Wednesday, July 08, 2009

PILPRES 2009 - Komentar Sarmedi Purba

Akhirnya SBY terpilih jadi Presiden RI sesuai prediksi lembaga survey sejak 3 bulan yang lalu. Saya pernah mengatakan, kalau SBY mendapat 70% suara 3 bulan yl, perolehan ini bisa turun sampai 62% akibat campain dan paling jelek turun jadi 52% akibat black campain. Namun tetap berpotensi 1 putaran. Ternyata angka ini bertahan pada kisaran 60%.

Apa yang dapat kita petik dari hasil Pilpres 2009 ini?

Pertama, bangsa ini harus belajar mempercayai hasil survey yang profesional. Karena survey adalah ilmu pengetahuan (science) yang berdasar bukti. Siapa yang tidak percaya dan sering mencibir akan rugi sendiri. Dan kalau kita tidak percaya atas science, mengapa kita mengirim anak kita bersekolah setinggi-tingginya? Ini sudah sering saya utarakan dan sering pula diketawai orang tertentu.

Kedua, parpol dan politisi di Indonesia harus lebih banyak belajar dari pengalaman politik di dalam dan khususnya di luar negeri dalam kehidupan berdemokrasi.

Budaya mundur, prinsip bahwa tujuan lebih diutamakan dari ambisi pribadi, visi dan program parpol yang jelas dan rinci dalam segala bidang kehidupan harus lebih dipahami di Indonesia.

Sebagai ilustrasi -kalau sekiranya Megawati Sukarnoputri belajar dari pengunduran diri PM Inggeris,Margret Tatcher tahun 1990-PDIP seharusnya mengajukan capres baru sesudah kekalahan Mega pada Pilpres 2004. Partai ini seharusnya menciptakan image baru, visi baru dan program tandingan yang yang sekaligus mengkritik program SBY/JK selama ini.

Sebagai contoh, pada program kesehatan SBY dan Menkes banyak yang bisa dikritik: Jamkesmas yang tidak konform dengan UU SJSN, pengalihan Askeskin berbasis asuransi menjadi Jamkesmas berbasis dana sosial. Tapi tidak ada program tandingan yang dijadikan sebagai alternatif oleh PDIP atau team MegaPro. Artinya peluang ini tidak dimanfaatkan dan sayang sekali. Saya kira hal serupa terjadi pada bidang ekonomi (BLT, program kredit bank, pembangunan infrastruktur, dll), sosial, agama, militer, perhubungan, dll.

Pada debat capres dan cawapres perbedaan ini tidak muncul. Kita mendapat kesan semua ragu-ragu dan takut salah. Padahal perbedaan inilah inti dari demokrasi yang dilaksanakan pada Pilpres 2009 ini.

Ketiga, GOLKAR sebenarnya salah membaca perjalanan politik 2004-2009. Menurut saya amanat rakyat atas kinerja kabinet sekarang adalah: TERUSKAN. Tetapi Golkar mengobok-obok JK yang -menurut pendapat saya- tidak mempunyai visi politik yang jelas. DPD memaksa JK mencalonkan diri. Pada saat terakhir pasca Pemilu Legislatif JK menyesal dan masih mencoba bergabung dengan SBY kembali, tetapi nampaknya sudah terlambat. SBY menolak. Ini karena analisa politik Golkar ternyata salah. Salah satu sebabnya karena tidak memanfaatkan hasil survey. Padahal hasil Pemilu legislatif sudah lama diketahui, bahwa Partai Demokrat akan menang telak. Mengapa JK tidak didukung partainya mempererat koalisi dengan Partai Demokrat yang sebelum Pemilu legislatif masih terbuka lebar.

Dan Golkar sebagai partai yang paling mapan dan berpengalaman, juga tidak membekali JK dengan proram tandingan. Kalau sekiranya program tandingan ada, rakyat dapat menilai pada 2014 apakah pemilih sapi (salah pilih) atau tidak. Kabinet bayangan seyogianya juga memberikan semangat bertanding dan pilihan alternatif yang ampuh. Tetapi inipun tidak dimanfaatkan. Padahal PDIP pernah menjanjikannya.

Akhirnya harus disebutkan bahwa Pilpres 2009 harus diacungkan jempol karena sudah lebih baik dari Pilpres 2004, karena demikianlah proses demokratisasi ini bertambah baik seperti spiral yang berputar menuju ke atas. Kita tidak dapat mengharapkan teori lingkaran setan pada proses politik dalam rangka perbaikan demokrasi di Indonesia.

3 comments:

Hanson Munthe said...

Sy setuju sekali dengan pendapat tulang diatas .... politisi sekarang ini mungkin perlu banyak belajar dari tulang ... bukan saling ejek dan saling tidak mempercayai seperti yang kita lihat dalam perdebatan.
boi do hu postingkon pendapat ni ham on bani nalegan ?
trims !
GBU

Hanson Munthe

Unknown said...

mengenai golkar ingin jadi koalisi kemudian,trlambat karena golkar tidak tahu mrk tidak propesionil.termasuk moralis.ingat kennedy,obama.sedangka sby allout propessionil,moralis.mempergunakan semua ilmu termasuk antropologi.soal keuanganpun lengah,mengandalkan sponsor.padahal seharusnya mrk sudah bisa menggalang kartu .sanggota elektrik.Terlalu percaya diri.samjusgirsang

Sarmedi Purba said...

@Sorma, terima kasih. Boi do ipostingkon bani na legan, asalma ipatugah sumberni

@Samjus: trims juga. Kita harus lebih banyak belajar.