Thursday, September 23, 2010

Perlukah Indonesia membendung globalisasi pelayanan kesehatan?

Saya ingin menambahkan pendapat tentang globalisasi khususnya pada pelayanan kesehatan.

Secara umum satu negara menyetujui globalisasi dengan tujuan agar kualitas produk domestik diuji kecanggihannya dengan produk internasional.

Pengalaman negara yang menutup diri terhadap globalisasi (misalnya negara komunis dulu) ternyata mengalami kemunduran pada kualitas prodduknya, karena tidak ada saingan, tidak ada improvement. Akhirnya ketinggalan dalam teknologi dan pada gilirannya bangkrut karena tidak efisien.

Khusus pada dunia kedokteran, RI sudah memutuskan go international, dengan maksud agar dokter kita dimampukan bersaing dengan dokter asing. Sekarang persaingan baru sebatas bahwa pasiennya boleh memilih berobat ke luar atau dalam negeri. Pada gilirannya dokter asing juga masuk ke Indonesia. Sekarang kabarnya sudah ada di Jakarta, gimana caranya tidak tahu.

Selama ini dokter Indonesia khususnya melalui IDI dan Depkes memasang administrative barrier dengan macam-macam peratuan dengan dalih melindungi pasien domestik. Ini sering juga dengan dalih bahwa kita juga diperlakukan dengan cara yang sama di seberang sana.

Kalau kita lihat kepentingan pasien Indonesia, apakah benar kita melindungi mereka? Atau hanya melindungi dokter Indonesia yang takut kehilangan income.

Kalau dibanding dengan ponsel, banyak keuntungan globalisasi dengan masuknya barang dari Cina. Harganya murah, pembantu saya semua mampu punya ponsel.

Nah, apakah pada pelayana kesehatan juga begitu, bahwa rakyat Indonesia lebih untung kalau dokter dari Penang itu boleh masuk ke Medan dan buka RS di sini. Demi rakyat, itu menguntungkkan Demi dokter tidak. Apakah dokter Indonesia pro rakyat atau hanya memikirkan fulusnya saja.

Jadi ini masalah moral dan etika dokter, how we treat our people, jadi masalah politik kesejahteraan rakyat.

Kalau demi rakyat, biarkanlah orang asing masuk, berikan juga kesempatan dokter asing melayani. Dokter Indonesia harus dipaksa mampu bersaing, dengan demikian kualitas dokter kita akan meningkat, setara atau lebih baik dari dokter asing.

Pada tahap tertentu sering politik proteksi dibutuhkan agar produk atau SDM dalam negeri terlindungi. Itu sudah kita lakukan selama 20 tahun. Pertanyaannya apakah sudah waktunya going international atau tetap self protection dengan konsekuensi kualitas pelkes kita terus menurun. Boleh saja pada satu waktu kita terbangun dan baru menyadari bahwa kita sudah tertinggal jauh dari teknologi kedokteran di Singapura atau Malaysia.

Sarmedi

Dr med Sarmedi Purba SpOG
http://sarmedipurba.blogspot.com

No comments: