Friday, December 29, 2006

IN MEMORIAM LESMAN PURBA

Jumat, 29 Desember 2006

IN MEMORIAM LESMAN PURBA

Oleh Sarmedi Purba

Mayor Polisi (Purnawirawan) Lesman Purba telah tiada. Pada hari Jumat sore, 26 Desember 2006, jam 18.15 Abang Lesman menghembuskan nafasnya terakhir pada umur 81 tahun , 3 bulan dan 7 hari meninggalkan isterinya Kak Jubaidah dan 10 orang anak (3 putra dan 7 putri) yang semuanya sudah berkeluarga.

Beberapa tahun terakhir ini Bang Lesman sekali sebulan datang ke rumah saya di Jalan Mesjid, Timbang Galung, Pematangsiantar, biasanya sebelum atau sesudah mengambil uang pensiunnya di Kantor Bendahara Negara Jalan Kartini, yang tidak jauh dari rumah kami. Kami ngobrol, tentang cerita lama, sejarah lama, kenangannya waktu di Raya sebelum Jepang datang, masa Jepang, waktu revolusi sosial. Begitu juga dia pernah cerita tentang pengalamannya di sekolah Polisi di Sukabumi (1950 – 1951), kemudian dikirim ke Kalimantan tahun 1951.

Walaupun dia lebih tua 14 tahun dari saya, rasa persaudaraan kami sangat kental sekali, cerita seperti teman sebaya, termasuk cerita tentang pribadinya, malah hal-hal yang sangat intim pun diceritakan. Karena itu saya ingin menggambarkan – dari sudut pandang saya – pribadi Lesman Purba sebagai manusia sosial yang dikenal oleh masyarakat Simalungun pada masanya. Mudah-mudahan masyarakat Simalungun akan mengenang Bang Lesman dan tidak melupakan sosok orang baik ini.

Lesman Purba sebagai politisi.
Dari cerita orang dan yang saya dengar dari „parbualan“ kami, Lesman Purba masuk Golkar sejak awal berdirinya Golkar (dengan nama Sekber Golkar) dari unsur Kekaryaan ABRI, di mana polisi termasuk di dalamnya.

Lesman Purba sudah diangkat menjadi anggota DPRD-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong) dari unsur ABRI pada tahun 1968, pada tahun-tahun permulaan pemerintahan Presiden Soeharto.
Menjelang Pemilu 1971, pemilihan umum pertama zaman orde baru, dia berusaha tanpa pamrih mengajak teman-temannya dari Simalungun memasuki dunia politik dengan tujuan agar mereka ikut menentukan arah pembangunan di Simalungun. Pada waktu itulah dia sebagai abang kami mendesak agar abang saya, Mansen Purba, SH, menjadi calon legislatif dari Golkar. „Waktu itu saya bilang sama Mansen agar dia tidak ragu-ragu, kita harus bermasyarakat“, katanya. Pada DPRD hasil Pemilu 1971, dia sendiri diangkat kembali menjadi anggota DPRD Kabupaten Simalungun dari Fraksi ABRI, unsur Kepolisian.

Lesman Purba dikenal sebagai orang yang jujur dan mempunyai analisa politik yang tajam. Karena itulah dia tetap di Golkar setelah pensiun dari Kepolisian, dan ditugaskan kembali menjadi anggota DPRD Kabupaten Simalungun masa bakti 1977-1982, dan pada Pemilu 1982, dia dicalonkan oleh Golkar dan terpilih, sehingga duduk di Dewan itu sampai tahun 1987.

Lesman selalu berpendapat bahwa pengangguran sebenarnya tidak harus ada di Sumatera ini kalau orang mau bekerja keras dan tidak bermalas-malas seperti yang sering kita lihat pada masyarakat kita. Banyak kerja, kalau kita mau, katanya. „Tetapi kalau sepanjang hari orang main catur di kedai tuak, bagaimana tidak jatuh miskin“, katanya.

Salah satu proyek yang saya ingat diperjuangkan oleh Lesman Purba adalah pembangunan Air Minum di Kecamatan Raya, yang sampai sekarang masih ada.

Lesman Purba sebagai sorang polisi.
Sebagai polisi di Siantar ini saya belum pernah menangkap orang, memproses penangkapan orang, katanya. Jadi apa gunanya jadi polisi? Rupanya Bang Lesman ini kerjanya lebih banyak mengurusi kesejahteraan anggota kepolisian, termasuk mengurus koperasi, mengurus beras dan lauk pauk anggota kepolisian Resort Simalungun.

Tapi dia pernah ikut menumpas pemberontakan DI/TII di Kalimantan dan untuk itulah dia dikirim ke sana. Sesudah tugas tersebut selesai (4 tahun di Kalimantan) Lesman minta dipindahkan ke Sumatera karena dia berasal dari sana. Permohonan itu terkabul dan dia ditempatkan selama 2 tahun di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), dari tahun 1955 sampai 1957. Kemudaian dipindahkan lagi ke Labuhan Bilik, dimana dia bertugas selama 4 tahun sampai 1961. Perpindahan berikutnya adalah ke Dairi (Sidikalang) selama 2 tahun, baru diperbolehkan pindah ke kampungnya sendiri di Pematangsiantar pada tahun 1963, di mana dia pensiun dengan pangkat Mayor pada tahun 1980.

Manusia sosial.
Abang Lesman ini dalam hidupnya dia tak pernah diam. Dia selalu aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Sebagai polisi dia pernah ikut sebagai pengusaha kolam renang Siantar. Dia pernah membangun koperasi di Kecamatan Siopat Suhu Kota Siantar dan berhasil sebagai salah satu percontohan koperasi yang berkembang pada masanya. Kabarnya, karena koperasi ini banyak dicampuri pihak luar, termasuk aparat pemerintah, maka koperasi yang sudah terbangun itu lambat laun menjadi ambruk.

Sesudah pensiun dia berladang di Hapoltakan, Kecamatan Raya. Dibangunnya rumah di ladang itu. Kemudian dia membangun rumah makan RIAHDO di dekat Pekan Raya, yang sampai sekarang masih eksis, dilanjutkan oleh anaknya sendiri.

Pada awal sembilanpuluhan dia mendirikan Partumpuan Purba Sigumonrong, Boru pakon Panogolan di Siantar dan sekitarnya. Semua anak-anaknya diajaknya masuk kumpulan ini yang melaksanakan arisan sekali sebulan.

Pada tahun 60-an Lesman bersama saudara sepupunya Saridin dan Sudiman membuat kesepakatan (pati-patian) tentang SIGUMONRONG 19. Keunikan gagasan ini adalah bahwa mereka 19 bersaudra dari satu Kakek, Oppung Mariam Purba Sigumonrong, adalah satu keluarga yang disebut sisada hasuhuton. Artinya, walaupun mereka terdiri dari sepupu yang mempunyai 5 bapak dari 3 nenek perempuan yang berbeda (Kakek mereka, Mariam, mempunyai 3 isteri), mereka adalah sama-sama suhut atau tuan rumah pada upacara adat pada semua keluarga dan keturunan 19 orang bersaudara itu. Ini mempunyai implikasi bahwa kalau sesorang dari sepupu 19 mengawinkan anak, maka semua sanina-19 bertanggungjawab sebagai orang tua dan saudara, mereka tidak datang sebagai keluarga sibiak sanina tapi benar-benar sebagai tuan rumah, suhut bolon pada upacara adat itu.

Walaupun abang saya ini beragama Islam yang taat, dia tidak pernah melepaskan atau merenggangkan kekerabatannya dengan semua keluarganya yang kebanyakan beragama Kristen. Saya merasa bahwa perbedaan agama seperti yang kami alami tidak pantas menjadi perseteruan di tengah keluarga dan ini sering saya bawa sebagai contoh dalam kehidupan bermasyarakat di daerah ini.

Pernah sekali saya tanya, apakah dia masuk Islam karena kawin dengan isterinya yang beragama Islam. Tidak, katanya. Saya waktu pindah dari Jawa ke Kalimantan sudah masuk Islam dan saya tidak pernah masuk Kristen di Raya. Buktinya, ayah saya baru masuk Kristen sesudah saya kembali ke Siantar, katanya berapi-api.

Sebagai seorang Islam yang taat dan sudah menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 1996, dia berpesan agar pada pemakamannya tidak usah pakai upacara adat Simalungun seperti pakai porsa (ikat kepala dengan kain putih sebagai penghormatan kepada orang yang sudah sayur matua), tidak usah mangiligi (menerima kedatangan sanak saudara sebagai penghormatan terakhir) dan lain sebagainya yang biasanya dilakukan pada upacara pemakaman di daerah adat Simalungun.

Namun Abang Lesman ini melakukan upacara adat Simalungun pada semua perkawinan anak-anaknya. Yang menarik, pada keluarga ini disediakan juga dayok nabinatur (ayam yang diatur sesuai bagian-bagiannya dari kepala, kaki sampai ekor, yang dipersembahkan sebagai makanan adat), tetapi tidak dengan campuran darah seperti biasanya di kampung, tetapi dengan bumbu khas Simalungun dan bisa dimakan oleh penganut agama Islam.

Abang Lesman menurut saya adalah sosok manusia yang diberkati Tuhan, pemurah dan selalu siap menolong. Semua adik-adiknya diurusnya, mulai dari urusan sekolah, mengawinkan dan mencari kerja. Bukan itu saja, dia hormat sekali kepada tondongnya, khususnya yang bermarga Saragih Garingging. Garingging adalah keluarga ibunda Lesman Purba, yang kebetulan adalah saudara perempuan Raja Tua Tuan Hapoltakan Saragih Garingging yang memerintah di Kerajaan Raya sejak Tuan Rondahaim wafat (1890) sampai tahun 1933.

Memang ibunda Lesman Purba meninggal pada masa evakuasi (mengungsi) pada pergolakan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Ibunya jatuh sakit di barak pengungsi dan meninggal tahun 1947, masih sempat dilihat sepupunya Saridin Purba dan Jansen Saragih Garingging di Aman Raya waktu itu.

Mungkin karena itulah Lesman Purba menganggap sebagai kewajibannya mengurus semua urusan Saragih Garingging, mulai dari urusan perkawinan, mencari kerja, membantu dengan pemberian dana, mengurus tanah leluhur Garingging, dan banyak lagi urusan yang tidak dapat disebut satupersatu di sini.

Menurut kepercayaan lama suku Simalungun orang yang hormat kepada tondongnya akan mendapat pahala dan yang tidak melakukannya, tanamannya akan mati (melus suan-suananni = tananmmnya layu). Karena penghormatan Bang Lesman inilah kepada tondongnya maka rejekinya selalu baik dan terutama anak-anaknya berhasil dalam keluarga dan pekerjaannya. Anaknya sudah ada yang menjadi orang yang berada di Jakarta, ada yang sudah jadi Kepala Pabrik di PTPN, ada pula yang jadi pegawai PAM yang senior, pemeriksa di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jakarta, dan banyak lagi hasil karya anak-anaknya sudah kelihatan pada masyarakat di Siantar Simalungun dan di Jakarta. Pokoknya tidak ada anaknya jadi preman atau pengangguran.

Saya mengajak kita semua mengenang Lesman Purba dan mempelajari dan mengingat jasa-jasa dan perbuatannya sebagai sosok yang patut dicontoh oleh generasi penerus.
Photobucket - Video and Image Hosting
Haji Lesman Purba

Photobucket - Video and Image Hosting
Sanina, Boru, Sikkuta pada acara pemberangkatan jenazah ke Mesjid Al Ikhlas

Photobucket - Video and Image Hosting
Bunga Papan dari Pimpinan DPRD Simalungun disamping Bunga Papan dari Bupati Simalungun Drs Zulkarnain Damanik MM dan DPD Golkar Kab Simalungun

Photobucket - Video and Image Hosting
Anak dan Isteri Lesman Purba

Tuesday, December 26, 2006

Wah, Masih ada orang dipasung di Samosir - sejak 21 Tahun

Photobucket - Video and Image Hosting

Sungguh luar biasa. Walaupun kedokteran modern telah lama masuk Indonesia yang sudah 61 tahun merdeka, masih ada orang yang dipasung di negeri ini.

Ini cerita dari dr Regina Tatiana Purba, yang sedang bertugas dengan 3 orang temannya dokter spesialis di Samosir (dr. Hervita Diatri, SpKJ/Kes. Jiwa, dr. Ramzi, Sp An/Anestesi dan dr. Theresia Santi, SpA/Anak):

Dua puluh satu tahun dipasung, akhirnya bebas

Setelah 1 bulan 3 minggu kami di sini, dr. Hervita Diatri SpKJ ( Kedokteran Jiwa ) menyusul kami untuk bertugas di Samosir. Vita datang dengan membawa anaknya Hagai dan mbaknya Hagai, Rini. Vita yang orang jawa ( tapi nga gabe boru Sinaga ) adalah Nyonya Situmorang. Biasanya kalau orang di rumah sakit bertanya kepadanya dia boru apa, dengan halus dan berlogat jawa dia menjawab.. boru Sinaga… hehe.. orang-orang bingung.. boru Sinaga kok Jawanya kental banget…

Perkerjaan Vita di rumah sakit tidak dimulai dengan menunggu pasien datang. Setelah mendapat informasi bahwa tak jauh dari rumah sakit ada sebuah Panti yang dikelola oleh geraja Betel, dia langsung menjemput bola. Panti tersebut bernama Panti Sadar, mengelola 45 orang yang diduga memiliki gangguan jiwa. Karena keterbatasan dana mereka tidak menggunakan obat untuk pasien-pasiennya, tetapi menggunakan terapi doa. Setelah Vita datang dia mulai memeriksa satu persatu pasien-pasien tersebut dan mulai memberikan obat ( ada banyak obat gratis yang di bawa Vita dari Jakarta ). Selanjutnya Vita melaporkan Panti ini ke Dinas Kesehatan, dan orang-orang Dinas berjanji akan membantu penyediaan dana untuk mendukung Panti tersebut dan untuk pemberian obat selanjutnya.

Tiga hari yang lalu Vita mendapat informasi dari seorang dokter umum, yang tugasnya berkeliling dari desa ke desa untuk mengobati orang sakit, bahwa di sebuah desa di kecamatan Nainggolan ( 1 jam dari Pangururan ) ada seorang Bapak yang berusia 56 tahun yang telah dipasung kedua kakinya oleh keluarganya. Bapak tersebut diletakkan di dalam sebuah ruangan yang kelihatannya seperti kandang, seluruh aktivitasnya dari mulai makan hingga buang air dikerjakan di dalam tempat itu. Yang juga menyedihkan kedua tungkai bawah bapak ini sudah mengecil ( atrofi ) setelah 21 tahun tidak digunakan. Vita melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan, pemerintahan desa setempat hingga muspika. Keluarga pasien juga telah didekati oleh dokter umum tersebut dan mereka setuju untuk menyerahkan pasien untuk diobati.

Vita pun berangkat ke desa tersebut ditemani oleh orang-orang dinas kesehatan dan perawat. Sesampainya di sana mereka disambut oleh keluarga, masyarakat setempat, kepala desa dan muspika. Setelah melakukan pemeriksaan dan memberikan obat, tibalah saatnya untuk melepaskan pasung. Dengan menggunakan gergaji yang cukup besar pasung pun terlepas. Pak Sakiel yang telah dipasung selama 21 tahun langsung berteriak mengucapkan doanya keras-keras dalam bahasa Batak. Dia menundukkan kepala dan terus berdoa hingga cukup lama. Setelah itu pak Sakiel lalu dimandikan, sikat gigi dan cukuran serta dipakaikan baju yang bersih. Lalu beliau dibawa ke RSU dr. Hadrianus Sinaga di Pangururan. Sore hari, setelah beristirahat, pak Sakiel berusaha turun dari tempat tidur dan berjalan, tapi tidak bisa dan beliau terjatuh. Kaki yang sudah sekian lama tidak digunakan sudah tidak berfungsi lagi, sehingga bukan saja dia harus berobat karena kondisi kejiwaannya tapi juga harus mengatasi kelumpuhannya.

Kondisi ini memang sangat mengerikan, di zaman seperti sekarang ternyata masih ada orang yang dipasung karena penyakitnya. Padahal obat-obat canggih untuk penyakit jiwa sudah banyak ditemukan. Dan apakah tidak ada hukum yang melindungi orang-orang ini sehingga keluarganya merasa berhak untuk memasungnya selama 21 tahun? Dengan pengobatan yang benar seharusnya mereka tetap bisa berfungsi dan diterima ditengah-tengah masyarakat.

December 25, 2006


Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Sunday, December 24, 2006

XMAS AT HOME

Photobucket - Video and Image Hosting

Natal 2006 di Jalan Mesjid 41 dengan:
XMas 2006 at home:

Martua, Tati, Rosa dan Clara
Vita (Ny. Herbert Situmorang) dan Hagai

Wednesday, December 13, 2006

Fotobericht der Niaskinder *Berita Foto Asrama Anak Nias

Bericht ueber die Kinder von Nias
Stand 13 Dezember 2006
Berichtserstatter: Frau Gertrud Poerba

24 Kinder aus Nias, deren Eltern und Verwandten ihre Habe und zum Teil ihr Leben verloren haben, durch die Tsunami Katastrophe an Weihanachten 2004 und das nachfolgende schwere Erdbeben im Maerz 2005, gehen seit Mai 2005 hier in Siantar zur Schule.

Spender dieses Projektets ist zur Zeit der Lionsfoerderverein Gelnhausen: unsere Kinder sind 11-18 Jahre alt; zum Abschluss des Schuljahres im Juni 2006 haben alle Kinder das Klassenziel erreicht. Einer unserer Mitschueler hatte das beste Zeugnis seiner Klasse bekommen koennen.

Die Schulferien verbrachten die Kinder zusammen mit der Heimleitung auf der Insel Samosir am Tobasee, etwa 50 km suedwestlich von Siantar.

Im Juli begann das Schuljahr und wie wir mit grosser Freude bemerkt haben, kommen unsere Kinder in der Schule gut zurecht. 11 unsere Mittelschueler und 3 Oberschueler bereiten sich nachmittags auf die nationale Abschlusspruefung der Mittel- bzw Oberschule vor, die in April 2007 stattfinden wird.

Auch diesmal werden unsere Kinder Weihnachten und Neujahr bei ihren Verwandten auf Nias verbringen, damit die Kinder ihre Kontakte mit den noch ueberlebenden Verwandten nicht verlieren.

Am 20. Dezember veranstalten die Kinder und ihre Heimleitung eine Weihnachtsfeier, diesmal zusammen mit den Weisenkindern der Christilichen Batakkirche, bevor sie dann am 23. Dezember nach Nias abreisen.

Am 6 Januar kommen die Kinder wieder zurueck nach Siantar, um weiter zur Schule zu gehen.

------------------------------

TAGESABLAUF DER KINDER AUS NIAS

Der Tagesablauf unserer Kinder waehrend der Woche mag fuer deutsche Verhaeltnisse ziemlich spartanisch sein.

Diana Gulo, eines unserer Maedchen, die die 2. Klasse Mittelschule besucht, berichtet wie folgt:

Wir stehen jeden Morgen um 5 Uhr auf, waschen unsere Kleider vom Tag zuvor, machen unsere Betten und saubern das Haus. Jungen und Maedchen arbeiten zusammen, jeder hat seine Pflichten, die erledigt werden muessen.

Nachdem wir geduscht und angezogen sind, findet eine kurze Morgenandacht statt und wir alle fruehstuecken zusammen. Um 7.15 gehen wir alle zur Schule.

Um 14.00 Uhr ist der Unterricht zu Ende und wir essen um 14.30 gemeinsam zu Mittag. Nach einer Ruhepause haben etwa 14 von uns am Nachmittag Zusatzunterricht in der Schule, um sich auf die nationale Abschlusspruefung der Mittelschule bzw der Oberschule, die im April 2007 statfinden wird, vorzubereiten.

Um 7 Uhr abends ist ein gemeinsames Abendessen. Anschliessend findet eine kurze Abendandacht stat. Danach machen wir Schularbeiten. Um 10 Uhr gehen wir alle schlafen.

Natola Gulo, einer unserer Jungen, der die dritte Klasse Oberschule besucht, fuegt in seinem Bericht noch folgendes hinzu:

Nachdem in den letzten Monaten oft der elektrische Strom ausfiel, haben wir einen Generator bekommen, den ich zusammen mit meinem Schulfreund warte. Wir kuemmern uns um das Benzin fuer den Generator und schalten ihn abends an, damit wir alle Schularbeiten machen koennen und es nicht so dunkel ist, wenn die juengeren Kinder schlafen gehen, weil sie sich sonst fuerchten.

Am Sonntag morgen gehen wir um 8 Uhr gemeinsam in die Kirche, danach haben wir alle frei.

Viele von uns haben Schulfreunde, die in Siantar wohnen; sie kommen uns besuchen oder wir sind bei ihnen zu Hause eingeladen. Oft machen wir zusammen ein Picknick in der Umgebung von Siantar, manchmal spielen wir zusammen Fussball oder wenn schlechtes Wetter ist, sehen wir uns einen Film im Fernsehen an.

Seit wir in Siantar in die Schule gehen, haben wir viele gute Erfahrungen gemacht mit unseren Mitschuelern und Lehrern. Wir wohnen gerne in unserem Haus und haben im Garten schon etwas Mais angepflanzt.

Jeden von uns bekommt im Monat Rp 30.000 Taschengeld. Vielen, vielen Dank unseren Spendern.

Photobucket - Video and Image Hosting
Die Niaskinder freuen sich ueber die Brochure aus Deutschland

Photobucket - Video and Image Hosting
Man interessiert sich, was man in Deutschland ueber die Niaskinder schreiben

Photobucket - Video and Image Hosting
So sieht ein Zimmer der Maedchen aus

Photobucket - Video and Image Hosting
Und das Zimmer der Jungs sind turbulenter

Photobucket - Video and Image Hosting
Gemeinsames Essen waehrend des Besuches von Prof. Wolfgang Koenig am 20.11.2006

Photobucket - Video and Image Hosting
Lachende Kinder mit Dr Sarmedi Purba und der Heimleiterin, Diakonissin Hella Siringoringo

Tuesday, December 12, 2006

Breaking News: Sarmedi Purba Gabung ke Partai Demokrat

Breaking News: Sarmedi Purba Gabung ke Partai Demokrat.

Sarmedi Purba yang selama ini dikenal sebagai Koordinator Daerah Pemilihan (KDP) Sumut 3 dari Partai Buruh telah maasuk Partai Demokrat dan turut dilantik sebagai Ketua Dewan Pakar DPC Partai Demokrat Kabupaten Simalungun oleh Bapak Budi Utomo di Gedung Olah Raga Pematangsiantar, 12 Desember 2006 yang lalu, bersama anggota DPC Partai Demokrat lainnya, dipimpin ketuanya John Huga Silalahi.

Sarmedi yang juga Ketua PIKI Siantar Simalungun bercita-cita untuk memperjuangkan pembentukan daerah otonomi baru di Sumatera Utara dan khususnya Simalungun, dengan kawan-kawannya seperjuangan yang sama-sama bergabung dalam Partai Demokrat. “Teman-teman saya sudah sepakat, kita mengupayakan percepatan pembangunan dengan mendekatkan kepala daerah dengan rakyat yang salah satu cara adalah dengan “pemekaran daerah” seperti pembentukan daerah otonomi Tapanuli yang sudah diambang pintu, Kabupaten Batubara yang baru disahkan DPR.“



“Kita mau perjuangkan agar agar daerah otonomi baru juga di Kabupaten Simalungun, misalnya Kabupaten Simalungun Hataran yang sudah lama diperjuangkan oleh tokoh-tokoh politik di daerah ini. Nanti ibukota kabupaten baru ini adalah Perdagangan. Dengan demikian kota Perdagangan akan lebih cepat berkembang sebagai ibukota kabupaten, sama dengan percepatan pembangunan Pematang Raya sebagai ibukota Kabupaten Simalungun yang sudah disahkan oleh Pemerintah Pusat”, kata Sarmedi yang sehari-hari bekerja sebagai dokter spesialis kandungan di RS Vita Insani Pematangsiantar.

Dokter lulusan Jerman ini mempunyai visi politik agar jalan-jalan ke kecamatan-kecamatan di Kabupaten Simalungun diperbaiki lebih cepat dan kalau perlu dibangun baru seperti dari Kecamatan Raya ke Kecamatan Raya Kahean, dan Kecamatan Silou Kahean. “Bagaimana rakyat bisa makmur kalau sarana jalan saja tidak bisa dibangun walaupun sudah 61 tahun Indonesia Merdeka”, kata Sarmedi.

Pada 12 Desember 2006 Sarmedi sudah pamit dari Ketua Umum Partai Buruh (PB) Muchtar Pakpahan dan Ketua DPC PB Kab. Simalungun Pasu Malau. “Mereka sudah melepas saya dengan mengucapkan selamat berjuang dan selamat jalan“, katanya.

Photobucket - Video and Image Hosting

HARIAN SIB:
Dr Sarmedi Purba SpOg, Pamit dari DR Muktar Pakpahan Pindah ke Partai Demokrat
Written by Redaksi
Dec 14, 2006 at 08:14 AM
Pematangsiantar (SIB)
Dr Sarmedi Purba SpOg, yang selama ini dikenal sebagai ketua DPC PIKI (Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia) Siantar-Simalungun dan......
sebagai kordinator daerah pemilihan (KDP) Sumut 3 Partai Buruh, sejak 12 Desember 2006 pindah dan sekaligus dilantik sebagai ketua dewan pakar DPC Partai Demokrat Simalungun pimpinan Ir Jhon Hugo Silalahi MM oleh Ketua Umum Partai Demokrat Budi Utomo di GOR Siantar.
Ada beberapa agenda politik yang harus terus diperjuangkan, di antaranya pembentukan daerah otonomi, baik itu Propinsi maupun kabupaten/kota, maka menjadikan agenda itu terwujud haruslah dengan partai yang kuat dan visi yang jelas. ”Teman-teman saya sudah sepakat, kita mengupayakan percepatan pembangunan dengan mendekatkan kepala daerah dengan rakyat, yang salah satunya dengan Pemekaran daerah,” katanya.
Propinsi Tapanuli yang sudah di ambang pintu adalah keinginan rakyat dan harus jadi, meski saya tahu perjuangan itu cukup berat, tapi dengan figur seorang tokoh masyarakat seperti DR GM Panggabean dengan Tim serta kawan-kawannya, segala rintangan dilalui dengan bijak. Perjuangan menjadikan Propinsi Tapanuli ini patut didukung semua pihak, karena tujuannya untuk mendekatkan segala urusan dekat dengan rakyat. Demikian juga Kabupaten Batubara telah jadi, kini perjuangan “Kabupaten Simalungun Hataran” masih tersendat-sendat dan ini pun harus dipacu, kata Sarmedi Purba, Dokter lulusan Jerman ini kepada SIB, Rabu (13/12).
Visi politiknya di Simalungun tentu membangun infrastruktur yang kini sarana jalan transportasi banyak yang rusak harus diperbaiki dan pembukaan jalan baru agar hasil bumi mempunyai nilai jual yang tinggi. Tentang hengkangnya dari Partai Buruh bukan karena ada konflik, tapi dengan baik-baik sudah pamit dari ketua umum Partai Buruh DR Muktar Pakpahan SH MH serta dari ketua DPC Partai Buruh Simalungun, Pasu Malau SH. (E5/h)

Saturday, December 09, 2006

DISKUSI PUBLIK TENTANG POLIGAMI DI INDONESIA

DISKUSI PUBLIK TENTANG POLIGAMI DI INDONESIA
Pendapat Sarmedi Purba
Masalah Poligami bukan masalah agama saja, tetapi masalah sosial, ekonomi dan politik bangsa Indonesia, khususnya masalah HAM perempuan.

Masalah poligami tidak pantas dicoret dari agenda sosial politik nasional karena menyangkut hak azasi perempuan. Alasan masih banyak masalah lain yang lebih penting dan belum terselesaikan di Indonesia dan keterpurukan Indonesia sekarang, tidak dapat diterima untuk menyetop diskusi pro kontra poligami di Indonesia. Karena salah satu sebab keterpurukan Indonesia adalah diskriminasi kelompok marjinal di daerah miskin dan didalamnya termasuk kaum perempuan. Bagaimana Indonesia bisa berhasil dalam pembangunan fisik dan spiritual kalau separuh warganya sebagai jenis kelamin perempuan tidak mempunyai hak yang sama seperti warga lainnya.

Dari segi kesehatan saja poligami tidak memberikan keadilan. Kalau seorang isteri sakit kelamin maka isteri lainnya juga dipaksa untuk mengidap penyakit yang sama. Belum lagi masalah kesehatan jiwa isteri yang cemburu dalam hal ekonomi, sosial dan sex. Kalau kita perpanjang lagi dalam masalah Keluarga Berencana, sangatlah kontrdiktif sekali. Karena kalau seorang lelaki mempunyai isteri 4 orang, pasti masing-masing mereka minta 2 anak dan kadang malah lebih kalau belum mendapat jenis kelamin anak yang diinginkan. Dan memang tidak jarang kalau si lelaki poligamis ini akan mengurusi lebih dari 10 anak. Nah, apakah bisa dikategorikan sehat kalau seorang ayah harus membagi kasihnya kepada 10 anak, dari sudut pendidikan anak, psikologi dan mental anak-anak itu.

Sering pendukung polygami mencari pembenarannya sendiri dengan dalih bahwa suami yang monogamis sering punya isteri simpanan. Pembenaran ini tidak dapat dierima akal sehat karena isteri simpanan yang dilegalisir sama dengan dekriminalisasi perbuatan pidana. Itu sama dengan kalau kita buat peraturan perundang-undangan yang membenarkan tindakan korupsi seperti belakangan ini kelihatan dilakukan untuk membenarkan penghamburan uang rakyat yang sempat dilakukan kalangan legislatif di pusat dan daerah (ada uang sewa rumah, uang pesangon, uang jerih payah, uang jalan, uang pindah, dll).

Karena itu saya berpendapat bahwa pembangunan masyarakat yang beradab dan berkeadilan sosial harus dibicarakan dengan cermat, intensif dan luas di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya dengan mengikutsertakan pemuka kaum perempuan. Usul saya agar masalah ini diserahkan kepada rakyat Indonesia untuk memutuskannya dengan jajak pendapat demi keadilan untuk 50% penduduk perempuan Indonesia.

Negara ini kapanpun tidak akan maju kalau separuh penduduknya yang kebetulan perempuan itu didiskriminasi dan tidak diberi hak yang sama dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

9 Desember 2006

Dr.med. dr. Sarmedi Purba, SpOG
Ketua DPC Persatuan Intelegensi Kristen Indonesia (PIKI)
Kota Pematangsiantar
Direktur PT Vita Insani Sentra Medika Pematangsiantar
Ketua Dewan Pakar DPC Partai Demokrat Kabupaten Simalungun
Website kegiatan:
http://sarmedipurba.blogspot.com
www.binainsani.org
www.vita-insani.co.id

Photobucket - Video and Image Hosting

Friday, December 08, 2006

HARI AIDS SEDUNIA 2000: KLIPING KORAN

Peringatan Hari AIDS se-Dunia di Simalungun Dihadiri Palang Merah Jepang & Jerman Written by Redaksi
Dec 08, 2006 at 08:19 AM

Simalungun (SIB)
Peringatan hari AIDS se dunia dan perkampungan peduli HIV-AIDS Simalungun P Siantar dipusatkan di Lemdikacab Pramuka Simalungun Jalan Asahan Km 7 P Siantar, Kamis (7/12) dihadiri utusan Palang Merah (PM) dari Jepang Miss Tamaki Hatano, sekaligus sebagai Ketua Tim Pelaksana Program HIV/AIDS/Delegate Japanese Red Cros Society dan PM Jerman Mr Petrick.

Wakil Bupati Simalungun Pardamean Siregar SP membacakan kata sambutan Menkokesra Ir Abu Rizal Bakrie, di antaranya menyebutkan, masalah HIV dan AIDS tidak saja menjadi masalah kesehatan, tapi secara tidak langsung menjadi persoalan sosial, politik, bahkan ekonomi yang sangat serius. Secara makro, epidemi ini telah menjadi penghambat utama bagi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, terutama di negara-negara Afrika Sub Sahara akibat penurunan produktifitas secara kolektif.

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Siantar-Simalungun Dr Sarmedi Purba memberi warning dan kewaspadaan bahaya penyakit HIV/AIDS serta penyebarannya. Khusus sumut sudah menjadi peringkat 6 secara nasional penyebaran AIDS ini. Lebih khusus lagi di P Siantar telah ditemukan 8 orang, dan di Kabupaten Simalungun 11 orang penderita AIDS.

Menurut Sarmedi Purba bahwa rumus dari WHO adalah adalah tansaksi jumlah penderita 100 kali lipat, yang artinya di Siantar - Simalungun bisa saja sudah ada yang berpenyakit AIDS sebanyak 1900 orang tanpa diketahui oleh petugas kesehatan.

PMI cabang Siantar - Simalungun menyatakan bertanggungjawab dalam penyaluran darah yang aman dan bebas dari virus HIV-AIDS, termasuk penyakit menular lainnya, seperti syphilis, hepatitis B dan C. PMI juga memiliki pelatih inti, fasilitator pendidik remaja sebaya untuk mencegah penyebaran HIV di kalangan PSK, masyarakat, khususnya remaja. Secara khusus, saat ini dilatih 5 tenaga fasilitator untuk mendapatkan pelatihan Home Base Care, karena sudah 5 orang penderita di daerah ini yang membutuhkan perawatan secara intensif di rumahnya.

Untuk lebih memudahkan sosialisasi tentang pencegahan penyebaran HIV di Siantar - Simalungun sekitarnya, atas dukungan Palang Merah Jepang, PMI telah mendirikan stasiun radio PMI FM dan telah memulai siarannya. Tentang radio PMI FM ini sangat dipuji oleh Miss Tamaki Hatano dalam kata sambutannya sekaligus menghimbau agar lebih meningkatkan kualitasnya.

Ketua panitia Drs Jumsadi Damanik SH MHum menyebutkan bahwa peringatan hari AIDS Sedunia dan perkampungan peduli HIV/AIDS itu adalah merupakan momentum yang baik untuk menyatukan pikiran merenungkan dampak dari wabah AIDS yang telah banyak menelan korban jiwa. (E5/u)

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Wednesday, December 06, 2006

KATA SAMBUTAN Pada PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA 2006

KATA SAMBUTAN
Ketua PMI Cabang Kota Pematangsiantar/Kab. Simalungun
Pada
PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA 2006
dan
PEMBUKAAN PERKAMPUNGAN PEDULI HIV/AIDS
TINGKAT DAERAH SUMATERA UTARA
7 Desember 2006 di Lemdikacab Pramuka Kab Simalungun
Jalan Asahan KM 7 Kabupaten Simalungun
Photobucket - Video and Image Hosting
Sarmedi Purba sebelum Pidato

Yang saya hormati:
Bapak Gubernur Sumatera Utara
Bapak Bupati Simalungun
Bapak Walikota Pematangsiantar
Bapak, Ibu dan Saudara sekalian,
dan selamat datang, khususnya kepada adik-adik kami peserta Perkampungan Peduli HIV/AIDS
tingkat daerah Sumatera Utara yang datang dari berbagai daerah dan organisasi,
yaitu pemuda-pemuda dari
Ikatan Pemuda NU Simalungun,
Pemuda HKBP,
Pemuda GKPI,
Medan Plus,
Pelatih Inti, Fasilitator dan Pendidik Remaja Sebaya
Program HIV/AIDS PMI
• Cabang Medan,
• Deli Serdang,
• Langkat,
• Tapteng dan
• Siantar Simalungun.

Marilah kita mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunianya, pada hari ini kita dapat berkumpul memperingati HARI AIDS SEDUNIA 2006 dan pembukaan PERKAMPUNGAN PEDULI HIV/AIDS tingkat daerah Sumatera Utara.

Palang Merah Indonesia (PMI), sebagai organisasi kemasyarakatan
yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan, antara lain melaksanakan berbagai kegiatan dengan memprioritaskan kelompok rentan (vulnerable).

Dalam pengembangan kegiatan, kami dari PMI selalu menaruh perhatian bagaimana caranya membantu Pemerintah dalam meringankan penderitaan manusia, apapun sebabnya, dengan tidak membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa dan agama.

Sasaran utama Gerakan Palang Merah dalam misinya untuk perbaikan derajat hidup kelompok rentan adalah mereka yang berisiko tertular virus HIV/AIDS. Perlu kami ingatkan kembali bahwa hingga bulan November 2006, Provinsi Sumut menempati peringkat nasional ke-6 pada jumlah penderita HIV/AIDS.

Di Pematangsiantar ditemukan 8 orang, di Simalungun dijumpai 11 penderita HIV/AIDS. Penderita ditemukan secara insidentil karena mereka menderita penyakit infeksi yang tidak kunjung sembuh disebabkan kekebalan tubuh mereka yang menurun. Apa artinya ini?

Menurut rumus Organisasi Kesehatan Sedunia WHO, kalau 1 penderita HIV / AIDS terdeteksi berarti sudah ada 100 penderita HIV/AIDS terselubung. Berarti kita menduga adanya 19 x 100 atau 19.00 penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi petugas kesehatan di Siantar Simalungun yang berpenduduk 1, 1 juta ini. Kebanyakan mereka ini tidak menunjukkan gejala apapun dalam waktu yang panjang. Kita hanya mengetahuinya kalau darahnya diperiksa, misalnya pada kejadian penyakit infeksi yang tidak kunjung sembuh.

Peningkatan prevalensi adalah indikasi adanya sebab utama, di antaranya
- kurangnya pengetahuan dan informasi yang tepat mengenai HIV/AIDS
- adanya sikap diskriminatif terhadap ODHA (orang dengan HIV/AIDS).

Perlu kami sebutkan di sini bahwa PMI, khususnya di Cabang Siantar Simalungun, menyatakan bertanggung jawab dalam penyaluran darah yang aman, yaitu bebas dari virus HIV/AIDS dan termasuk bebas dari penyakit menular lainnya seperti sifilis, Hepatitis B dan Hepatitis C.

Upaya yang kami lakukan sebagai satu-satunya lembaga yang diberi wewenang dalam upaya transfusi darah, khususnya di PMI Cabang Siantar Simalungun, hanya dapat berkesinambungan kalau didukung oleh masyarakat dan pemerintah. Karena itu kami memohon kepada Bapak Bupati Simalungun dan Bapak Walikota Pematangsiantar untuk dapat mengalokasikan dana yang jumlahnya memadai untuk membantu kegiatan PMI, khususnya untuk penyelenggaraan upaya transfusi darah di daerah ini.

Untuk Program HIV/AIDS, PMI di daerah ini beserta PMI di daerah lain di Sumatera Utara memiliki Pelatih Inti (tingkat nasional), Fasilitator (guru-guru) dan Pendidik Remaja Sebaya atau Peraya (siswa SLTA), untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS di kalangan PSK, masyarakat dan khususnya remaja.

Mulai hari ini, tanggal 7 sampai 9 Desember 2006, kami secara khusus menugaskan 5 tenaga fasilitator HIV/AIDS ke Medan, untuk mendapatkan pelatihan HOME BASE CARE oleh PMI Pusat, di mana mereka akan membenahi diri dalam pengetahuan dan keterampilan dalam perawatan 5 ODHA yang tercatat di daerah ini. Kelima penderita ini membutuhkan perawatan intensif di rumahnya masing-masing.

Perlu kiranya kami umumkan di sini bahwa PMI Cabang Siantar Simalungun sejak 1 bulan telah mengudara dengan mendirikan Stasiun Radio PMI FM, pada frekuensi 87.8 MHz, dimana secara khusus memberikan penerangan kepada penduduk tentang pencegahan penyebaran HIV/AIDS di kedua daerah ini dan sekitarnya. Ini merupakan stasiun radio pertama di jajaran PMI di seluruh Indonesia.

Harapan kami dari PMI Cabang Siantar Simalungun agar Perkampungan Peduli HIV/AIDS se Sumatera Utara ini dapat membuahkan
SATU KEBULATAN TEKAD atau KOMITMEN BERSAMA,
baik dari
Pemerintah,
TNI/POLRI,
Generasi Muda dan
Masyarakat Kelompok Peduli HIV/AIDS

untuk

MENCEGAH PENYEBARAN HIV/AIDS
TANPA PENDISKRIMINASIAN PENDERITA HIV/AIDS

Karena

MEREKA JUGA MANUSIA YANG BUTUH DUKUNGAN DAN KASIH SAYANG DARI KITA,

sesuai tema peringatan Hari AIDS Sedunia hari ini:
STOP AIDS, SAATNYA MELAYANI.

Keterlibatan ODHA dalam kebulatan tekad ini sangat kita harapkan agar Saudara, keluarga dan sahabat mereka tidak menderita seperti mereka sendiri.

• ODHA BUKAN UNTUK DIJAUHI…
• JANGAN BIARKAN ODHA HIDUP MENYENDIRI…
• BERSAMA ODHA MARI MENYAMBUT HARI ESOK YANG LEBIH CERAH

Akhirnya kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Panitia Penyelenggara yang telah bekerja keras sehingga kegiatan ini dapat berlangsung. Kepada Palang Merah Jepang kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas dukungan moril dan materil sehingga kegiatan ini dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan.

Pematangsiantar, 7 Desember 2006

Pengurus Cabang
PALANG MERAH INDONESIA
Kab. Simalungun/Kota Pematangsiantar


Dr. Sarmedi Purba
Ketua
Photobucket - Video and Image Hosting
Wawancara Radio PMI FM Siantar Simalungun
Photobucket - Video and Image Hosting
Bersama Miss Tamaki (Japan Red Cross), Patrick Bolte (German Red Cross), Pengurus Daerah PMI dan Pelatih Inti HIV AIDS PMI Siantar Simalungun

Sunday, November 12, 2006

Saturday, November 11, 2006

Jalan Masuk Rumah Tati di Pangururan Ditutup Tetangga Dengan Tumpukan Batu

Photobucket - Video and Image Hosting

Rumah dokter spesialis yang ditutup jalannya oleh tetangga



Rumah Regina Tatiana Purba dan dua dokter spesialis lainnya, yaitu dr Theresia Santi SpA dan dr Ramzi SpAn tidak dapat mereka masuki hari Selasa (7/11) yang lalu karena oknum tetangga yang merasa memiliki jalan masuk ke kompleks perumahan itu merasa memilikinya dan berhak menutup jalan masuk ke semua rumah di kompleks itu.

Anehnya tidak ada petugas yang merasa kompeten melarang perbuatan melawan hukum itu di seluruh kabupaten Samosir yang sejak satu tahun yang lalu menjadi daerah otonom.

Rumah tersebut dikontrak oleh RSU Pangururan untuk 3 dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang khusus diundang Bupati Samosir melayani pasien di RSUD Samosir (www.samosir.go.id). Dr Haposan Siahaan memberi keterangan kepada Dr Sarmedi Purba, SpOG via telepon, hal ini biasa terjadi di pedesaan, sama seperti derah lainnya di kabupaten tetangga dan nanti dapat diselesaikan secara kekeluargaan melalui camat setempat. Atas pertanyaan Sarmedi apakah kasus ini pelanggaran hukum dan harus diadukan kepada polisi, Dr Haposan mengatakan, itu akan dilakukan kalau pendekatan secara adat gagal. Anehnya sampai berita ini diturunkan onggokan batu tersebut belum juga diangkut dan rumah yang sudah dibayar sewa kontraknya tidak bisa dimanfaatkan dokter-dokter spesialis lulusan Universitas Indonesia Jakarta itu.

Jadi bagaimana selanjutnya tanya Sarmedi kepada putrinya dr Regina Tatiana Purba SpOG yang berada di Pangururan sejak 3 Oktober yang lalu dengan dua anaknya yang masih Balita itu. Menurut Tatiana mereka sudah takut masuk rumah yang mengandung sengketa itu dan memilih untuk bertahan tinggal di Hotel Wisata selama 6 bulan, sampai masa PTT selesai. Mereka hanya bisa menghibur diri, urut dada, karena beginilah pengalaman di daerah terpencil yang pemerintahannya masih baru dan harus dibenahi lagi. Sama saja dengan rumah sakit yang kamar operasinya belum bisa dipakai walaupun sudah dipersiapkan sejak 1 bulan lebih.

Wednesday, September 27, 2006

RENCANA SEMINAR TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN

RENCANA SEMINAR TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN
Dokter dan RS Jangan Saling Tuding

Photobucket - Video and Image Hosting
Sarmedi Purba

Harian METRO SIANTAR 27/9-2006

Tak dapat dipungkiri, praktek kedokteran seperti operasi, mulai dari informed consent (izin operasi), prosedur tetap, laporan operasi, anestesi dan lainnya kerap dan rentan berujung pada persoalan hukum. Padahal persoalan tersebut pada dasarnya bukan hanya tanggung jawab dokter, tetapi juga terkait dengan pihak manajemen rumah sakit (RS).

Oleh MANGAPUL SINAGA, SIANTAR

Hal tersebut dikatakan Dr med Sarmedi Purba SpOG, selaku salah seorang dokter spesialis di Siantar kepada koran ini kemarin Selasa (26/9). Sarmedi yang ditemui di ruang kerjanya di RS Vita Insani Insani lebih lanjut mengatakan, persoalan hukum yang muncul dari aspek praktek dokter sering pula menjadi dilematis.

“Kalau muncul persoalan hukum, kerap terjadi saling tuding antara pihak manajemen rumah sakit dengan dokter,” ujarnya.

“Padahal, katanya, saling tuding tersebut tidak semestinya terjadi. Rumah sakit tidak bisa berfungsi tanpa dokter dan sebaliknya,” terang pendiri RS Vita Insani Insani Siantar tersebut.

Maka, kata dia, tanggung jawab RS dan dokter dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya dalam tindakan operasi masih sangat penting dikaji.

Kata Sarmedi lagi, memang telah ada Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 yang menjadi acuan dalam praktek kedokteran, yang menjadi sangat aktual untuk diterjemahkan dan diimplementasikan, terutama pada daerah yang tidak mempunyai sarana dan sumber daya manusia (SDM) sebagai pendukung. Namun masih menjadi pertanyaan, sejauh mana UU Praktek Kedokteran dapat memberikan jaminan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang baik?

“Itu menjadi pertanyaan,” kata dokter yang juga menjabat Ketua Umum Forum Dokter Pembanding (FDP) yang berkedudukan di Jakarta tersebut.

Seminar Sehari
Terkait dengan persoalan yang muncul dari pelaksanaan praktek kedokteran, serta masih “kabur” nya tanggung jawab RS dan dokter dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan khusus dalam tindakan operasi, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah IV dana Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Siantar-Simalungun akan mengadakan Seminar Sehari bertemakan Tanggung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Khusus Dalam Tindakan Operasi. Seminar Sehari akan dilaksanakan di Convention Hall RS Vita Insani Insani Jalan Merdeka Siantar, Sabtu (7/10).
Panitia akan mendatangkan 7 pakar sebagai pembicara dari Jakarta antara lain Dr Budi Sampurna SH SpF dari IDI Pusat, DR dr Herkutanto SH SpF dari PERSI, Dr Sabir Alwy SH MH dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Freshley Hutapea SH MH MARS dari Ditjen Bina Yanmed Depkes RI dan VA Binus Manik SH MH dari Biro Hukum dan Organisasi Depkes RI.

Panitia mengundang semua pimpinan RS dari Wilayah IV PERSI Sumut yang mencakup Kota Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tobasa dan Kabupaten Samosir, termasuk para Kepala Dinas Kesehatan dari daerah-daerah tersebut.. Juga akan dihadiri kalangan IDI Sumatera Utara dan PERSI Sumatera Utara.

“Yang pasti ini menyangkut kepentingan petugas kesehatan yang terlibat dalam penyelenggaraan praktek kedokteran seperti yang didefinisikan dalam UU Praktek Kedokteran,” terang Sarmedi.

Panitia seminar telah terbentuk Selasa (26/9) di RS Vita Insani Insani. Terpilih sebagai Ketua Umum Dr med dr Sarmedi Purba SpOG yang juga merupakan Koordinator PERSI Wilayah IV. Sedangkan Ketua, masing-masing dr Saerun Simatupang (Ketua IDI), dr Ria Telaumbanua SpPD (Direktur RSU) dan dr Usman Ginting (Direktur RS Harapan Siantar).

Dan sejumlah dokter terlibat dalam kepanitiaan antara lain dr Petrus Yusuf (Sekretaris IDI), dr Sihar Sagala (dokter RSU Siantar), dr Alpin Hoza (Direktur RS Vita Insani Insani), dr Bahtera Surbakti SpOG, dr Namso Saragih, SpPD, dr TH Simatupang SpB dan dr Rajin Saragih SpB.

Thursday, September 21, 2006

TATIANA SUDAH SpOG

UPACARA LEPAS SAMBUT PPDS FKUI
9 September 2006 di Aula FKUI Salemba 6 Jakarta

Photobucket - Video and Image Hosting

Dr Regina Tatiana Purba, SpOG dilepas oleh FKUI sebagai dokter spesialis bersama 167 sejawatnya dari berbagai bidang ilmu kedokteran dari 51 program studi yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

Menarik untuk diketahui bahwa dari dokter-dokter yang dilepas sebagai dokter spesialis hari ini, ada separuh (83 orang) perempuan dan yang paling banyak dari 167 lulusan, adalah spesialis anak (19 orang), menyusul ahli anestesi (16 orang).

Rasanya cepat sekali waktu berjalan. Tati yang lahir 1975 telah menjadi spesialis seperti bapaknya –itu mungkin tandanya bahwa saya sudah lebih tua (bukan tua tapi lebih tua). Kelahiran Tati di Wermelskirchen hari Jumat 3 Oktober 1975, hari operasi Bagian Ginekologi di RS Kota Wermeslkirchen, rasanya seperti baru kemarin. Habis operasi pertama mamanya Gertrud masuk kamar bersalin. Saya buru-buru ambil kamera dari rumah yang jaraknya 7 km dari rumah sakit; Tati tidak sabar menunggu, dia sudah lahir sebelum saya kembali ke kamar bersalin. Waktu itu saya, bapaknya, baru 9 bulan menjadi Facharzt fuer Gynaekologie und Geburtshilfe yang pengakuannya diterbitkan oleh Aerztekammer Duesseldorf pada awal Januari 1975.

Di RS Wermelskirchen inilah saya mengenal Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan lebih mendalam. Setelah 2 1/2 tahun di Wermelskirchen, saya pindah ke rumah sakit yang lebih besar di Neuss, kota yang berseberangan dengan kota Duesseldorf di tepi Sungai Rhine yang terkenal itu. Setelah 1 tahun di RS Katolik Neuss saya pindah ke Duesseldorf Mettmann selama 6 bulan, di mana saya juga belajar operasi mammae (payu dara). Di situlah saya menyelesaikan pendidikan spesialis dan kembali bekerja di RS Wermeslkirchen sampai pulang ke Indonesia pada akhir Oktober 1975.

Pada waktu menantikan kelahiran Tatiana kami sekeluarga disibukkan rencana pindah ke Indonesia, penuh dengan ketidakpastian di mana, bagaimana, dengan siapa nanti bekerja di Indonesia. Awalnya sponsor RS Bethesda, Lutheran Church in America – LCA (Rev. Dr. Fred Neudoerffer) tidak menyetujui kehadiran saya di Saribudolok (karena di sana tidak dibutuhkan spesialis melainkan seorang dokter yang mengerti “community health”), sehingga saya berupaya pindah ke Jakarta dan bekerja di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dengan bantuan Pak TB Simatupang almarhum waktu itu. Karena tiba-tiba Dr. Fred Neudoerffer berubah pikiran sesudah kedatangan Drs Henk Crietee, Staf Community Development RS Betehesda ke rumah kami di Remscheid, maka kami memfokuskan pikiran untuk mempersiapkan perpindahan kami ke Saribudolok.

Maka direncanakanlah permandian Tati pada umur 3 minggu oleh Pdt. Ditrich Tappenbeck di satu gereja kecil di Remscheid, di kota mana kami tinggal pada waktu itu. Tati protes dengan menangis kuat waktu air kudus yang basah itu ditaruh dikepalanya. Sehabis kebaktian diadakan acara perpisahan dengan teman-teman di Jerman. Tanggal 31 Oktober 1975 saya sudah mulai bekerja di RS Bethesda GKPS Saribudolok, tanpa disertai keluarga.

Rencana semula agar keluarga kami akan kumpul kembali 28 Desember 1975 di Saribudolok gagal total karena Tatiana jatuh sakit. Dia harus dirawat mondok selama 3 bulan di Kinderklinik Universitas Munich dengan gips dada dan lengan kanan karena Periostitis acuta yang dideritanya. Puji Tuhan bahwa Tati tidak mendapat kekurangan suatu apa pun akibat penyakitnya itu sesudah tumbuh menjadi dewasa. Dia menjadi pendaki gunung dan suka rafting waktu SMA.

Sekarang Tatiana sudah jadi dokter spesialis obstetri ginekologi, 31 ½ tahun sesudah bapaknya menerima pengakuan keahlian yang sama di Jerman. Semua ini berkat Tuhan yang sangat saya syukuri. Puji Tuhan.

Friday, September 01, 2006

Thursday, August 31, 2006

Muctar Pakpahan : Sebaiknya PTPN Dilikwidasi Diberikan Kepada Buruhnya

Ditulis oleh Redaksi
Thursday, 31 August 2006
Pematangsiantar (SIB)
Ketua Umum DPP Partai Buruh DR Mucktar Pakpahan dalam sambutannya pada
pembukaan Konferensi cabang partai Buruh Kabupaten Simalungun di Parbina Hotel P Siantar, Senin (28/8) menyebutkan bahwa dari beberapa kali pergantian kabinet, baik itu di era orde baru maupun setelah reformasi, khusus mengurusi BUMN Perkebunan selalu dilaporkan merugi, bahkan kehidupan buruh tetap miskin.
Dalam rangka pengaturan tanah khususnya mengenai perseroan terbatas perkebunan, partai buruh berpendirian PTPN sebaiknya dilikuidasi dan tanahnya diberikan kepada buruhnya. Setiap buruhnya mendapat 4 Ha per keluarga dengan sistem beli angsuran. Ini adalah sebagai bagian dari Prinsip Land reform, dimana semua petani harus memiliki tanah. Semua tanah harus diusahakan seefektif dan seproduktif mungkin.
Di sisi lain, kata Pakpahan, bahwa negara bertanggungjawab menyediakan kebutuhan produksi petani, seperti pupuk, pestisida, cangkul, hand traktor sekaligus untuk mengembangkan teknologi tepat guna dan seluruh lokasi pertanian harus dapat dilalui kendaraan roda empat dan dapat berkomunikasi melalui telepon sehingga dengan cepat mengetahui perkembangan pasar.
Pemerintah juga harus memproteksi pasar dan harga agar keluhan selama ini bisa teratasi, maka dibutuhkan badan-badan usaha sejenis yang berfungsi menjaga pasar dan menstabilkan harga, sehingga petani dapat dengan tenang hanya memikirkan peningkatan produksi, bahkan petani bisa diasuransikan untuk jaminan kesehatan dan perawatan seumur hidup.
Dalam Konfercab yang berakhir jam 18.00 WIB itu berhasil memilih ketua Partai Buruh Kabupaten Simalungun, Pasu Malau SH dan Sekretaris Ramlan Sinaga. Ketua dan sekretaris terpilih ini akan bersama-sama dengan formateur dua orang utusan kecamatan dan satu orang dari badan pendiri untuk menyusun kepengurusan lengkap yang diberi waktu selama satu minggu.
Turut memberikan kata sambutan pada acara pembukaan, ketua Partai Buruh Sumut Ir Harmen Manurung, Kordinator daerah pemilihan Sumut III Dr Sarmedi Purba SpOg dan Ketua Partai Buruh Kota P Siantar EB Manurung SH yang secara bersama-sama memberikan dukungan pengembangan partai buruh, sebab visi dan misi serta basis massa yang jelas sehingga pada pemilu 2009 partai buruh akan eksis di seluruh Indonesia.
Diumumkan oleh Mucktar Pakpahan bahwa sesuai hasil rapat lengkap DPP Partai Buruh telah menetapkan kordinator daerah pemilihan (KDP) yang bertanggungjawab memenangkan Partai Buruh pada pemilu 2009, khusus Sumut telah ditetapkan untuk Sumut I Prof OK Hairuddin SH, Sumut II DR Mucktar Pakpahan dan Sumut III Dr Sarmedi Purba SpOg. Partai buruh mematok minimal 5 persen akan bisa diraih pada pemilu 2009 nanti. (E5/f)
Photobucket - Video and Image Hosting

Monday, August 14, 2006

MALAM RENUNGAN 61 HUT RI DARI KORBAN MALPRAKTIK

MALAM RENUNGAN 61 HUT RI
DARI KORBAN MALPRAKTIK
Sekilas Pemikiran
Ketua Umum Forum Dokter Pembanding (FDP)
Pada Acara LBH Kesehatan pada 16/08/06 di Jakarta

Saudara-Saudaraku sebangsa dan setanah air,
Dalam keprihatinan kita pada nasib bangsa dan negara, marilah kita mensyukuri dan merenungkan 61 tahun KEMERDEKAAN INDONESIA. Sebagai tenaga profesional kedokteran kita prihatin mendengar 365 korban dugaan malpraktek dokter negeri ini yang terdaftar pada LBH Kesehatan Jakarta. Kalau ini benar maka saya berani mengatakan bahwa sudah terjadi 365 kali 1000 atau 365.000 atau mungkin lebih lagi dugaan malpraktek di Indonesia, karena 365 kasus tersebut hanyalah puncak gunung es dari buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia.

Malpraktek (=kegagalan dokter untuk menyelaraskan diri pada standard of care) di negeri ini sebagian besar terjadi karena sarana dan prasarana yang tidak memadai untuk menyembuhkan orang sakit. Mulai dari perumahsakitan yang sedang sakit, artinya tidak mampu lagi membenahi diri sendiri, pemasukan rumah sakit yang lebih kecil dari pengeluarannya, sehingga tidak mampu untuk menyembuhkan pasien yang datang berobat, sesuai dengan standar pelayanan masa kini. Bagaimana rumah sakit yang sedang sakit mampu menyembuhkan penyakit? Bagaimana instalasi kesehatan yang sudah bangkrut bisa menciptakan kesejahteraan atau menjadi .fasilitas umum yang layak (UUD 45 Ps 34 ay. 3)

Tidak tertutup juga kemungkinan terjadinya malpraktek karena praktek kedokteran itu dilakukan dengan biaya yang dibawah standar pelayanan yang berlaku. Tiap hari kita alami pasien tidak dioperasi karena ketiadaan dana pribadi. Dari sistim asuransi yang difasilitasi pemerintah sering obatnya terbatas dan karena itu harus diresepkan di luar tanggungan Askes atas biaya pasien. Jaminan Kesehatan Jamsostek yang menyediakan dana hanya Rp 6.000 tiap kunjungan berobat jalan (laporan tahunan PT Jamsostek 2005), Asuransi Kesehatan Untuk orang Miskin (ASKESKIN) yang preminya Rp 5000 per bulan per orang. Angka-angka yang tidak masuk akal ini bisa memicu tindakan malpraktek dari dokter Indonesia tanpa disadari pelakunya sendiri.

Pelayanan kesehatan yang kita gambarkan di atas tidak akan dapat diperbaiki karena tidak ada sistim evaluasi pelayanan kesehatan yang berfungsi meningkatkan kualitas pelayanan itu sendiri. Ini karena tidak ada perencanaan untuk peningkatan kinerja kesehatan yang memadai, rekam medik yang tidak memberikan kemungkinan untuk dievaluasi (tidak lengkap, tidak terbaca, sering data hilang, belum ada sistem informasi rumah sakit yang berfungsi dengan benar).

Situasi dan kondisi pelayanan kesehatan yang amburadul ini berpotensi jadi malpraktek. Hal ini dipicu lagi untuk timbul ke permukaan dengan bertambahnya tingkat ketidakpuasan pasien karena angka kegagalan penyembuhan yang terus menerus meningkat. Ini dapat kita amati dengan bertambahnya pasien yang pergi berobat ke luar negeri seperti ke Malaysia, Singapura dan Australia. Eksodus pasien ke luar negeri akan menambah penurunan investasi pemodal dalam penyediaan sarana kesehatan (rumah sakit baru, rehabilitasi rumah sakit, penambahan alat baru, penggantian alat yang sudah rusak, dll.). Lingkaran setan sistem kesehatan yang buruk ini sedang berlangsung di tanah air yang kita cintai ini.

Mengapa negara yang kita proklamirkan 61 tahun yang lalu itu belum mampu menolong penderita yang ingin disembuhkan. Mengapa negara tetangga kita yang merdeka 12 tahun sesudah Indonesia sudah mempunyai health insurance scheme yang mampu menyembuhkan penyakit yang diderita rakyatnya.

Mengapa sampai sekarang belum ada pejabat yang kompeten yang memikirkan dan merencanakan secara serius masalah kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar rakyat Indonesia ini. Apakah dokter-dokter dan ahli kesehatan Indonesia sedang tidur? Apakah mereka tidak melihat sekitarnya, tidak melihat perkembangan ilmu kesehatan sejagad. Apakah penderitaan rakyat Indonesia ini bisa kita kategorikan sebagai Pelanggaran Hak Azasi Manusia oleh Negara? Atau malah Malpraktek oleh Negara yang muaranya kita kenal sebagai Malpraktek Dokter?

Karena itu kepada Saudara-saudaraku yang mengklaim dirinya sebagai Korban Malpraktek Dokter, teruskanlah perjuangnmu, karena Engkau tidak sendirian. Engkau adalah wakil dari berjuta-juta rakyat Indonesia yang mengalami nasib yang sama atau berjuta-juta penderita yang mengalami keadaan yang lebih buruk dari Engkau sendiri. Mereka bermukim di semua pelosok Indonesia, yang mengalami busung lapar, yang tidak memiliki akses pada pelayanan kesehatan, yang tanpa salahnya sendiri menjadi korban kemiskinan struktural, mereka tidak mampu bersuara seperti Saudara-saudara yang hadir di sini karena ketidakmampuan dan ketidakberdayaan mereka.

Kepada Saudara-saudaraku yang telah dipilih, diangkat atau memunculkan diri sendiri menjadi pengayom perjuangan ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan di negeri ini, bangkitlah dan bergegaslah untuk mengajukan gagasan-gagasan baru, menghitung dan menyelenggarakan sistem pelayanan kesehatan yang realistis. Suarakanlah agar Askeskin 5000 rupiah jangan dijadikan propaganda politik, hukumlah penyelewengan dana kesehatan yang menghambat upaya penyembuhan rakyat miskin, haramkanlah korupsi pada bidang kesehatan. Kami menunggu 5 tahun, paling lambat 10 tahun, sampai sistem penjaminan biaya pelayanan kesehatan tersedia di negeri ini.
Photobucket - Video and Image Hosting
Dr Sarmedi Purba menyampaikan Renungan 61Th RI dengan mengkritik sistem pelayanan kesehatan yang mendorong terjadinya malpraktik di Indonesia

DIGAHAYU INDONESIA…
Merdeka, Merdeka, Merdeka 100 Persen!

Dr.med. dr. Sarmedi Purba, SpOG
Ketua Umum Forum Dokter Pembanding
Jakarta
sarmedipurba@hotmail.com
http://sarmedipurba.blogspot.com
www.vita-insani.co.id
www.binainsani.org

Tuesday, August 01, 2006

Familientreffen

Christina und Gidion wollen ihr Leben veraendern und in Thailand leben und arbeiten. Christina wird von der bisherigen Arbeitsstelle in Bali als Marketing Director in einem anderen Four Seasons Resort auf der Insel Ko Samui, am Golf von Siam versetzt. Sie geht am 20. August 2006 voraus und ihr Sohn Sebastian kommt nach ca 10 Tagen nach. Gidion arbeitet noch in Bali bis Ende des Jahres. Aus diesen Gruenden wollten wir ein Familientreffen in Jakarta machen.

Das erfreuliche Geschehen fand am 28. bis 30. Juli 2006 in Mercure Hotel, Ancol am Golf von Jakarta stat. Die Oma und Opa Purba freuten sich natuerlich am meisten, da sie ihre Kinder und vor allem ihre Enkelkinder wieder umarmen konnten. Das war wirklich eine schoene Zeit fuer uns alle. Ein Gottes Segen fuer uns alle.

John Sardi und seine Freundin Putri kommen auch von Bali zu diesdem Treffen. Als Gastgeber ist die Familie Tambunan (wohnhaft Jakarta), die unsere Hotelzimmer, Verpflegung und Unterhaltung im Sea World organisierte. Wie berichtet hat Tatiana ihre Facharztausbildung in der Universitas Indonesia beendet und am 10. Juli 2006 waehrend des Indonesischen Gynaekologenkongresses in Manado eine Facharztanerkennung offiziel verliehen bekam.

Am 29.7. haben Christina und Gidion einige Verwandten zu einem Abschiedsfeier in einem Restaurant in Pluit, Jakarta eingeladen. 25 Leute sind gekommen: Opa und Oma Tambunan mit ihren Kindern und Enkeln, Bruder Sam und Andre aus Jakarta (Gidions Brueder) mit Frau Sam und Sohn; Niko und Frau mit 2 Kindern. Sie alle wollten die Familie Adinugraha mit ihrem Gebet nach Thailand begleiten.

Photobucket - Video and Image Hosting
Oma und Opa Purba mit Kindern und Enkeln
Photobucket - Video and Image Hosting
Familie Adinugraha: Christina, Gidion und Sebastian
Photobucket - Video and Image Hosting
Familie Tambunan: Regina Tatiana, Martua Eliakim, Lehetta Rosa und Gracia Clara

Monday, July 17, 2006

Profil Sarmedi Purba di Metro Siantar

Photobucket - Video and Image Hosting

Tati Jadi SpOG

Hari Senin tanggal 10 Juli 2006 itu merupakan hari yang bahagia untuk keluarga kami. Disaksikan oleh Martua, Gertrud, saya (Sarmedi) dan semua peserta Kongres Obstetri Ginekologi Indonesia ke 13 Manado, anak kami dr Regina Tatiana Purba, yang baru berumur 30 tahun dilantik menjadi SpOG (Spesialis Obstetri Ginekologi). Peristiwa yang telah kami nanti-nantikan sejak 1 tahun terakhir ini akhirnya terjadi di Hotel Ritzy di jantung kota Manado yang sedang menggeliat membangun ibukota Sulawesi Utara ini menjadi kota metropolitan di dekat perbatasan Filipina itu.

Saya, Bapaknya Tati, yang sudah berusia hampir 67 tahun ikut juga Kongres Obstetri Ginekologi ke 13 di Manado itu, ikut Pra Kongres pada Workshop Laparaskopi di RSU Prof. Kandau Manado. Sungguh suatu pengalaman berharga melihat bagaimana teknokogi kedokteran lambat laun masuk dalam daftar kegiatan dokter-dokter di Indonesia. Memang perkembangan teknologi kedokteran di Indonesia, khususnya di Manado ini, nampaknya tersendat-sendat, karena kekurangseriusan pengambil kebijakan politik kesehatan di negeri ini. Misalnya belum ada sistem penjaminan pembiayaan pelayanan kesehatan, seperti yang sudah berulangkali saya usulkan dalam beberapa tulisan di surat kabar dan diskusi interaktif di Jakarta dan Pematangsiantar. Terakhir tulisan saya tentang topik ini dimuat di Metro Siantar 16 Juli 2006, yang dikutip dari tulisan saya di website ini.

Memang orang Indonesia tidak serius dengan organizing apa saja, baik di pemerintahan, maupun untuk event yang penting seperti Kongres Manado ini. Lihat saja, mereka menelantarkan peserta Kongres dengan menampung peserta 10 orang dalam satu kamar. Tatiana dan suaminay Martua Tambunan harus pindah 3 kali dalam kurun waktu 1 minggu di Manado, pertama harus pindah ke Tomohon atas biaya sendiri, kemudian pindaah ke hotel yang disediakan panitia kongres di Manado dan pada hari terakhir harus menyewa hotel sendiri di pusat kota, walaupun sebenarnya mereka sudah memesan kamar itu jauh hari, mulai dari hari pertama sampai hari terakhir di Manado.

Sungguh indah Tanah Minahasa: kami menikmati taman laut di Pulau Bunaken, melihat pemandangan pegunungan Minahasa sampai ke Danau Tondano, pesiar ke pelabuhan samudera Bitung. Kesan saya, Minahasa memang lebih makmur dari daerah kami di Sumatera Utara, juga lebih bersih, jalannya tidak ada yang berlubang-lubang seperti yang sering iita jumpai di daerah kami di Medan dan sekitarnya.

Nampaknya Sulut juga lebih dapat menerima pembaruan sistem politik yang peluangnya terbuka sesudah reformasi 7 tahun lalu. Sulut sudah menjadi 2 provinsi (Sulut dan Gorontalo), dan provinsi induk Sulut ini sudah dimekarkan menjadi 9 kabupaten/kota dari sebelumnya hanya 5 kabupaten kota. Kota Manado diperluas dengan reklamsi pantainya sepanjang 5 kilometer, pada boulevard yang sedang giatnya dibangun banyak hotel, palaza dan ruko. Kalau pembangunan sarana bisnis ini selesai, Manado benar-benar dapat diandalkan sebagai kota internasional sebelah utara Indonesia.

Photobucket - Video and Image Hosting

SpOG yang masih segar baru dilantik berpose dengan suami dan orangtuanya

Sunday, April 09, 2006

Beberapa Kesan dan Pesan Untuk Tahun Pemuda GKPS (Oleh Sarmedi Purba)

Oleh sarmedi
Sunday, 09-April-2006 (baritasimalungun.com)

Dalam rangka menyambut Paskah sekaligus mendukung program GKPS dengan dicanangkannya tahun 2006 sebagai TAHUN PEMUDA GKPS,Seksi Bapa Jemaat GKPS Jalan Sisingamangaraja Pematangsiantar menyelenggarakan 'acara seminar' dengan judul dan sasaran bahasan 1) Bahwa orang tua juga mempunyai peranan penuh dalam mengendalikan perilaku negatif anak 2) Orang tua dan pemuda memperoleh informasi yang seluas-luasnya akibat penggunaaan obat-obat terlarang baik jangka pendek maupun jangka panjangnya 3) Strategi yang ideal bagi Pemuda GKPS dalam menghadapi era globalisasi sehingga mampu bersaing dan survive. Berikut adalah Kesan dan Pesaan untuk Tahun Pemuda GKPS yang disampaikan pada 'acara seminar' tersebut yang disampaaikan oleh Sarmedi Purba pada 9 April 2006 di Gereja GKPS Sisingamangaraja Pematangsiantar, dihadiri 300 peserta yang terdiri dari Pemuda GKPS, orang tua dan Majelis Jemaat GKPS gereja tsb.


1. Untuk masa depan setiap pemuda harus melek internet. Untuk itu mereka harus menguasai teknologi computer dan bahasa Inggeris dengan baik.
Orang tua harus membenahi anaknya terbiasa dengan computer dan bahasa Inggeris, kalau perlu dengan kursus computer di luar sekolah.
Dulu orang mengukur tingkat pendidikan masyarakat dengan menghitung angka tingkat buta huruf. Sekarang dengan angka buta computer. Mencari kerja akan sulit tanpa pengetahuan dan kebiasan computer.
Internet adalah kamus berjalan, bibliothek. Yang tidak menguasai intenet pengetahuannya terbatas, ketinggalan jaman. Dengan buku tidak cukup lagi karena buku sudah ketinggalan jaman ketika dia siap dicetak (makan waktu sampai 1 tahun mulai ditulis, dikoreksi, disadur, dinego dengan penerbit/percetakan, dicetak, dipasarkan, dijual di toko tuku, dibeli pembaca). Pada internet, saya tulis sekarang, pada menit itu semua orang bisa baca di seluruh dunia.

2. Berbuat untuk masyarakat = berbuat untuk diri sendiri
Orang Simalungun kurang banyak terlibat dalam kehidupan kemasyarakatan. Kalau kita membentuk organisasi kemasyarakatan atau partai politik di Siantar ini, sulit sekali mencari kader Simalungun yang handal untuk diajukan sebagai calon pengurus. Karena itu organisasi tersebut dikuasai oleh suku lain. Untuk ini, Pemuda GKPS sebagai organisasi gerejawi harus membuat target, berapa kader harus dicetak tiap tahun. Pengkaderan adalah penyaringan atau penyisihan. Kalau ada yang dinilai berbakat harus dibina, disuruh ikut seminar kepemimpinan, kursus manajemen, dibuat akses ke berbagai organisasi, dibina jaringan kepada organisasi lain sehingga wawasannya lebih luas. Hari depan GKPS, Simalungun dan bangsa ini ditentukan oleh pemimpinnya, dan kita ikut bertanggungjawab dalam pembangunan bangsa ini. Kalau seorang pemuda ikut satu organisasi sosial, itu bukan pengeluaran percuma atau menghabis-habiskan waktu, tetapi itu dalam rangka membenahi diri sendiri. Jangan tanya apa untungnya untuk aku, tapi tanya apa gunanya untuk masyarakat. Carilah dahulu kebaikan, semuanya akan menyusul diberikan kepadamu.

3. Narkoba. Narkotika hanya berbahaya kalau dibuat
sebagai tempat pelarian dari situasi yang semrawut di rumah. Artinya: ketergantungan narkotika tidak terjadi pada orang yang kehidupannya bahagia di rumah.
Contoh: Kepada pasien yang kesakitan, dokter tiap hari memberikan narkotika, tapi tidak membuat ketergantungan karena memang dia butuh obat itu sebagai “pain killer”. Tapi untuk anak yang broken home, tidak betah di rumah, bertengkar dengan orang tua, saudara, broken heart (patah hati), narkotika rentan menjadi tempat pelarian dan kalau terjadi lebih lama, terjadilah “addiction” (kecanduan). Ciri-ciri kecanduan: takaran untuk mencapai efek yang sama, makin lama makin tinggi (dulu dibutuhkan 1 cc untuk mencapai ketenangan, sekarang jadi 3 cc, dst). Kalau dosisnya mencapai “lethal dose” terjadilah kasus kematian.
Pesan:
- ciptakanlah suasana bahagia, nyaman, saling percaya di rumah. Keterbukaan antara anak dan orang tua, antara suami dan isteri. Pendidikan orang tua adalah memberi contoh kepada anak. Orang tua yang bekerja keras dan sungguh-sungguh adalah contoh yang baik untuk anak didik.

- anak harus ada tempat curhat pada salah satu atau kedua ortangtua, di mana dia bisa mempercayakan rahasianya. Dia harus yakin, sebesar apapun bebannya dan sebesar apapun kesalahan yang diperbuatnya, ibunya atau bapanya yang dipercayainya akan menolongnya dari kesulitan itu (bukan malah dimaki-maki dan diusir).

4. Perilaku remaja (perilaku sex = bukan perilaku negatif tetapi perilaku normal).
Perilaku remaja ditentukan oleh lingkungannya: orang tua, suasana di rumah, teman sekolah, budaya sex dan norma di masyarakat.
Fakta ilmiah: satistik di AS membuktikan bahwa tidak ada perbedaan antara perilaku sex remaja yang sering ke gereja dengan yang jarang atau tidak pernah ke gereja. Di Manado yang mayoritas Kristen perilaku sex remaja sama saja dengan perilaku sex di kota besar lainnya. Artinya: kita tidak cukup dengan mengirim mereka ke sekolah Minggu dan Marguru Malua (belajar katekhisasi/sidi).
Pesan 1:
ada “Aufklaerung” untuk remaja: waktu anak gadis mulai menstruasi diterangkan oleh ibunya bahwa dia sudah memasuki usia remaja di mana seorang perempuan bisa hamil, bagaimana terjadi kehamilan, bagaimana menjaga diri, dst. Sekarang sudah ada buku panduan dalam bahasa Indonesia. Jadi jangan hal-hal itu diketahuinya dari temannya saja atau pacarnya. Sering pencerahan ini terlambat diberikan sehingga seorang gadis terjebak pada ketidaktahuannya.

Pesan 2:
Kalau seorang remaja hamil bagaimana sikap orang tua? Hanya marah dan mengamuk atau malah mengusir anak gadis itu?
Terimalah dia seadanya, carilah nasehat profesional seperti dokter, psikolog, pekerja sosial. Jangan main nekad. Keadaan itu masih manusiawi, alamiah, walaupun tidak sesuai dengan norma masyarakat sekarang di Indonesia. Di masa depan kita harus siap dengan keadaan ini, menerimanya seperti apa adanya.

Sebagai perbandingan: 30 tahun yang lalu perilaku sex remaja di Eropa sama dengan di Indonesia sekarang. Tapi di sana sekarang setiap remaja yang sudah 18 tahun “berhak” meminta dari orang tuanya untuk tinggal di luar rumah orang tuanya (atas biaya orang tuanya) dan sering bersama pacarnya (calon suaminya). Hak remaja ini dilindungi oleh undang-undang. Karena itu kita harus bersiap-siap menghadapi tantangan perubahan masa depan (20 tahun lagi) khususnya dalam proses industrialiasai dan globalisasi yang sedang terjadi di tanah air kita.
Pesan 3:
Kirimlah remaja mengikuti pendidikan “kesehatan reproduksi.”
Beberapa LSM menyelenggarakan pendidikan ini agar remaja dibekali dengan pengetahun tentang kesehatan alat reproduksi, bagaimana mencegah penyakit yang bisa timbul dengan hubungan sex (misalnya AIDS), mencegah kehamilan di luar nikah, dll. Ini merupakan tanggung jawab orang tua. Jadi kalau terjadi “perilaku negatif” remaja, jangan hanya si anak disalahkan.

Petuah: Orang tua harus memberikan apa yang harus diterima anak dari orang tuanya (pendidikan, pakaian, gizi yang baik), selebihnya terserah si anak yang tebentuk menjadi individu baru.

Pematangsiantar, 6 April 2006.

Catatan:
Makalah ini disampaikan pada Seminar Seksi Bapa GKPS Jemaat Jl. SM Raja Pematangsiantar pada 9 April 2006.
Penulis: Dr. med. Sarmedi Purba, SpOG, dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di RS Vita Insani Pematangsiantar
Ketua Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusiawi BINA Insani Pematangsiantar
Ketua PMI Cabang Siantar Simalungun, Ketua DPC PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia) Kota Pematangsdiantar
Pengamat politik kesehatan
Email: sarmedipurba@hotmail.com
Website: http://sarmedipurba.blogspot.com
www.binainsani.org

Sunday, March 26, 2006

Pimpinan Gereja Harus Memberikan Penggembalaan Kepada Jemaatnya Menyikapi PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

Ketua DPC PIKI Kota Pematangsiantar Dr. Sarmedi Purba:

Pimpinan Gereja Harus Memberikan Penggembalaan Kepada Jemaatnya Menyikapi PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

Dua hal hal yang sangat urgen dilakukan oleh gereja dan masyarakat yang resah akibat telah terbitnya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006 dan No 8 Tahun 2006 tentang PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH
DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT.

Pertama memberikan arahan tertulis kepada jemaat menyikapi Peraturan Bersama ini dan kedua mengupayakan anulasi (pencabutan) melalui usul alternatif kepada Presiden dan kelompok penekanan melalui ormas, parpol, anggota legislatif di pusat dan di daerah dan jangan dilupakan forum internasional.

Kalau kita mau jujur, memang peraturannya bisa dianggap positif, kalau dilakukan dengan sikap positif oleh pelaksana peraturan ini, khususnya Bupati/Walikota dan Kanwil Departemen Agama setempat. Dan memang pada pelaksanaan Peraturan Bersama inilah baru bisa dibuktikan secara hukum, apakah pelaksanaan pertaruan ini melanggar HAM, melanggar UUD 1945 pasal 29 yang menjamin kebebasan warga negara untuk beribadat sesuai dengan kepercayaan dan keinsyafan batin masing masing. Tetapi karena pengalaman kehidupan benegara pada saat ini di mana masih dijumpai pungli di segala bidang pelayanan pemerintah, maka sangat disangsikan bahwa peraturan ini akan memberatkan pembangunan rumah ibadat, khususnya pembangunan gedung gereja. Pimpinan gereja mulai sekarang sebaiknya memonitor perkembangan pembangunan gereja, khususnya dalam numerik, apakah sesudah peraturan ini ada kendala pembangunan gereja, berapa jumlahnya yang gagal dibangun dan permasalahannya masing-masing.

Ada baiknya kalau gereja membentuk biro hukum yang mengurusi izin pembangunan gereja ini dan mengurus juga status hukum tiap bangunan gereja. Kepada jemaat yang belum memiliki IMB gereja dapat mengurusnya sekarang, yang menurut pasal 28 Peraturan Bersama ini difasilitasi oleh walikota dan bupati setempat.

Karena perangkat lunak dan keras peraturan ini (pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama/FKUB yang aturan mainnya dtetapkan oleh Gubernur) belum ada dan harus disiapkan selambat-lambatnya 1 tahun sesudah terbitnya peraturan ini (21 Maret 2007), maka alangkah baiknya kalau pengurus jemaat melibatkan diri dalam proses pembentukan FKUB ini, mempelajari peraturannya dengan seksama dan memberikan warna dalam pengambilan keputusan forum ini (tiap agama diwakili secara proporsional dalam FKUB dan paling sedikit 1 orang perwakilan tiap agama).

Permohonan surat keterangan pemberian izin sementara rumah ibadat (Bab V pasal 18-20) nampaknya cukup berbelit-belit, sehingga sulit dipercaya pernyataan pers Depdagri yang mengatakan menghapus prinsip “mengapa dibuat mudah kalau bisa sulit.” Di sini permohonan izin sementara itu mula-mula dipermudah dengan hanya melaporkan saja (tidak minta izin) kepada Kanwil Depag dan FKUB. Namun walikota atau bupati harus meminta rekomendasi dari FKUB dan Kanwil Depag untuk dapat mengeluarkan izin smentara. Ini namanya main kucing-kucingan.

Kalau peraturan ini benar-benar diikuti oleh masyarakat, penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya, teoritis tidak ada lagi yang main hakim sendiri, misalnya merusak rumah ibadat dan melarang atau menghalang-halangi orang datang ke gereja dengan dalih tidak memiliki izin, karena semua perselisihan menurut peraturan bersama ini diselesaikan secara musyawarah dengan bantuan pemerintah setempat dan kalau perlu melalui Pengadilan Negeri.



Anulasi Peraturan Bersama Dua Menteri.
Sebaiknya gereja membentuk tim hukum untuk merumuskan pasal-pasal Peraturan Bersama Dua Menteri ini yang bertentangan dengan UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia atau Declaration of Human Right dari PBB. Kalau ini memang terbukti, apalagi didukung oleh badan-badan internasional, maka semua kelompok yang menentang Peraturan Bersama Dua Menteri ini harus mengajak ormas, parpol dan anggota legislatif di pusat dan daerah untuk menekan pemerintah mencabut Peraturan Bersama ini. Pokoknya jangan lagi dipilih anggota legislatif dan eksekutif yang mempertahankan Peraturan Bersama Dua Menteri ini pada Pemilu atau Pilpres 2009.

Di sini saya juga melihat peranan Dr. SAE Nababan, yang baru terpilih menjadi Ketua Dewan Gereja Sedunia, putra Indonesia pertama yang menduduki kursi yang bergengsi ini di Jenewa, seperti yang disebutkan juga oleh Pdt. WTP Simarmata, Ketua Umum PGI Wilayah Sumut dan Sekjen HKBP. Kita harus berani juga mengatakan yang benar dan menyampaikan ini kepada semua negara sahabat, bahwa Peraturan ini bertentangan dengan HAM (kalau rumusan tentang hal ini sudah disepakati). Ini adalah hak setiap umat beragama karena agama itu kebanyakan bersifat universal tanpa mengenal batas-batas negara, dan karena itu solidaritas beragama melampaui batas-batas kekuasaan negara.

Sunday, March 12, 2006

Menyelamatkan Rumah Sakit Dengan Membangun Sistem Pembiayaan Yankes di Sumut

Ketika saya merencanakan pembangunan satu rumah sakit swasta di Pematangsiantar tahun 1982, yang saya pertanyakan pertama di mana pangsa pasar rumah sakit yang akan saya dirikan. Hitungan saya waktu itu sangat sederhana: dari 1 juta penduduk Kabupaten Simalungun dan Kotamadya Pematangsiantar, hanya 15 % yang mampu berobat dengan biaya yang realistis, berarti 150 ribu orang. Kalau angka kesakitan 15 % maka akan ada rata-rata 22.500 orang berobat jalan tiap bulan. Dan dari out patient ini akan berobat mondok (opname) 10 % yang berarti 2.250 pasien tiap bulan. Karena waktu itu saingan adalah RS Harapan, Rumkit dan RSU maka saya mengharapkan pangsa pasar sekitar 25 %, yaitu 562 pasien tiap bulan. Ini akan memadai dengan jumlah 50 tempat tidur waktu itu.

Sekarang situasinya pun masih hampir seperti 23 tahun yang lalu itu. Yang berubah hanya biaya pengobatan yang lebih tinggi, pangsa pasar yang bergeser akibat persaingan rumah sakit yang jumlah tempat tidurnya meningkat, walaupun jumlah tempat tidur yang ideal 1 bed untuk 400 penduduk belum tercapai (target Depkes biasanya 1 tempat tidur untuk 1000 penduduk).

Yang menjadi pertanyaan, ke mana sisa penduduk yang 85 persen itu berobat, bagaimana mereka diobati, siapa membayar biaya perobatannya karena mereka belum termasuk golongan mampu membayar biaya pelayanan kesehatan yang optimal, sesuai dengan standar pengobatan berteknologi terkini. Secara gamblang kita berani bilang, bahwa mereka pergi berobat ke tempat pelayanan kesehatan yang sebenarnya tidak dalam posisi mampu menyembuhkan penyakit yang mereka derita. Artinya pelayanan itu dibawah standar pelayanan yang mampu menyehatkan si sakit. Sebagai catatan, Menkes RI baru-baru ini mengumumkan bahwa Pemerintah akan mengajukan RUU Rumahsakit ke DPR, di mana standar pelayanan akan ditentukan di semua rumah sakit di Indonesia. Ini berarti bahwa dalam kurun waktu yang pendek, tidak boleh lagi rumah sakit melakukan pelayanan asal-asalan seperti sering terjadi selama ini. Apalagi UU Praktek Kedokteran yang akan berlaku tahun ini akan menghukum dokter yang berpraktek tidak sesuai dengan prosedur tetap.

Untuk menjawab pertanyaan kemana orang yang kurang mampu itu berobat, tulisan ini mencoba mencari jalan keluar, fasilitas apa yang bisa disediakan oleh pemerintah dan swasta, sehingga mereka yang 85 persen tidak atau kurang mampu itu mendapat pelayanan yang sesuai dengan prosedur tetap.

Seperti pengalaman pada negara yang sudah maju, pembiayaan pengobatan diatur dengan asuransi atau penjaminan kesehatan, baik itu yang diselenggrakan pemerintah atau swasta. Sistem asuransi kesehatan atau asuransi sakit ini (Jerman: Krankenversicherung, Belanda: zieken fonds, Inggeris: health insurance) sekarang sudah begitu melembaga, sehingga seandainya seorang dari golongan menengah di Eropa sakit dan harus membayar biaya pengobatan mondok di rumah sakit selama 10 hari, dia tidak akan mampu membayarnya kecuali kalau dia menjual sebagian hartanya, misalnya mobil, rumah, dll. Tapi itu namanya kebangkrutan dan memang itulah yang sering terjadi di Sumatera Utara, yakni mereka menjual kerbau atau ladang hanya untuk membayar biaya operasi.

Yang saya bayangkan mungkin dilakukan di Provinsi Sumatera Utara adalah dengan membuat peraturan daerah yang mengatur asuransi keseahtan. Di situ harus ditetapkan siapa yang wajib masuk asuransi (misalnya yang makan gaji), siapa yang merupakan target kampanye untuk ikut asuransi sakit, misalnya orang wiraswasta pemilik kedai kopi, kedai sampah, petani, dst. Pemerintah Kabupaten atau Kota tentu dapat juga membuat Perda khusus sesuai dengan kondisi setempat, misalnya karena fasilitas pelayanan medik belum lengkap.

Satu dewan kesehatan yang terdiri dari unsur pemerintah, rumah sakit, perusahaan asuransi dan organisasi profesi dokter (IDI) akan menghitung biaya pelayanan yang bermutu, termasuk biaya obat, rumah sakit, honor dokter, dll. Dengan bantuan aktuaris yang independen ditentukan premi asuransi dengan standar pelayanan yang ditetapkan itu.

Kalau unsur biaya pelayanan sudah diatur sesuai prosedur tetap, biaya pengobatan akan sama di semua rumah sakit (swasta dan pemerintah) pada komponen tertentu, misalnya komponen obat, komponen instrumen, komponen biaya non obat (makanan, laken, alat kebersihan, dst). Ada juga komponen yang variabel harganya, misalnya honor dokter yang sampai sekarang belum distandardisasi pemerintah. Tetapi mungkin untuk asuransi kesehatan tertentu, ini pun sudah memakai tarif yang disepakati antara dokter dan asuransi kesehatan.

Lantas apa hubungannya dengan upaya menyelamatkan rumah sakit dengan membangun sistem asuransi ini? Seperti disebutkan pada awal tulisan ini, pangsa pasar yang 85 persen itu akan terserap dalam asuransi kesehatan yang tersedia, sehingga mereka pun menjadi mampu berobat sesuai prosedur tetap di rumah sakit sehingga rumah sakit daerah yang selama ini hanya melayani Jaminan Pengamanan Sosial (JPS), Askes dan Askeskin, Jamsostek yang sering menjadi “bisnis rugi” rumah sakit itu akan mendapat pasien baru, atau pangsa pasar baru, yang akan memperbaiki ekonomi rumah sakit itu. Hal yang sama akan berlaku juga untuk rumah sakit swasta milik lembaga agama, pribadi, yayasan atau PT.

Dengan sistem pembiayaan yang makin lama makin mencakup penduduk yang lebih banyak ini (apa lagi kalau anggaran pemerintah dapat dimasukkan dalam program ini), saya yakin bahwa sistem dan kualitas pelayanan medik di Sumut akan membaik, dan rumah sakit pada gilirannya lebih makmur (tidak ada lagi rumah sakit yang kotornya minta ampun, tidak dicet bertahun-tahun, jendela pecah tidak diperbaiki, dll.). Ini berlaku untuk rumah sakit pemerintah daerah dan swasta, dan asuransi itu pun tidak boleh mendiskriminasi atau membedakan rumah sakit swasta dan pemerintah (seperti yang berlaku sekarang untuk Askes pegawai negeri yang hanya boleh dilayani oleh rumah sakit pemerintah).

Mudah-mudahan dengan sistem pembiayaan yang lebih baik ini, pelayanan terus menerus akan mengalami perbaikan dan pada gilirannya orang akan lebih enggan berobat ke Penang, karena di sini pun sudah ada pelayanan medis yang baik.

Sarmedi Purba, dokter, pengamat politik kesehatan, email
sarmedipurba@hotmail.com

Thursday, February 09, 2006

BERITA MEDIA CETAK TENTANG VISI POLITIK SARMEDI














Berikut ini adalah beberapa publikasi media cetak tentng visi politik Sarmedi Purba
Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket
Image hosting by Photobucket

Image hosting by Photobucket