Thursday, August 28, 2008

KOALISI PDIP DAN GOLKAR NGAWUR

oleh Sarmedi Purba

Gagasan koalisi PDIP dan PARTAI GOLKAR akan menambah runyamnya demokrasi di tanah air kita. Rakyat sebenarnya mengharapkan bahwa salah satu dari partai besar ini akan mengusung calon presiden yang diterima dan dipilih rakyat dan partai yang satu lagi menjadi penyeimbang, sehingga oposisi lebih kuat, sebagai sosial kontrol resmi dari rakyat.

Kalo mereka bergabung, siapa lagi yang disegani pemerintah atau presiden yang akan datang, karena oposisi hanya partai gurem yang mudah diredam dengan berbagai cara? Jadi pemerintah koalisi cenderung otoriter tanpa ada kekuatan yang harus dipertimbangkannya melalui DPR. Ini sangat berbahaya, apalagi kalo pemerintahnya KKN, tdk ada lagi yang bisa mengawasi kinerja pemerintah. Sama seperti sistem partai tunggal negara komunis dulu, tidak ada oposisi. Atau sama seperti zaman orba, di mana pernah 3 partai yang eksis waktu itu ikut di kabinet. Secara sinis Pak Ruslan Abdul Gani pernah mengusulkan agar Indonesia menganut sistem partai tunggal saja.

Partai berasal dari part (=bagian). Jadi kalo semua partai gabung, tidak ada lagi pengertian partai dalam sistem yang demokratis dan sistem yang memiliki prinsip check and balance.

Kalo PDIP mau berkuasa buatlah visi, misi dan renstra tandingan yang lebih baik dan jelas. Jadi tidak hanya dengan tujuan utama partai ingin merebut kekuasaan saja dengan mengajak gabung dengan Ketua Umum dan Wapres Jusuf Kalla yang sedang berkuasa. Ini kan jadi ngawur. Katanya PDIP mau tampil beda, tidak mau biru atau kuning, tapi merah sejati. Kalo diaduk tiga warna, lantas platformnya jadi ngawur, mau dibawa ke mana rakyat pemilih ini?

Jadi stop dengan politicking, berfungsilah sebagai partai yang benar, membuat calon presiden yang lebih baik dari SBY, yang bisa memerintah lebih baik dari balon presiden Wiranto, Sutrisno dan Prabowo. PDIP dan Golkar harus percaya diri sebagai partai kader yang ada di negeri ini.

Rakyat akan protes dengan menjadi golput kalo PDIP dan Partai Golkar berkoalisi. Atau rakyat akan marah dan kecewa lagi seperti pada Pemilu/Pilpres 2004, yaitu dengan memilih kembali SBY karena tdk ada capres yang lebih baik di mata rakyat selain beliau. Berpikirlah jernih demi rakyat, bukan hanya demi partai.
http://sarmedipurba.blogspot.com

Saturday, August 09, 2008

TANGGAPAN TENTANG “HKBP BUTUH PEMBAHARUAN" (Pdt WTP Simarmata MA)

(Tanggapan Sarmedi Purba untuk judul yang sama di Harian SIB 10 Agusutus 2008)

Saya menyampaikan apresiasi tentang visi seorang kader GMKI Willem Simarmata mengenai keakanan gereja HKBP, visi yang ditawarkan seorang balon ephorus sebagai alternatif terhadap kebijakan HKBP untuk periode 4 tahun ke depan.

Untuk mendukung “kampanye” tersebut (gereja tidak lagi mengharamkan kampanye) saya utarakan 3 hal: pertema pelengkap, kedua kritik dan ketiga komentar:
1. RS HKBP: mengatasi penurunan kunjungan pasien RS menurut pendapat saya karena salah konsep dan tidak adanya visi yang jelas RS HKBP (hal ini juga berlaku untuk kebanyakan RS milik gereja di Indonesia). Penyebabnya bukan hanya karena ketiadaan dokter spesialis. HKBP harus memutuskan bahwa visi RS adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar nasional dan sebaiknya internasional yaitu:
a. Harus ada otonomi RS
b. Gedung harus disesuaikan dengan arsitektur baru, bertingkat, pakai lift dan eskalator
c. Disesuaikan dengan RS pemerintah tipe C plus (minimal melengkapi dokter spesialis dan peralatan bagian bedah, penyakit dalam, kandungan dan anak (plus anestesi, radiologi/sonografi).

2. Pengembangan Ekonomi Produktif tidak sesuai dengan misi gereja. Gereja harus hidup dari persembahan jemaatnya, tidak dengan mengandalkan bisnis gereja. Hal ini sejalan dengan visi bahwa negara harus mengandalkan penerimaan pajak dan bukan profit BUMN. Hal ini terbukti di Eropa Timur yang bangkrut awal 90-an. Saya usulkan agar gereja menyusun anggaran yang cukup sebagai anggaran rutin, anggaran personalia dan program pelayanan. Anggran ini disuguhkan kepada anggota jemaat untuk mengumpul dana menutupi biaya yang dibutuhkan. Saya yakin anggota HKBP mampu, asal sitem keuangannya transparan. Ini lebih rasional dari pada membangun perusahaan-perusahaan milik gereja yang cenderung merugi (contoh: Percetakan HKBP, di GKPS: perkebunan kelapa sawit/Juma Bolag).

3. Statement “bayangkan kalau yang didukung itu kalah, kan sangat memalukan” tidak mendidik untuk berdemokrasi. Karena berdemokrasi pada Pilkada berarti tidak harus takut dan malu kalah. Yang penting teguh pada visi dan misi yang kita anut. Gereja tidak pantas menjadi oportunis atau “sitogu najongjong situnjang nagadap” atau “molo monang marjuji sude mandok lae” (Nahum Situmorang). Pada pemilihan pimpinan gereja juga harus berani dan tidak malu kalah. Memang karena “malu kalah” (bad looser) inilah sering terjadi perpecahan sesudah sinode pemilihan di gerea kita di Indonesia. HORAS MA LAWEI…
http://sarmedipurba.blogspot.com