Thursday, November 18, 2004

Opini tentang Kesehatan

Program Sistem Penjaminan
Biaya Pelayanan Medik
seharusnya menjadi fokus kegiatan
Depkes 5 tahun mendatang

(oleh Sarmedi Purba)

Sistem penjaminan biaya pelayanan medik masyarakat merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan di Indonesia pada saat ini. 90 % rakyat Indonesia tidak dicover dengan asuransi kesehatan atau dana untuk berobat kalau jatuh sakit.

Karena itu fokus program kesehatan pada kabinet Indonesia Bersatu seharusnya menciptakan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan secara bertahap di Indonesia sehingga dalam waktu 5 tahun ke depan telah diletakkan dasar-dasar penjaminan biaya pengobatan yang pada tahapan selanjutunya merencanakan persentasi target coverage sistem ini pada 90% rakyat Indonesia.

Diharapkan dalam kurun waktu 15 tahun 75 % rakyat Indonesia telah memiliki kartu asuransi sakit atau sejenisnya yang dapat menjamin pembiayaan berobat pada masa sakit.

Sebagai perbandingan, Malaysia telah mencapai 85% dan Singapura mencapai 95 % dari penduduknya yang telah memiliki asuransi pengobatan, sedang kita baru sekitar 12%. Hal ini terjadi karena sampai sekarang Pemerintah tidak pernah memikirkan hal ini dengan serius. Kita terfokus pada pengobatan murah melalui Puskesmas dan RSUD dengan subsidi pemerintah. Sekarang instalasi pengobatan itu telah bangkrut karena kewalahan dalam hal pembiayaan khususnya pada daerah miskin.

Saya berpendapat bahwa pelayanan kesehatan masyarakat hanya dapat berfungsi kalau dipenuhi kriteria:

Tersedianya dana penjaminan melalaui asuransi atau dana penjaminan sejenisnya
Tersedianya pelayanan yang tidak membiarkan orang sakit menunggu terlalu lama.
Adanya pengaturan standard pelayanan yang dipatuhi dan diawasi.

Untuk ini perlu deregulasi sitem penjaminan pelayanan kesehatan yang pada saat ini ada pada PT Askes, PT Jamsostek dan Dana BUMN dan asuransi swasta. Dana yang tersedia harus ditata menjadi dana yang realistis dapat menyediakan uang yang cukup untuk pemeliharaan kesehatan pesertanya. Dana yang mubazir harus dikaji ulang sehingga lebih efisien.

Dana yang tersedia dari anggaran pemerintah pusat dan daerah harus difokuskan untuk menambah jumlah peserta asuransi sakit yang sudah ada, tidak untuk membantu rumah sakit yang tidak mampu melayani pasien. Dengan demikian RS dan Puskesmas harus hidup dari banyaknya pasien yang dilayaninya, bukan dari anggaran yang diterimanya dari pemerintah. Dengan demikian instalasi pelayanan kesehatan yang tidak mampu melayani penderita tidak akan mendapat apa-apa sedang yang mampu menarik hati pasien akan menerima imbalan dari dana pasien yang berobat, khususnya pasien yang mempunyai kartu asuransi sakit.

Asuransi kesehatan harus dapat menjamin biaya pelayanan minimal untuk nasabahnya. Yang tidak dapat memenuhi kriteria pembiayaan yang berlaku pada harga pasar tidak diberikan ijin operasional (sekarang ada asuransi kesehatan swasta atau pemerintah yang tidak dapat membayar biaya pengobatan sesuai standard yang baku, dpl. biaya yang diberikan tidak memungkinkan orang sembuh dari penyakitnya alias wanprestasi).

Pelayanan RS sawasta dan pemerintah harus bersaing dan tidak ada yang dianaktirikan atau yang menjadi anak kesayangan. Satu-satunya penilaian untuk RS adalah kemampuannya melayani orang sakit.

Memfokuskan program pada pembiayan pelayanan orang sakit tidak dimaksud untuk mengabaikan aspek-aspek lainnya di bidang kesehatan yang telah dilakukan selama ini, khususnya di bidang pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat preventif, rehabilitatif dan promotif. Dalam bidang-bidang ini tentu harus mendapat perhatian yang proporsional, namun harus diingat bahwa pengobatan penyakit adalah ujung tombak pencegahan penyakit dan yang paling penting adalah pencegahan kematian. Dengan pengobatan yang baik kita serta merta bertindak promotif.

Dr.med. Sarmedi Purba, SpOG, pengamat politk kesehatan
Email: sarmedi@vita-insani.com

No comments: