Wednesday, September 27, 2006

RENCANA SEMINAR TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN

RENCANA SEMINAR TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN
Dokter dan RS Jangan Saling Tuding

Photobucket - Video and Image Hosting
Sarmedi Purba

Harian METRO SIANTAR 27/9-2006

Tak dapat dipungkiri, praktek kedokteran seperti operasi, mulai dari informed consent (izin operasi), prosedur tetap, laporan operasi, anestesi dan lainnya kerap dan rentan berujung pada persoalan hukum. Padahal persoalan tersebut pada dasarnya bukan hanya tanggung jawab dokter, tetapi juga terkait dengan pihak manajemen rumah sakit (RS).

Oleh MANGAPUL SINAGA, SIANTAR

Hal tersebut dikatakan Dr med Sarmedi Purba SpOG, selaku salah seorang dokter spesialis di Siantar kepada koran ini kemarin Selasa (26/9). Sarmedi yang ditemui di ruang kerjanya di RS Vita Insani Insani lebih lanjut mengatakan, persoalan hukum yang muncul dari aspek praktek dokter sering pula menjadi dilematis.

“Kalau muncul persoalan hukum, kerap terjadi saling tuding antara pihak manajemen rumah sakit dengan dokter,” ujarnya.

“Padahal, katanya, saling tuding tersebut tidak semestinya terjadi. Rumah sakit tidak bisa berfungsi tanpa dokter dan sebaliknya,” terang pendiri RS Vita Insani Insani Siantar tersebut.

Maka, kata dia, tanggung jawab RS dan dokter dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya dalam tindakan operasi masih sangat penting dikaji.

Kata Sarmedi lagi, memang telah ada Undang-undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 yang menjadi acuan dalam praktek kedokteran, yang menjadi sangat aktual untuk diterjemahkan dan diimplementasikan, terutama pada daerah yang tidak mempunyai sarana dan sumber daya manusia (SDM) sebagai pendukung. Namun masih menjadi pertanyaan, sejauh mana UU Praktek Kedokteran dapat memberikan jaminan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang baik?

“Itu menjadi pertanyaan,” kata dokter yang juga menjabat Ketua Umum Forum Dokter Pembanding (FDP) yang berkedudukan di Jakarta tersebut.

Seminar Sehari
Terkait dengan persoalan yang muncul dari pelaksanaan praktek kedokteran, serta masih “kabur” nya tanggung jawab RS dan dokter dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan khusus dalam tindakan operasi, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wilayah IV dana Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Siantar-Simalungun akan mengadakan Seminar Sehari bertemakan Tanggung Jawab Rumah Sakit dan Dokter Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Khusus Dalam Tindakan Operasi. Seminar Sehari akan dilaksanakan di Convention Hall RS Vita Insani Insani Jalan Merdeka Siantar, Sabtu (7/10).
Panitia akan mendatangkan 7 pakar sebagai pembicara dari Jakarta antara lain Dr Budi Sampurna SH SpF dari IDI Pusat, DR dr Herkutanto SH SpF dari PERSI, Dr Sabir Alwy SH MH dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Freshley Hutapea SH MH MARS dari Ditjen Bina Yanmed Depkes RI dan VA Binus Manik SH MH dari Biro Hukum dan Organisasi Depkes RI.

Panitia mengundang semua pimpinan RS dari Wilayah IV PERSI Sumut yang mencakup Kota Siantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tobasa dan Kabupaten Samosir, termasuk para Kepala Dinas Kesehatan dari daerah-daerah tersebut.. Juga akan dihadiri kalangan IDI Sumatera Utara dan PERSI Sumatera Utara.

“Yang pasti ini menyangkut kepentingan petugas kesehatan yang terlibat dalam penyelenggaraan praktek kedokteran seperti yang didefinisikan dalam UU Praktek Kedokteran,” terang Sarmedi.

Panitia seminar telah terbentuk Selasa (26/9) di RS Vita Insani Insani. Terpilih sebagai Ketua Umum Dr med dr Sarmedi Purba SpOG yang juga merupakan Koordinator PERSI Wilayah IV. Sedangkan Ketua, masing-masing dr Saerun Simatupang (Ketua IDI), dr Ria Telaumbanua SpPD (Direktur RSU) dan dr Usman Ginting (Direktur RS Harapan Siantar).

Dan sejumlah dokter terlibat dalam kepanitiaan antara lain dr Petrus Yusuf (Sekretaris IDI), dr Sihar Sagala (dokter RSU Siantar), dr Alpin Hoza (Direktur RS Vita Insani Insani), dr Bahtera Surbakti SpOG, dr Namso Saragih, SpPD, dr TH Simatupang SpB dan dr Rajin Saragih SpB.

Thursday, September 21, 2006

TATIANA SUDAH SpOG

UPACARA LEPAS SAMBUT PPDS FKUI
9 September 2006 di Aula FKUI Salemba 6 Jakarta

Photobucket - Video and Image Hosting

Dr Regina Tatiana Purba, SpOG dilepas oleh FKUI sebagai dokter spesialis bersama 167 sejawatnya dari berbagai bidang ilmu kedokteran dari 51 program studi yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

Menarik untuk diketahui bahwa dari dokter-dokter yang dilepas sebagai dokter spesialis hari ini, ada separuh (83 orang) perempuan dan yang paling banyak dari 167 lulusan, adalah spesialis anak (19 orang), menyusul ahli anestesi (16 orang).

Rasanya cepat sekali waktu berjalan. Tati yang lahir 1975 telah menjadi spesialis seperti bapaknya –itu mungkin tandanya bahwa saya sudah lebih tua (bukan tua tapi lebih tua). Kelahiran Tati di Wermelskirchen hari Jumat 3 Oktober 1975, hari operasi Bagian Ginekologi di RS Kota Wermeslkirchen, rasanya seperti baru kemarin. Habis operasi pertama mamanya Gertrud masuk kamar bersalin. Saya buru-buru ambil kamera dari rumah yang jaraknya 7 km dari rumah sakit; Tati tidak sabar menunggu, dia sudah lahir sebelum saya kembali ke kamar bersalin. Waktu itu saya, bapaknya, baru 9 bulan menjadi Facharzt fuer Gynaekologie und Geburtshilfe yang pengakuannya diterbitkan oleh Aerztekammer Duesseldorf pada awal Januari 1975.

Di RS Wermelskirchen inilah saya mengenal Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan lebih mendalam. Setelah 2 1/2 tahun di Wermelskirchen, saya pindah ke rumah sakit yang lebih besar di Neuss, kota yang berseberangan dengan kota Duesseldorf di tepi Sungai Rhine yang terkenal itu. Setelah 1 tahun di RS Katolik Neuss saya pindah ke Duesseldorf Mettmann selama 6 bulan, di mana saya juga belajar operasi mammae (payu dara). Di situlah saya menyelesaikan pendidikan spesialis dan kembali bekerja di RS Wermeslkirchen sampai pulang ke Indonesia pada akhir Oktober 1975.

Pada waktu menantikan kelahiran Tatiana kami sekeluarga disibukkan rencana pindah ke Indonesia, penuh dengan ketidakpastian di mana, bagaimana, dengan siapa nanti bekerja di Indonesia. Awalnya sponsor RS Bethesda, Lutheran Church in America – LCA (Rev. Dr. Fred Neudoerffer) tidak menyetujui kehadiran saya di Saribudolok (karena di sana tidak dibutuhkan spesialis melainkan seorang dokter yang mengerti “community health”), sehingga saya berupaya pindah ke Jakarta dan bekerja di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dengan bantuan Pak TB Simatupang almarhum waktu itu. Karena tiba-tiba Dr. Fred Neudoerffer berubah pikiran sesudah kedatangan Drs Henk Crietee, Staf Community Development RS Betehesda ke rumah kami di Remscheid, maka kami memfokuskan pikiran untuk mempersiapkan perpindahan kami ke Saribudolok.

Maka direncanakanlah permandian Tati pada umur 3 minggu oleh Pdt. Ditrich Tappenbeck di satu gereja kecil di Remscheid, di kota mana kami tinggal pada waktu itu. Tati protes dengan menangis kuat waktu air kudus yang basah itu ditaruh dikepalanya. Sehabis kebaktian diadakan acara perpisahan dengan teman-teman di Jerman. Tanggal 31 Oktober 1975 saya sudah mulai bekerja di RS Bethesda GKPS Saribudolok, tanpa disertai keluarga.

Rencana semula agar keluarga kami akan kumpul kembali 28 Desember 1975 di Saribudolok gagal total karena Tatiana jatuh sakit. Dia harus dirawat mondok selama 3 bulan di Kinderklinik Universitas Munich dengan gips dada dan lengan kanan karena Periostitis acuta yang dideritanya. Puji Tuhan bahwa Tati tidak mendapat kekurangan suatu apa pun akibat penyakitnya itu sesudah tumbuh menjadi dewasa. Dia menjadi pendaki gunung dan suka rafting waktu SMA.

Sekarang Tatiana sudah jadi dokter spesialis obstetri ginekologi, 31 ½ tahun sesudah bapaknya menerima pengakuan keahlian yang sama di Jerman. Semua ini berkat Tuhan yang sangat saya syukuri. Puji Tuhan.

Friday, September 01, 2006