ditetapkan oleh Direksi PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

(2) Tahun Buku RSVI adalah tahun takwim, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
(3) Pengelolaan RSVI dipertanggungjawabkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA melalui Direksi.
Pasal 42
Pengelolaan keuangan dan harta kekayaan RSVI dilaksanakan langsung oleh PT. VITA INSANI SENTRA MEDIKA, mencakup:
a. penguasaan perbendaharaan RSVI,
b. mencari dana untuk RSVI,
c. Pencari dana bagi RSVI,
d. Penjamin kredit bagi RSVI,
e. Penjamin leasing bagi RSVI;
f. Penerima donasi bagi RSVI
g. Mengagunkan kekayaan RSVI, menghapuskan kekayaan RSVI
h. Merencanakan dan melaksanakan pembangunan pengembangan RSVI.
i. Menetapkan gaji Direktur dan Wakil Direktur RSVI
j. Mengesahkan program kerja dan anggaran tahunan yang diajukan oleh Direktur RSVI
k. Menerima dan menilai laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan program Direktur RSVI dengan koreksi / penyesuaian jika diperlukan.




BAB VIII
KETENAGAAN RSVI
Pasal 43
RSVI mempunyai ketenagaan yang terdiri dari tenaga medik, paramedik perawatan, paramedik non perawatan dan tenaga non medik.
Pasal 44
Mekanisme pengangkatan, pemberhentian, perincian tugas, tanggung jawab dan laporan serta penggajian tenaga medik, para medik perawatan, paramedik non perawatan dan tenaga non medik RSVI ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Vita Insani.


BAB IX
BANGUNAN, PERALATAN, PERLENGKAPAN DAN OBAT-OBATAN RSVI
Pasal 45
RSVI mempunyai ruangan untuk penyelenggaraan pelayanan rawat jalan, rawat nginap, gawat darurat, penunjang medik dan non medik sesuai dengan standarisasi bangunan rumah sakit yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 46
RSVI mempunyai peralatan medik dan non medik sesuai dengan standarisasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 47
RSVI dilengkapi dengan tenaga listrik, penyediaan air bersih, sistem pembuangan air limbah dan atau air kotor, alat komunikasi dan alat pemadam kebakaran serta peralatan rumah sakit.
Pasal 48
RSVI menyediakan berbagai jenis dan bahan obat-obatan yang sama dengan yang ditentukan dalam Daftar Obat Esensial Nasional ( DOEN ).


BAB X
RAPAT-RAPAT
Pasal 49
Jenis-jenis atau bentuk-bentuk Rapat di RSVI yaitu :
a. Rapat Pimpinan RSVI
b. Rapat Staf RSVI.
c. Rapat Komite Medik
d. Rapat Staf Medik Fungsional RSVI

Pasal 50
(1) Rapat Pimpinan RSVI adalah rapat yang diselenggarakan antara Direktur, Wakil Direktur, Kepala-Kepala Bagian, Ketua Komite Medik, dan pimpinan unit organisasi RSVI lainnya.
(2) Rapat Pimpinan RSVI diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setiap bulannya atau setiap kali bila dipandang perlu oleh Direktur RSVI.
(3) Sebelum rapat diselenggarakan, undangan rapat yang memuat hari, tanggal, tempat dan materi rapat serta bahan-bahan rapat harus telah dibagikan terlebih dahulu kepada para peserta rapat.
(4) Peserta rapat adalah Direktur dan Wakil Direktur beserta seluruh pimpinan unit organisasi RSVI atau bila dipandang perlu Direktur Rumah Sakit Vita Insani dapat mengundang pihak-pihak lain dalam rapat.

(5) Dalam setiap rapat, Direktur RSVI bertindak selaku pimpinan rapat, dalam hal Direktur RSVI berhalangan, rapat dipimpin oleh Wakil Direktur RSVI, dan jika Wakil Direktur RSVI juga berhalangan maka rapat dipimpin oleh salah seorang peserta rapat yang ditunjuk oleh Direktur RSVI.
(6) Setiap peserta rapat mempunyai hak untuk berbicara.
(7) Pengambilan keputusan pada prinsipnya ditetapkan oleh Direktur RSVI
(8) Untuk setiap rapat harus dibuat notulen / risalah rapat yang ditanda-tangani oleh pimpinan rapat dan salah seorang peserta rapat serta notulis, yang di dalamnya tercantum antara lain:
a. tempat dan acara rapat,
b. hari / tanggal dan jam dibuka serta ditutupnya rapat,
c. pimpinan rapat,
d. nama-nama anggota rapat yang hadir dan yang tidak hadir beserta alasan ketidak-hadirannya,
e. hasil-hasil atau keputusan-keputusan rapat.
Pasal 51
(1) Rapat Staf RSVI adalah rapat yang diselenggarakan oleh unit-unit organisasi RSVI
(2) Tatacara Rapat Staf RSVI ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Vita Insani.
Pasal 52
Tata cara Rapat Komite Medik dan Rapat Staf Medik Fungsional ditetapkan oleh Direktur RSVI


BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 52
Untuk menangani masalah etik di luar etik kedokteran, Direktur RSVI dapat membentuk Komite atau Panitia tersendiri di luar Komite Medik.
Pasal 53
Dokter warga negara asing yang bekerja atau hanya mengikuti pelatihan di RSVI wajib mengindahkan dan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Pasal 54
Bagan susunan organisasi dan tata kerja yang diatur dalam Peraturan ini adalah sebagaimana tergambar dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.


BAB XIV
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP

Pasal 55
1. Peraturan Internal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
2. Peraturan Internal ini hanya dapat dirubah, ditambah, diperbaiki dan diberlakukan serta dicabut oleh RUPS atau perangkat PT yang diberi wewenang oleh RUPS.
3. Hal-hal yang perlu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Internal ini dapat diatur lebih lanjut oleh Direksi atau dan Komisaris PT dan atau Direktur RSVI, akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Internal ini.

Ditetapkan di : Pematangsiantar.
Pada tanggal : 1 Desember 2004
Oleh : RUPS PT VITA INSANI SENTRA MEDIKA







PARA PEMEGANG SAHAM
P.T. VITA INSANI SENTRA MEDIKA






1. DR. Ir. MARASI SIBARANI, MSc 2. Dr. Med. SARMEDI PURBA, SpOG






3. Dr. SOEDIRMAN, SpB 4. Dr. ALPIN HOZA






5. Dr. M.H. SILITONGA, SpOG 6. Dr. T.H. SIMATUPANG, SpB






7. BAMBANG WIDJANARKO, SE. 8. Dr. POLTAK NAIBORHU, Sp.Rad.






9. M. YODI ERDIANTO, SE 10. Ny. HORMINTA PURBA






11. Dr. NAMSO SARAGIH, Sp.PD 12. RABENLY TUAH SARAGIH, SE.

Lampiran Peraturan Internal RSVI


LOGO RUMAH SAKIT VITA INSANI







(Gambar1)





Lampiran Peraturan Internal RSVI



BAGAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA




(Gambar2)

Friday, December 03, 2004

Jumpa Jupin di Sondi

3 Desember 2004

Hari ini kami menghadiri pesta perkawinan Pdt. Kristian Saragih dengan tunangannya boru Sinaga dan jumpa Jupin di Sondi Raya. Kristian adalah anak Rudolf alm., adik Jupin dan isterinya Damiah. Pesta diadakan di halaman gereja GKPS Sondiraya, dimana kami tondong Sigumonrong "manghioui" (mangulosi, bah. Toba).

Saya gembira ketemu banyak saaudara sepupu keturunan amboru Bede, adik perempuan Bapak saya: Kak Ruliah (Liki), Marienta (Etta), Malonni (Ninni), Nanni dan teristimewa Jupin, satu-satunya anak- laki-laki yang masih hidup dari mangkela Justin Saragih Sumbayak, gelar Rumah Tongah Raya.

Jupin tidak ada di tempat pesta. Menurut informasi dia dilarang anaknya pergi ke tempat itu. Mereka beragama Islam dan dia sudah Haji. Memang praktek beragama masih sering dilakukan dengan pemikiran sempit, seakan-akan perilakulah yang menentukan kesalehan pemeluknya menyembah Tuhan. Memang cerita Jupin ini layak diceritakan sebagai suatu pelajaran beragama.

Jupin mengawini putri Minang dan masuk agama Islam tahun 50-an, tinggal di Pekanbaru. Hal ini tidak diterima oleh kedua orangtuanya yang mana bapaknya adalah Penatua (Sintua) di gereja di Sondiraya. Anaknya yang pertama yang kemudian diberi nama Jupri, diambil alih oleh orang tuanya Jupin ke Sondiraya, dididik menjadi orang Kristen yang taat dan diadopsi sebagai anak kandungnya. Ini kan bisa dikatagorikan sebagai pelanggaran hak azasi manusia? Tapi inilah kenyataanya. Dia tidak boleh kembali kepada orang tua kandungnya dan baru sesudah dia besar diketahuinya siapa ayah dan ibu kandungnya.

Jupin tadi bercerita bahwa dengan hadirnya Jupri di keluarga neneknya, maka ada pengganti Jupin yang sudah "hilang" itu di keluarga oppungnya. Maka terobatilah kepedihan luka hati oppung itu dengan hadirnya cucu pengganti anak yang hilang. Ned, adik saya bercerita, ketika Jupri kuliah di Bandung, mama kandungnya menawarkan untuk membelanjainya sekolah sampai tamat, asal mau ikut agama Islam. Tapi Jupri menolak dan konon kabarnya karena itulah tidak selesai perkuliahannya akibat tidak ada biaya yang mencukupi.


Keterangan foto: Kunjungan kami di rumah makkela Justin dengan Jupin: Ned, Asri, Sarmedi, Jupin, Menni, Albert, Merly dan amboru Takkas (Ny. Johan Girsang)

Mengenang semua pergumulan keluarga makkela Justin Saragih memang meninggalkan cerita yang menggetarkan. Mungkin inilah tugas baru orang yang beragama sekarang, bagaimana orang harus menjadi toleran, lebih memberi peluang kepada orang lain beragama sesuai dengan keyakinannya sendiri, walaupun anak kandungnya sendiri. Sebaiknya setiap orang yang sudah dewasa bebas menentukan agamanya masing-masing. Mengubah agama memang tidak semudah membalikkan tangan, tapi menutup kemungkinan pindah agama juga melanggar hak azasi manusia dan tidak agamawi, tidak religius dan tidak sesuai dengan iman kristiani. Sebenarnya kalau dipikir, Tuhan Muslim dan Tuan Kristen kan Tuhan yang satu itu juga. Tuhan yang kita sembah itu kan Tuhannya Abraham yang percaya itu dan Tuhan kita itu juga yang disembah orang Islam. Mengapa saya tidak bisa akrab dengan saudara saya yang berbeda agama? Keakraban itu tidak akan mengurangi keimanan saya dan malah memperkayanya.

4 Desember 2004
Dibawah ini saya lampirkan satu foto dari tahun 1927 yang menggambarkan keakraban keluaraga oang tua saya, St. Tarianus Purba Sigumonrong dengan Keluarga St. T. Justin Saragih Sumbayak.

Keterangan foto:Duduk di atas kursi dari kiri ke kanan: St. Lamat Merludikan Purba (adik Tarianus), St. Tarianus Purba, St. Justin Saragih dan disampingnya berdiri Jalen Saragih (anak sulung Justin). Berdiri di belakang dari kiri ke kanan: Mulatua Sinaga Ibu dari ibu saya, Dorianna Saragih (ibu dari bapak saya), Dinaria Kunim Saragih (ibu saya) menggendong anaknya Menna, Bede (amboru saya=adik bapak saya) menggendong anaknya Dorli, Kantina (adik Justin) dan Oti Omentina (amboru=adik Bapak saya). Duduk di depan di atas tikar dari kiri ke kanan: Zakana Saragih (anak kedua Justin), Sintamina Purba (kakak saya tertua) dan Saridin (abang saya, anak kedua dari Tarianus).

Dari foto ini nampak kekompakan dan keakraban mereka yang bersaudara, atau beripar. Dari apa yang diceritakan ibu bapa saya dulu waktu saya masih di bangku Sekolah Rakyat, memang sering ada gesekan antara mereka, tetapi selalu dapat diatasi sehingga tidak menjauhkan tali persaudaraan antara kedua keluarga. Keakraban ini saya rasakan sendiri kalau saya dahulu jumpa dengan mangkela dan amboru saya ini. Ada perasaan saya bahwa dia peduli terhadap saya. Walaupun kami anak-anak mereka mungkin tidak seakrab mereka karena tempat tinggal yang sudah berjauhan, tapi masih terasa getaran persaudaraan itu.

Satu hal yang sering mencuat dari keluaraga ini adalah perbedaan mereka yang bersaudara tiri, walaupun ini diselesaikan dengan cara yang baik. Konon kabarnya waktu mangkela Justin masih beranak dua (Jalen dan Zakana), isterinya yang juga boru Purba Sigumonrong, meninggal dunia. Sebagai isteri kedua maka dia mengawini amboru Bede, adik Bapak saya. Menurut cerita itu Bapak saya dengan rela menyerahkan adiknya ini kepda Justin karena mereka memang berteman. Ini juga menandakan keakraban dalam kekerabatan adat di Simalungun.

Dalam hal tugas menanggungjawabi urusan adat pada upacara-upacara resmi di rumah orang tua saya, kesan saya selalu dirasakan kurang kompak. Ini juga terasa pada anak-anak mangkela Justin. Mungkin anak-anak mereka akan berbeda, lebih mendekatkan diri, seperti yang kita harapkan dari Pendeta Kristian yang baru melangsungkan pernikahannya kemarin di Sondi.