Tuesday, November 30, 2004

Pdt Petrus Purba meninggal umur 88 tahun

Selasa, 30 November 2004

Hari ini kami (Merly, Menny dan saya) melayat Pendeta Petrus Purba, yang meninggal 2 hari yang lalu dan akan dikebumikan besok. Dia meninggalkan 12 orang anak yang semuanya sudah berkeluarga.

Dua hal yang menjadi ciri khas Pdt Petrus: sosok penerjamah bibel bahasa Simalungun dan orang yang setia mengunjungi dan memberikan penghiburan dan harapan kepada orang sakit, baik dengan kunjungan rumah maupun kunjungan rumah sakit.

Waktu saya mahasiswa saya beberapa kali mendengar khotbah Pdt Petrus yang terkenal ini: Salah satu yang saya ingat dia mengatakan: kalau seorang gadis ditanya seorang pemuda, apakah mau menjadi isterinya, maka kalau si gadis mengatakan ya, maka kalau ada rumah si pemuda ini maka separuh rumah itu menjadi milik gadis itu. Dan kalau ada mobilnya maka separuh mobil itu menjadi milik gadis itu. Demikianlah juga kita manusia, kalau kita mengatakan ya kepada Yesus, maka separuh harta sorgawi menjadi harta kita.

Di Jerman Pdt Petrus juga terkenal dari cerita orang yang mengenalnya. Walaupun di Jerman celananya selalu tidak disetrika dan masih bulat. Pernah -menurut cerita Heinrich Vollmer alm., adik Missionar Hermann Vollmer alm.- Pdt Petrus melihat orang yang besanan (bah. Simalungun na marbesan) menyapa satu sama lain dengan berpelukan dan Pdt Petrus buang muka tidak sanggup melihat peristiwa itu, karena tidak sesuai dengan ahap atau feeling Simalungun.

Kontak batin antara Tuhan dengan manusia atau antara sesama manusia sering digambarkan Pdt. Petrus dengan listrik. Tombolnya dikontakkan maka di tempat lain lampu hidup dan menerangi sekitarnya. Dengan saya pribadi dia dulu sering mendiskusikan tentang hubungan otak, syaraf, jiwa, perasaan dan roh manusia, bagaimana itu berkaitan satu sama lain. Dia menerangkan itu dalam bahsa Jerman, kadang-kadang dalam bahasa Inggeris.

Memang hebat sekali Pdt Petrus menjadi self made man. Abang saya Saridin pernah menceritakan kepada saya bagaimana Pdt. Petrus ini dulu belajar bahasa Belanda di pekan Saribudolok, menanyai arti beberapa kosa kata yang dia belum mengerti. Sampai dia bisa menguasai bahsa Jerman dan Inggeris, dan saya kira juga bahasa Ibrani dan Yunani, sehingga dia mamapu menerjamahkan bibel ke dalam bahasa Simalungun. Memang merupakan kebanggaan tersendiri, bahwa Bibel bahasa Simalungun adalah kitab suci yang diterjemahkan oleh penduduk asli sendiri dan tidak seperti Bibel bahasa lain di Indonesia yang kebanyakan diterjemahkan oleh orang Eropa.

Dalam urusan mengurusi orang sakit ada beberapa catatan saya. Saya masih ingat waktu Pdt. Petrus membawa anaknya Christian (waktu itu mahasiswa Sekolah Teologia Tinggi di Siantar) berobat pada saya dan isteri saya di RS Bethesda Saribudolok. Dia mengurus anaknya yang dalam keadaan sakit yang bagi kami waktu itu tidak merupakan kebiassan dimasyarakat Simalungun, yang biasanya mengurusi anak yang sakit dilakukan oleh ibunya. Isteri saya Gertud selalu menceritakan kesan yang tidak terlupakan waktu Pdt. Petrus datang ke rumah kami mengunjungi isteri saya yang sedang sakit dan mendoakannya. Masih dikenang isteri saya waktu Pdt Petrus mendapat gagasan untuk menyanyikan lagu gereja kesukaan orang sakit yang dikunjunginya. Pasien tersebut tidak sadarkan diri lagi dan hanya dengan cara itu dia menghiburnya. Waktu itu isteri saya setuju dengan usul itu karena sering orang yang tidak sadar itu masih bisa mendengar tapi tidak mampu mengucapkan sesuatu akibat kelumpuhannya.

Pendeta Petrus Purba patut kita kenang sebagai satu kisah nyata, juga legendaris, yang perlu kita teruskan kepada generasi berikutnya, bahwa ada seorang Indonesia suku Simalungun yang mampu berkarya begitu besar dan mulia, walaupun tidak berpendidikan tinggi, seorang self made man.

No comments: