Tuesday, July 10, 2007

Lions Club Gelnhausen Akan Mengirimkan Bantuan Lanjutan Untuk Anak Korban Tsunami Pulau Nias Di Siantar

Asrama Anak Cacat Mental di negara bagian Thueringen dan Lions Club Gelnhausen di negara bagian Hessen Republik Federasi Jerman bertekad untuk membantu anak Nias korban tsunami di Siantar sampai pendidikan setingkat SLTA selesai. Demikian disampaikan oleh Rudolf Kimpel, anggota Lions Club Gelnhasuen, kepada Dr.med. Sarmedi Purba pada pertemuan di Benshasuen pada 6 Juli 2007.

Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka memperkenalkan Asrama Anak Korban Tsunami Pulau Nias di Jalan Danau Kerinci 5 Pematangsiantar keapda anak-anak penghuni Asrama Anak Cacad Desa Benshausen. ada 50 anak-anak tinggal pada asrama yang dibangun kembali sejak 17 tahun lalu oleh Lions Club Benshausen pasca penyatuan kembali Jerman pada 1989. Mereka adalah anak-anak yang diterlantarkan orang tuanya yang sebagian mengalami broken home, penyiksaan rumah tangga dan sebagian malah diperkosa oleh bapaknya sendiri. Trauma jiwa dan badan anak-anak ini diusahakan disembuhkan kembali di asrama yang mempunyai 38 orang karyawan dan karyawati asrama ini. Tiap 4-5 orang anak diasuh intensif oleh pendidik yang berpengalaman. Mereka harus teratur dalam pengobatan dokter, pergi ke sekolah, mengerjakan PR, latihan dan juga pada acara santai bersama teman-teman mereka.

Walaupun mereka telah mengalami hal-hal yang mengerikan dengan trauma yang di luar jangkauan akal sehat manusia, mereka dengan sopan dan bersahabat menunjukkan asrama dan kehidupan mereka kepada kedua tamu dari Indonesia, Sarmedi Purba dan Ibu Gertrud, yang memprakarsai Asrama Anak Korban Tsunami di Siantar bersama Rusdin Sumbayak, Ketua Masyarakat Indonesia Jerman Daerah Rhein Main di Eschborn. Malah mereka mampu menyisihkan uang saku mereka untuk anak korban tsunami di Pematangsiantar dan mengajak guru-guru, pendidik dan anak sekolah setempat untuk turut menyumbang. Mereka menyampaikan beberapa lagu dan khusus untuk anak Asrama Anak Korban Tsunami Pulau Nias Pematangsiantar, mereka menyumbangkan sanjak yang mereka ciptakan sendiri, yang antara lain berbunyi Seorang anak yang terus-terusan dikritik akan belajar mengutuk/ anak yang dipukuli akan belajar sendiri memukul/ anak yang dimanjakan akan belajar jadi pemalu/anak yang didorong akan belajar percaya diri/anak yang mendapat tolerasnsi akan belajar sabar/anak yang dipuji akan menhargai penilaian/anak yang di perlakuan adil akan belajar keadilan/anak yang dicintai dan dipeluk akan belajar merasakan cinta…

Pada pertemuan tersebut Ibu Gertrud Purba,yang juga mengawasi pelaksanaan pelayanan untuk 24 anak-anak di Asrama Anak asuhan Yayasan Bina Insani itu, memaparkan kehidupan anak-anak Nias korban tsunami di Siantar, misalnya bagaimana bahasanya, apa kegiatan mereka mulai pagi sampai sore dan banyak pertanyaan yang mereka ajukan kepada ibu Gertrud.

Anak-anak asrama di Benshausen bersama pimpinannya sepakat dengan Dr Sarmedi untuk melakukan tukar menukar pengalaman melalui internet dengan bahasa Inggeris. Pengasuh ananak-anak cacat mental ini ingin agar mereka menyelesaikan tugas wajib mereka dalam pelajaran bahasa Inggeris dengan menulis surat ke Siantar. Jadi sekali mendayung terlampaui dua pulau.

Keesokan harinya diadakan lagi pertemuan dengan Lions Club Gelnhausen yang dipimpin oleh Presidennya dan dimoderatori oleh Prof. Dr. Wolfgang Koening, mantan Presiden LC Gelnhausen, yang sudah 2 kali mengunjungi Asrama Anak di Siantar. Hadir juga antara lain Herr Fritz Dehio, Pengawas Perbendaharaan LC Gelnhausen yang sudah mengenai manajemen Asrama Anak di Siantar itu melalui hubungan internet. Beberapa anggota pengurus Lions Club Gelnhausen meyakinkan Dr Purba bahwa mereka akan mencari bantuan dari masyarakat Jerman untuk anak Nias yang bersekolah di Pematangisantar. Pada club meeting tersebut Ibu Gertrud juga menceritakan perkembangan pada anak sekolah yang tinggal di asrama di Pematangsiantar itu.

Seperti diketahui pada pemberitaan pers dan website http://www.binainsani.org/ sejak bulan Mei 2005 25 anak Nias korban tsunami Desember 2004 dan gempa bumi Maret 2005 ditampung Yayasan Bina Insani yang dipimpin Agus Marpaung di kota itu. Satu orang tidak meneruskan sekolahnya di Siantar dan pulang ke tempat orang tuanya di Nias, Tiga orang telah selesai menamatkan pendidikan SMA di SMA Kampus Universitas HKBP Nommensen Siantar. Dari 21 anak yang masih tinggal di asrama yang sejak 7 Juni 2007 pindah dari Jalan Baja Membara 6 ke Jalan Danau Kerinci 5 di kota itu, 11 anak akan meneruskan pendidikan ke SLTA setelah menamatkan pelajaran di SMP Cinta Rakyat P. Siantar.