Saturday, August 09, 2008

TANGGAPAN TENTANG “HKBP BUTUH PEMBAHARUAN" (Pdt WTP Simarmata MA)

(Tanggapan Sarmedi Purba untuk judul yang sama di Harian SIB 10 Agusutus 2008)

Saya menyampaikan apresiasi tentang visi seorang kader GMKI Willem Simarmata mengenai keakanan gereja HKBP, visi yang ditawarkan seorang balon ephorus sebagai alternatif terhadap kebijakan HKBP untuk periode 4 tahun ke depan.

Untuk mendukung “kampanye” tersebut (gereja tidak lagi mengharamkan kampanye) saya utarakan 3 hal: pertema pelengkap, kedua kritik dan ketiga komentar:
1. RS HKBP: mengatasi penurunan kunjungan pasien RS menurut pendapat saya karena salah konsep dan tidak adanya visi yang jelas RS HKBP (hal ini juga berlaku untuk kebanyakan RS milik gereja di Indonesia). Penyebabnya bukan hanya karena ketiadaan dokter spesialis. HKBP harus memutuskan bahwa visi RS adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar nasional dan sebaiknya internasional yaitu:
a. Harus ada otonomi RS
b. Gedung harus disesuaikan dengan arsitektur baru, bertingkat, pakai lift dan eskalator
c. Disesuaikan dengan RS pemerintah tipe C plus (minimal melengkapi dokter spesialis dan peralatan bagian bedah, penyakit dalam, kandungan dan anak (plus anestesi, radiologi/sonografi).

2. Pengembangan Ekonomi Produktif tidak sesuai dengan misi gereja. Gereja harus hidup dari persembahan jemaatnya, tidak dengan mengandalkan bisnis gereja. Hal ini sejalan dengan visi bahwa negara harus mengandalkan penerimaan pajak dan bukan profit BUMN. Hal ini terbukti di Eropa Timur yang bangkrut awal 90-an. Saya usulkan agar gereja menyusun anggaran yang cukup sebagai anggaran rutin, anggaran personalia dan program pelayanan. Anggran ini disuguhkan kepada anggota jemaat untuk mengumpul dana menutupi biaya yang dibutuhkan. Saya yakin anggota HKBP mampu, asal sitem keuangannya transparan. Ini lebih rasional dari pada membangun perusahaan-perusahaan milik gereja yang cenderung merugi (contoh: Percetakan HKBP, di GKPS: perkebunan kelapa sawit/Juma Bolag).

3. Statement “bayangkan kalau yang didukung itu kalah, kan sangat memalukan” tidak mendidik untuk berdemokrasi. Karena berdemokrasi pada Pilkada berarti tidak harus takut dan malu kalah. Yang penting teguh pada visi dan misi yang kita anut. Gereja tidak pantas menjadi oportunis atau “sitogu najongjong situnjang nagadap” atau “molo monang marjuji sude mandok lae” (Nahum Situmorang). Pada pemilihan pimpinan gereja juga harus berani dan tidak malu kalah. Memang karena “malu kalah” (bad looser) inilah sering terjadi perpecahan sesudah sinode pemilihan di gerea kita di Indonesia. HORAS MA LAWEI…
http://sarmedipurba.blogspot.com

1 comment:

SureMedia Press said...

Horas oppung..

Dari kami naposo di bona pasogit, mendukung upaya reformasi di gereja HKBP, terutama RS HKBP Balige yang sekarang telah merosot mutu dan kualitas pelayanannya dan akhirnya ditinggalkan oleh jemaat HKBP sendiri. Tragis!

Semoga dapat diperbaiki lagi di kemudian hari

Sian hami BersamaToba.com, salam kenal oppung dan semoga dapat bekerjasama di kemudian hari

www.BersamaToba.com